PEREMPUAN BAIK UNTUK LELAKI YANG BAIK

Oleh: Irsyad Syafar
IMPIANNEWS.COM
Taqdir Allah untuk Nabi Musa sungguh unik. Saat baru lahir sudah dikejar-kejar pihak istana Fir'aun untuk dibunuh. Tapi Allah selamatkan justru dengan berada di istana. Jadilah ia anak angkat Raja yang hidup dalam "fasilitas" kerajaan di istana.

Tapi ketika ia mulai dewasa, ia mendapatkan petunjuk dari Allah. Ia dapatkan ilmu dan hikmah dariNya sehingga ia menjadi tahu mana kebenaran dan mana kesesatan. Akibatnya, pelan-pelan istana kembali menjadi musuhnya. Allah berfirman:

وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَاسْتَوَى آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (14).

Artinya: "Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS Al Qashash: 14).

Sebagian ulama tafsir memaknai ilmu dan hikmah dalam ayat tersebut adalah kenabian. Sebagian yang lain memandangnya belum kenabian. Melainkan petunjuk-petunjuk Allah ke arah itu. Puncaknya nanti saat ia berbicara dengan Allah menerima wahyu.

Maka mulailah Musa  melihat ketidak-adilan perlakuan dari kaum Fir'aun kepada kaumnya. Penindasan, penganiyaan dan kesewenang-wenangan nampak jelas dan sangat kentara. Sehingga Musa juga sangat benci dan marah kepada Fir'aun dan kaumnya. Namun hal itu belum bisa diekspresikannya secara terang-terangan, mengingat ia sendiri masih dalam status "keluarga" istana.

Disinilah awal beralihnya posisi Musa kembali akan menjadi buron istana Fir'aun. Buron yang akan ditangkap dan tentunya kemudian dibunuh. Mirip statusnya saat bayi baru lahir dahulu, yang akan disembelih hidup-hidup.

Kejadiannya bermula dari pertengkaran dua orang laki-laki di kota memphis. Yang satu dari kaum Musa dan yang satu lagi dari kaum Fir'aun. Keduanya terlibat perkelahian saat Musa melewati keduanya. Sehingga lelaki yang dari kaum Musa meminta tolong kepadanya. Musa melihat inilah saatnya ia menolong kaumnya. Apalagi suasana sedang lengang dan tidak banyak orang-orang Fir'aun. Maka Musa menolongnya dengan meninju lelaki musuhnya itu. Lelaki itu tewas seketika oleh pukulan Musa. Allah berfirman:

وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ.

Artinya: "Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya, lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu." (QS Al Qashash: 15).

Akan tetapi Musa tersadar atas kesalahannya ini. Ia menyatakan bahwa membunuh ini adalah perbuatan syetan. Ia segera meminta ampun kepada Allah dan mengakui bahwa dirinya telah berbuat aniaya. Musa berkata dalam Firman Allah:

قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ (15) قَالَ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (16).

Artinya: "Musa berkata, "Ini adalah perbuatan setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).” Musa mendoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri. Karena itu, ampunilah aku.” Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al Qashash: 15-16).

Musa sangat menyadari kekhilafannya ini. Karenanya ia berjanji kepada Allah bahwa ia tidak akan ikut serta dalam membantu perbuatan dosa dan kesalahan. Maka kemudian ketika lelaki itu meminta tolong lagi kepada Musa, ia tidak lagi bersedia menolongnya, demi untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Akan tetapi kesalahan Musa sudah terdengar beritanya sampai ke istana. Pihak istana sangat marah. Mereka memutuskan harus menangkap Musa dan mengadilinya. Pembelaan Musa terhadap bani Israil dan kebenciannya kepada kaum Fir'aun sudah sangat jelas. Maka bala tentara Fir'aun segera bergerak untuk menangkap Musa.

Untung saja ada seorang lelaki yang peduli dan berpihak kepada Musa. Orang tersebut digambarkan sebagai seorang laki-laki pemberani. Sebab ia sanggup memakai jalan pintas yang lebih dekat untuk mencapai Musa, ketimbang jalan yang dilalui oleh orang-orang (pasukan) yang mengejar Musa. Sehingga ia mendahului mereka sampai kepada Musa.

Lelaki itu berkata kepada Musa, "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu." Maksudnya, "mereka bermusyawarah diantara sesama mereka tentang penangkapan dirimu, yang tujuannya untuk membunuhmu. Ia berkata dalam Firman Allah:

{لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ}

Artinya: "Mereka mencarimu untuk membunuhmu. Sebab itu, keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.” (QS Al-Qashash: 20).

Maka malam itu juga Musa memutuskan untuk kabur meninggalkan Mesir. Sebenarnya ia belum pernah mengembara. Dan belum terbiasa hidup susah. Sebab ia adalah anak angkat Raja dan hidup disekitar istana, dengan fasilitas istana. Namun jalan kenabian sebagai taqdir Allah harus ia jalani.

Walaupun tidak ada persiapan sama sekali, akan tetapi Allah membimbingnya lari meninggalkan Mesir menuju negeri Madyan di pesisir pantai timur laut merah. Sebagian ulama mengatakan Musa kabur dengan menunggang onta. Sebagian yang lain menyatakan dengan berjalan kaki, sampai melepuh tapak kakinya. Bahkan sebagian menyebutkan bahwa Allah mengirim satu Malaikat menunggang kuda yang menutunnya menuju Madyan. Nabi Musa dengan penuh cemas berdoa kepada Allah dalam FirmanNya:

{فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ}

Artinya: "Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir. Dia berdoa, "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu.” (QS Al-Qashash: 21).

Jalannya menuju Madyan ini, tidak saja menjadi jalan keselamatan baginya dari kejaran tentara Fir'aun, tapi juga ini menjadi awal jalan keselamatannya di dunia dan akhirat.

Sesampainya di Madyan, Musa mendekati sebuah mata air di kota itu. Tempat itu didatangi banyak sekali pengembala ternak. Mereka di sana beramai-ramai memberi minum binatang ternak.

Namun tidak jauh dari kerumunan pengembala laki-laki itu, Musa melihat ada dua orang wanita yang sedang menahan ternak-ternak mereka. Kedua wanita itu tampak sangat menjaga diri dari kerumunan para lelaki, dan tidak mau bercampur dengan mereka.

Sehingga kemudian Musa menghampiri keduanya dan bertanya, "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab, "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.”

Jawaban kedua wanita ini tidaklah panjang. Akan tetapi jawaban itu terasa sangat lengkap dan menjelaskan situasi yang ada. Ini menunjukkan keduanya adalah wanita yang cerdas sekaligus wanita yang terhormat (terjaga).

Keduanya menyebutkan bahwa mereka tak akan memberi minum kecuali setelah para pengembala laki-laki bubar. Artinya keduanya tidak mau bercampur baur dengan lawan jenisnya. Mereka berdua sangat menjaga kehormatan dan harga dirinya.

Kemudian, mereka nyatakan bahwa orang tua (ayah) mereka sudah tua renta. Ini adalah untuk menepis keraguan Musa yang mungkin akan bertanya-tanya, "kenapa harus kalian yang perempuan yang melakukan pekerjaan ini? Tidak adakah lelaki di keluarga kalian?". Dengan ringkas keduanya langsung menjawabnya tanpa ditanya lebih dahulu. Hal ini menunjukkan kecerdasan mereka berdua.

Mendengar penjelasan itu, Musa menjadi maklum. Ia segera membantu keduanya. Pertama ia perhatikan bahwa mata air itu terlalu kecil, karena terhalang oleh sebuah batu besar. Maka Musa mengangkat batu besar itu sendirian. Padahal batu besar itu sangat berat dan besar, butuh sepuluh orang lelaki atau lebih untuk mengangkatnya. Sehingga kemudian para pengembala mendapatkan air lebih banyak dan lebih cepat.

Kedua, Musa juga segera membantu memberi minum ternak-ternak kedua wanita tadi. Sehingga ternak-ternaknya cepat kenyang dan cepat dibawa kembali ke rumah mereka.

Setelah selesai memberi minum binatang ternak milik kedua wanita itu, Musa segera berteduh di bawah sebatang pohon dan kedua wanita itupun kembali menuju rumah mereka. Sebenarnya Musa dalam keadaan sangat letih dan sangat lapar. Ia kabur dari Mesir tanpa membawa bekal yang cukup kecuali hanya sayur dan daun-daunan. Kepada Allah ia memohon:

فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24).

Artinya: "berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS Al Qashash: 24).

Ibnu Abbas mengatakan bahwa Musa berjalan meninggalkan negeri Mesir di malam hari menuju ke negeri Madyan. Sedangkan ia tidak membawa bekal makanan, terkecuali hanya sayuran dan dedaunan pohon. Ia berangkat tanpa alas kaki. Ketika sampai di negeri Madyan, kedua telapak kakinya melepuh. Lalu ia duduk istirahat di bawah naungan sebuah pohon. Padahal dia adalah makhluk pilihan Allah dari makhluk-Nya, namun perutnya benar-benar kempis, seakan-akan menyatu dengan punggungnya karena kelaparan. Sungguh ia benar-benar sangat membutuhkan buah kurma, walaupun hanya satu biji atau separuhnya.

Sementara itu, dua wanita beradik-kakak yang mengembalakan ternak sudah sampai dirumah mereka. Hari itu mereka berdua pulang lebih awal dari biasanya. Tentu saja ayah mereka menjadi sangat heran. Ada apa gerangan yang terjadi sehingga mereka secepat itu selesai memberi minum ternak?

Salah satu dari kedua wanita itu sangat antusias bercerita kepada ayahnya. Sebagian ulama tafsir menyebutkan nama wanita itu adalah Shafuriya. Dan yang satu lagi bernama Layya. Ia sangat antusias bercerita karena telah menyaksikan keutamaan dan keistimewaan lelaki yang telah menolong mereka berdua. Sampai-sampai ia meminta kepada ayahnya agar mengangkat lelaki tersebut sebagai pekerja di rumah mereka.

Tentang ayah mereka ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan ia adalah Nabi Syu'aib. Ada juga yang mengatakan ia adalah ponakan Nabi Syu'aib. Akan tetapi Ibnu Katsir memastikan bahwa itu bukanlah Nabi Syu'aib.

Pertama, karena Nabi Syu'aib jaraknya dekat dengan Nabi Luth. Dan Nabi Luth semasa dengan Nabi Ibrahim. Padahal Nabi Musa berjarak lebih dari 400 tahun dari Nabi Ibrahim. Kedua, kalau benar Nabi Syu'aib pastilah Allah sebut dalam ayat secara tegas. Namun kenyataannya tidak ada satupun ayat yang menyatakan itu. Lelaki itu hanyalah seorang tua yang shaleh di negeri Madyan.

Umar bin Khattab, Ibnu Abbas, Syuraih Al-Qadi, dan lain-lainnya telah mengatakan bahwa tatkala wanita itu mengatakan kepada ayahnya: "karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Al-Qashash: 26), maka sang ayah bertanya, "Apakah yang mendorongmu menilainya seperti itu?"

Ia menjawab, "Sesungguhnya dia dapat mengangkat batu besar yang tidak dapat diangkat kecuali hanya oleh sepuluh orang laki-laki. Dan sesungguhnya ketika aku berjalan bersamanya, aku berada di depannya, namun ia mengatakan kepadaku, "Berjalanlah kamu di belakangku. Jika aku salah jalan, beri tahulah aku dengan lemparan batu kerikil, agar aku mengetahui jalan mana yang harus kutempuh."

Musa mengambil posisi berjalan di depan wanita, tidak di belakangnya, adalah agar terhindar dari fitnah. Dan itu menunjukkan bahwa ia adalah lelaki yang menjaga kehormatan dan pandangannya. Begitulah posisi seharusnya bila laki-laki berjalan dengan wanita yang bukan mahramnya. Tidak berjalan berduaan, dan tidak berjalan di belakang perempuan.

Mendengar penuturan anaknya itu, sang ayah menyuruh anaknya mengundang Musa ke rumah. Wanita itu pergi menuju Musa, berjalan dengan sangat malu-malu. Ia menutup sebagian wajahnya dengan lengan bajunya. Dan ia bertutur kata kepada Musa dengan sangat santun dan bahasa yang sopan. Allah berfirman:

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا...

Artinya: "Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan malu-malu. Ia berkata, "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami." (QS Al Qashash: 25).

Undangan tersebut diungkapkannya dengan sopan dan tutur kata yang beretika. Ia tidak mengundangnya secara langsung agar tidak menimbulkan kecurigaan atau tanda tanya. Sehingga ia mengatakan itu undangan bapaknya. Dan ia jelaskan itu sebagai tanda terimakasih Beliau kepadanya.

Maka berjalanlah Musa menuju rumah orang tua wanita itu. Ia berjalan di depan dan wanita itu di belakang. Sesampai disana Musa disambut dengan hormat dan dijamu dengan makanan yang lengkap. Awalnya Musa menolak jamuan itu, karena ia tidak mengharapkan balas budi dari pertolongannya. Namun ayah wanita tersebut menjelaskan bahwa ini adalah jamuan untuk tamu yang datang ke rumah. Sehingga kemudian Musa menerima jamuan itu dengan senang hati.

Ayah kedua wanita tersebut juga sangat terkesan dengan Musa dan sangat memahami situasi yang dihadapi Musa. Ia menyatakan bahwa Musa sudah berada di tempat yang aman, selamat dari kejaran orang-orang yang zhalim. Sehingga ia tidak perlu takut dan khawatir.

Ia juga membaca bahwa salah satu anak gadisnya "menaruh hati" kepada Musa. Bukan karena hawa nafsu, melainkan karena akhlak dan kepribadian mulia yang dimilikinya. Karenanya, secara "sindiran" anak gadisnya meminta sang ayah mengangkatnya sebagai pekerja di rumah mereka. Dua syarat kebaikan ada pada diri Musa, yaitu sifat amanah (dapat dipercaya) dan kekuatan pisik untuk bekerja keras.

Maka Lelaki tua yang shaleh itu langsung saja "melamar" Musa untuk menikahi salah satu dari anak gadisnya, dengan maharnya bekerja di sana bersamanya selama 8-10 tahun. Allah berfirman:

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (27).

Artinya: "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun; dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS Al Qashash: 27).

Maka Musa menerima lamaran orang tua shaleh tersebut, dengan mahar bekerja 8 atau sampai 10 tahun. Dengan demikian ia selamat dari keganasan pasukan Fir'aun, sekaligus Allah karuniai ia seorang istri yang berakhlak mulia dan sebuah keluarga baik lagi terhormat.

Pelajaran dari kisah ini:

  1. Nabi Musa punya kesalahan yaitu membunuh seorang lelaki dari kaum Fir'aun. Namun ia mengakui itu sebagai perbuatan syetan, dan ia memohon ampun kepada Allah. Ini menegaskan bahwa setiap anak cucu Adam punya kesalahan. Akan tetapi sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertobat.
  2. Disaat kebenaran masih sangat sedikit dan sangat lemah, maka salah satu cara menjaga dan menyelamatkannya adalah dengan cara lari (baca hijrah) ke tempat yang relatif aman. Hijrah ini pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim, Nabi Luth, Nabi Musa dan Nabi Muhammad saw.
  3. Dalam kondisi tidak berdaya dan lemahpun, seorang muslim harus tetap berusaha untuk berbuat baik kepada orang lain. Karena kebaikan tersebut bisa menjadi sumber kekuatan dan penyelamatan bagi dirinya.
  4. Seorang laki-laki yang baik akan memilih pasangan hidup perempuan yang baik pula. Begitu pula sebaliknya bagi wanita. Adapun ukuran kebaikan yang paling utama adalah akhlak dan kualitas beragama.
  5. Komitmen dengan perjanjian adalah ciri orang-orang yang beriman dan mulia. Selama perjanjian itu dalam ketaatan kepada Allah SWT.

Wallahu A'laa wa A'lam.