Oleh: Vera Aminah N., S.AP
(Pengamat Politik)
Beberapa hari terakhir ini, dunia internasional dihebohkan dengan retaknya hubungan pemimpin tertinggi dua negara yang sebelumnya tampak mesra. Keretakan hubungan kerja sama antara Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dengan Perdana Mentri Israel, Benjamin Netanyahu dipicu oleh kekecewaan yang mendalam. Hal ini didasarkan dari unggahan di akun X milik seorang Koresponden Radio Angkatan Darat Israel. Di sana dia menyebut bahwa Trump yakin Netanyahu memanipulasinya pasca rekan dekatnya memberikan informasi Menteri Urusan Strategis Israel Non Dermer.
Menurut seorang Pejabat Israel, ketika Dermer akhir-akhir ini berdiskusi dengan para tokoh senior Partai Republik, dia menganggap apa yang perlu dilakukan oleh Trump adalah arogan dan tidak membantu. Selain itu, orang-orang di sekitar pejabat tersebut menyampaikan padanya bahwa Trump memanipulasinya.
Hal ini didukung dari sisi gagalnya zionis Israel untuk menyajikan rencana dan jadwal yang pasti terkait Iran dan Houthi Yaman sebagai sumber semakin memburuknya hubungan antara AS dan Israel. Sebagaimana yang disoroti oleh Koresponden Radio Angkatan Darat bahwa pemerintah Netanyahu sudah gagal menawarkan proposal konkret mengenai Gaza. (09/05/2025)(www.tempo.co/internasional).
Keretakan hubungan antara Trump dan Netanyahu semakin merebak juga bukan masalah sepele dan tidak berdasar. Hal ini berkaitan dengan perbedaan kepentingan diantara mereka. Tidak hanya pihak Amerika Serikat (AS) yang dilanda kekecewaan terhadap Israel, demikian juga sebaliknya. Menurut Muhammad Mustafa selaku pakar urusan Israel, pemerintah Netanyahu kecewa terhadap jabatan kedua Trump karena sebelumnya percaya bahwa pemerintah Trump sepenuhnya searah dengan kepentingan Israel. Namun pada faktanya, berbagai keputusan AS semakin jauh dari visi garis keras yang pemerintah Israel saat ini adopsi. (khazanah.republika.co.id)
Berdasarkan catatan Muhammad Mustafa, pakar urusan Israel mengenai Trump, dia sudah menandatangani perjanjian dengan Houthi yang berkaitan kapal-kapal laut merah dan terlibat dalam perbincangan dengan Iran yang berkaitan program nuklirnya. Selain itu, Trump menyampaikan kepada Netanyahu bahwa Suriah ada dalam pengaruh Turki saat resepsi di Gedung Putih. Di sisi lain, tanpa adanya bayang-bayang normalisasi antara Riyadh dengan Tel Aviv terkait kongsi antara Amerika Serikat dengan Arab Saudi. Menurut Mustafa, hal ini menunjukkan kepentingan AS di kawasan tersebut lebih penting dibandingkan dengan Israel. Sedangkan dari sisi Israel yaitu Netanyahu, dia tidak bisa mempengaruhi Trump terlebih makin naik kekuasaannya menjadi "partai Trump". Kemudian, Netanyahu ingin mencoba memunculkan sebanyak mungkin rasa sakit dan kerusakan untuk hamas sebelum membawanya balik di meja perundingan untuk kesepakatan jangka panjang. Sedangkan, Trump ingin segera dan lebih cepat melihat gencatan senjata yang kedua si Gaza. Bahkan jauh lebih cepat dari yang Netanyahu inginkan. (khazanah.republika.co.id)
Demikianlah, gambaran dari persatuan para musuh Islam. Mereka ingin menghalangi terbitnya sang fajar tapi tidak bisa. Segala upaya maupun propaganda mereka keluarkan. Berupaya untuk bersatu memusuhi Islam dan kaum muslimin. Namun, celah mereka Allah tampakkan. Mereka lebih mementingkan kepentingan kelompoknya masing-masing dan mengesampingkan kongsi dengan sekutunya. Sebagaimana Allah SWT sudah gambarkan dalam Al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 14 mengenai kerapuhan persatuan musuh Islam, Dia berfirman:
لَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ جَمِيْعًا اِلَّا فِيْ قُرًى مُّحَصَّنَةٍ اَوْ مِنْ وَّرَاۤءِ جُدُرٍۗ بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيْدٌۗ تَحْسَبُهُمْ جَمِيْعًا وَّقُلُوْبُهُمْ شَتّٰىۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَۚ
"Mereka tidak akan memerangi kamu (secara) bersama-sama, kecuali di negeri-negeri yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah. Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti."
Seharusnya kita sebagai umat Islam sadar bahwa pada hakikatnya kita mempunyai kekuatan yang sangat besar ketika segala aturan dibangun berlandaskan akidah Islam. Sebagaimana terdahulu, ketika Rasulullah SAW, para sahabat dan para khalifah setelahnya pernah mencontohkan. Dengan modal besar yang mereka miliki seperti inilah, mampu membuat musuh-musuh Islam hancur dan ketakutan.
Kita perlu berupaya kerja jamaah dakwah Ideologis. Karena dengannya, akidah Islam menjadi pengikatnya. Jamaah dakwah ini akan berupaya membimbing umat untuk menapaki jalan perjuangan yang Rasulullah SAW sendiri sudah contohkan.
Kita harus bersatu. Karena dengan adanya persatuan umat, mampu menghantarkan tegaknya sistem kepemimpinan Islam yang menjadi mercusuar peradaban dan negara adidaya di seluruh dunia yang meninggikan kalimat Allah serta menjadi perisai atau pelindung umat Islam seluruhnya dan umat beragama lain yang berada di bawah naungannya. Termasuk mengalahkan Amerika Serikat, dan berbagai kroninya untuk membebaskan Palestina dengan jihad. Tidak seperti sekarang, melihat banyaknya korban berjatuhan di Palestina, umat Islam hanya bisa berupaya kirim donasi, sandang, dan pangan. Sebenarnya hal ini semua bagus. Hanya saja, tidak bisa menghentikan penyiksaan genosida yang mereka alami. Bahkan jika dulu kita lihat peta kependudukan warga Palestina yang luas, kini hanya tersisa sangat jauh lebih sedikit yang hanya bersimbolkan titik-titik saja. Itulah sebabnya, serangan militer hanya bisa dilawan dengan militer, dan kekuatan adidaya kufur saat ini hanya bisa dilawan dengan kekuatan adidaya Islam yang mampu melampauinya.
Wallahu a'lam bisshowab.