Kerumitan Hidup Harriet Beecher Stowe di Balik Karya Hebatnya

Oleh : Catrine Silitonga

IMPIANNEWS.COM

Harriet Beecher Stowe mulai dikenal oleh banyak orang pada saat menerbitkan sebuah novel yang berjudul “Uncle Tom’s Cabin” dan karena ketenarannya itulah ada saja yang ingin berniat jahat kepada Stowe, seperti menyebarkan fitnah zina yang menyebabkan Stowe dihukum dan berdampak pada reputasi beliau. Harriet Beecher Stowe yang lahir dengan nama Harriet Elizabeth Beecher, merupakan seorang penulis sekaligus aktivis sosial wanita asal Amerika yang lahir pada tanggal 14 Juni, 1811 di Litchfield, Connecticut. 

Harriet Beecher Stowe yang dipanggil dengan sebutan Stowe adalah seorang anak dari 13 bersaudara yang berasal dari pasangan Lyman Beecher dan Roxanna Foote Beecher. Ibu Harriet meninggal daat dia masih berumur lima tahun dan ayahnya seorang pendeta, menikah lagi dengan Harriet Porter Beecher. Ketujuh kakak Stowe berhasil menjadi menteri yang paling berpengaruh bagi masyarakat. Kakak perempuan tertua Stowe merupakan orang yang mempelopori pendidikan bagi wanita pada zaman itu dan adik bungsu Stowe, Isabella adalah pendiri asosiasi hak pilih wanita nasional. 

Pada umur 7 tahun, Stowe memenangkan lomba menulis esai dan mendapatkan pujian dari ayahnya. Dia memulai pendidikan formal di Sarah Pierce’s academy, salah satu pendidikan awal untuk mendorong para gadis agar mempelajari mata pelajaran lain selain seni ornamental tradisional. Dan pada tahun 1824, Stowe menjadi siswa pertama, kemudian dia menjadi guru di Hartford Female Seminary, yang didirikan oleh kakaknya, Catharine. Disanalah, dia melanjutkan bakat tulisnya dan menghabiskan banyak waktu untuk menulis esai.

Pada tahun 1850, kongres Amerika Serikat mengesahkan “Fugitive Slave Law”, adalah salah satu hukum paling kontroversial dalam sejarah Amerika dan meradang ketegangan perbudakan di Utara, yang menimbulkan kesulitan dan penderitaan dalam perbudakan dan komunitas kulit hitam. Stowe memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya melalui gambaran literatur tentang perbudakan, dengan mendasarkan pekerjaannya pada kehidupan Josiah Henson dan pengamatannya sendiri. 

Novel pertama Stowe yang berjudul Uncle Tom’s Cabin mulai terbit pada tahun 1851 dan terjual hingga jutaan cetak. Sehingga menjadikan novel tersebut menjadi novel best seller. Karena novel itulah terjadinya perang saudara antara etnis Irlandia yang menyerang orang kulit hitam Afrika-Amerika. Setelah perang saudara dimulai, Stowe melakukan perjalanan ke Washington, D.C., di mana dia bertemu dengan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat. Lincoln berkomentar tentang Stowe “Jadi, anda adalah wanita cilik yang menulis buku yang mengawali perang besar ini.” 

Novel Uncle Tom’s Cabin memang banyak mengundang kontroversi, sehingga seorang novelis lain, Langston Hughes, berkomentar tentang novel tersebut “Buku yang paling kasar dan yang paling dibahas pada masanya". Selain novel Uncle Tom’s Cabin, terdapat beberapa karya terkenal Stowe lainnya, seperti: Dred, A Tale of the Great Dismal Swamp (1856); Our Charley and What to do with Him (1858); The Minister's Wooing (1859); The Pearl of Orr's Island: A Story of the Coast of Maine (1862); Agnes of Sorrento (1862). Dan terdapat karya non-fiksi dari Stowe yaitu: Earthly Care, A Heavenly Discipline (1845); Stories about our Dogs (1865); House and Home Papers (1865); and Little Foxes (1866). Stowe juga banyak menulis cerita pendek, puisi, artikel, drama dan himne.

Kehidupan Stowe tidak hanya tentang menulis, buku, dan reformasi. Stowe dan keluarganya sempat terlibat dengan skandal yang cukup memalukan semasa hidupnya. Skandal ini diungkap oleh dia sendiri dan melibatkan Stowe secara tidak langsung. Karena menurutnya “Pada akhirnya kebenaran adalah hal terbaik yang bisa kita berikan pada orang-orang.”  Pada tahun 1870, seorang wanita bernama Elizabeth Tilton mengaku kepada suaminya bahwa dia telah berselingkuh dengan Stowe. Skandal tersebut telah menyebar hingga sekarang dan Stowe diadili karena perzinaan itu pada tahun 1875 dan dia dibebaskan. Walaupun Stowe telah dibebaskan, reputasinya pasti masih tercoreng oleh skandal tersebut.

Pada akhirnya, Harriet Beecher Stowe hidup sebagai seorang wanita tua yang cukup menyedihkan karena sebagian besar dari anggota keluarganya meninggal dunia sebelum dia. Sama seperti kehidupan kita di Sumatera Barat yang sangat menjunjung tinggi norma – norma sosial, adat dan agama, jika kita telah terlibat kedalam suatu permasalahan yang cukup rumit dan mengarah ke pelanggaran norma tersebut, kita pasti akan jauh lebih mudah untuk merasa tertekan oleh keadaan lingkungan sekitar. Hal itu mempengaruhi bagaimana sikap kita menghadapi orang lain setelah mendapatkan masalah tersebut, dan mungkin saja karena merasa malu dan tidak memiliki seseorang yang bisa menjadi penuntun bagi hidup kita. Disaat itulah kita akan pasti kembali kepada – Nya.  

Terlebih saat putri Stowe, Georgiana May meninggal akibat komplikasi dan kecanduan morfin. Karena Stowe lebih memperhatikan penyakit kecanduan yang dialami oleh anaknya, dia merupakan salah satu orang pertama yang menulis tentang kecanduan sebagai penyakit fisik, bukan kegagalan moral. Seperti yang pernah Stowe tuliskan didalam novel Uncle Tom’s Cabin “Sekali seumur hidup Tuhan mengirimkan kepada beberapa dari kita, seorang teman yang mengasihi diri kita, bukan khayalan, karakter yang tidak nyata, tetapi melihat melalui sampah ketidaksempurnaan kita, mengasihi dalam diri kita sosok ilahi dari kodrat kita, mengasihi, bukan manusia sebagaimana adanya kita, tetapi malaikat sebagaimana adanya kita”.

Pada 1 Juli 1896, akhirnya Harriet Beecher Stowe meninggal dalam tidurnya dirumahnya yang berada di Hartford pada usia 85 tahun. Pada pemakaman Stowe, peti matinya dihiasi karangan bunga yang diberikan oleh anggota komunitas Afrika-Amerika di Boston yang bertuliskan “The Children of Uncle Tom”. Secara tidak langsung orang – orang berpikir bahwa Stowe menggambarkan dirinya sebagai seorang istri dan ibu kristen yang mencoba untuk hidup dengan aturan Tuhan yang berbelas kasih yang menginginkan dunia agar adil dan damai. Karena bagi Stowe dia seperti apa yang pernah dia sampaikan “Aku lebih berani daripada aku karena aku telah kehilangan semua; Dan dia yang tidak akan kehilangan apa – apa bisa menanggung semua resiko.”  Seperti yang dikatakan seorang penulis tentang klan Stowe yang terkenal, “Mereka tahu apa yang (Tuhan) inginkan dan melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa Dia mendapatkannya".

Post a Comment

0 Comments