Mantan Presiden Ramos Horta: Australia Seperti Merampok Nenek Tua yang Miskin



Mantan Presiden Ramos Horta: Australia Seperti Merampok Nenek Tua yang Miskin

MANTAN Presiden Ramos Horta sempat marah karena Australia memata-matai Timor Leste untuk mengambil keuntungan dalam negosiasi eksplorasi sumbar daya alam.* /AFP

IMPIANNEWS.COM (Timur zLeste).

Timor Leste memang telah lama disebut-sebut sebagai 'sapi perah' bagi Australia.

Negara kaya sumber daya alam yang baru saja merdeka dari Indonesia dua dekade silam ternyata sudah dimata-matai sejak lama oleh Australia.

Aksi itu baru diketahui usai Bernard Collaery dan saksi K membongkar semua kebusukan Australia yang mengincar semua simpanan hidrokarbon Timor Leste.

Sebagaimana dikabarkan ZonaJakarta.com dalam artikel "Mantan Presiden Timor Leste: Australia Bak Mencoba Merampok Uang dari Seorang Wanita Tua!", Negeri Kanguru bahkan bukan hanya berusaha mencuri gas dan minyak.

Bernard dalam buku 'Oil Under Troubled Water, Australia’s Timor Sea Intrigue' mengatakan Australia lebih tertarik pada helium yang lebih banyak terpendam di Timor Leste daripada minyak ataupun gas alam.

Karya ini membedah secara teliti sejarah keterlibatan Australia di bumi Lorosae alias Timor Leste, sejak awal abad ke-20.

Penulis tampaknya telah membaca setiap arsip dokumen pemerintah tentang Timor Leste dan dia memaparkan materinya secara panjang lebar.

Ia menunjukkan bagaimana Australia selalu memandang Timor Leste sebagai obyek pasif.
Pandangan tersebut lumrah dipakai baik oleh rezim partai Buruh maupun Liberal Australia.

Selama menjadi koloni Portugis, Australia sendiri sudah memiliki cara untuk menguasai Laut Timor secara sembunyi-sembunyi.

Australia secara ilegal mengeluarkan izin eksplorasi minyak yang merambah perairan Portugis.

Menurut Bernard, ada hubungannya dengan kediktatoran Suharto di Indonesia.

Saat itu, pemerintahan pasca-kolonial Fretilin digulingkan dan sebuah perjanjian ilegal membagi-bagi cadangan minyak di bawah Laut Timor.

Atas pembongkaran skandal ini, Bernard malah dituduh mencemarkan nama baik Australia.
Namun, ia segera dibela oleh mantan Presiden Timor Leste José Ramos Horta.

Ramos mendesak Australia untuk menunjukkan kebijaksanaan, kejujuran dan belas kasih dengan menghentikan penuntutan yang tidak adil terhadap Saksi K dan Bernard Collaery dalam kasus tersebut.

“Berhenti mengganggu Bernard Collaery. Biarkan dia kembali membuka praktik hukumnya dan memiliki kehidupan normal serta hormati keduanya," ujar Ramos Horta.

Saksi K dan Bernard dituding macam-macam karena telah menyampaikan informasi tentang operasi penyadapan tahun 2004.
Penyadapan ini dilakukan oleh Badan Intelijen Rahasia Australia di kantor-kantor pemerintah Timor Leste selama negosiasi bilateral sumber daya minyak dan gas di Laut Timor digelar.

Lewat aksi spionase itu, Australia dapat mengambil keuntungan lebih banyak.

Padahal, negosiasi tersebut merupakan masa depan bagi Timor Leste, yang merupakan negara termiskin di dunia.

Pengungkapan operasi ini membuat Timor Leste menyeret Australia ke Mahkamah Internasional untuk merundingkan ulang perjanjian.

Penuntutan balik terhadap Saksi K dan Collaery mulai dilakukan setelah perjanjian baru ditandatangani.

Ramos Horta mengatakan kabar penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery itu sangat mengejutkan rakyat Timor Leste.

Ramos Horta juga mengatakan penuntutan terhadap Saksi K dan Collaery tidak ada gunanya.

Sebagai seorang mantan Presiden, Ramos Horta paham betul jika suatu negara akan selalu menggelar operasi spionase.

Namun yang membuatnya tak habis pikir ialah mengapa Australia tega memata-matai Timor Leste yang notebene negara kecil.

“Jika Australia ingin memata-matai Korea Utara, China atau Rusia, bisa dimengerti,” katanya.

“Tetapi untuk memata-matai Timor Leste atas nama Woodside, atas nama ConocoPhillips, atas nama perusahaan minyak, Anda tahu, ini seperti Anda memiliki seorang wanita tua yang malang di suatu tempat di lingkungan Australia, berusia 80 tahun, miskin, hidup dengan uang pensiun yang sedikit, dan kemudian Australia mencoba mengambil uang dari wanita tua itu.

“Nah, Timor Leste berlutut, dan kami membutuhkan pengaturan yang sangat adil,” ujar Ramos Horta.***

 (Lusi Nafisa/Zona Jakarta)