Israel Sangat Licik Usai Berdamai dengan UEA, Ingin Kuasai Masjid Al-Aqsa

IMPIANNEWS.COM -- Seorang pakar politik menilai perjanjian normalisiasi Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel adalah pengkhinatan terhadap Masjid Al-Aqsa Yerusalem dan perjuangan Palestina.

 Apa yang disebut perjanjian perdamaian, tidak hanya menempatkan Palestina dan hak-hak mereka terpinggir, tetapi gagal membantu Palestina mendapatkan hak-hak mereka, sebab tawaran UEA hanya bertujuan untuk mengamankan kepentingannya dengan Amerika Serikat (AS) melalui Israel.

Direktur Pusat Islam dan Urusan Global Turki yang berbasis di Istanbul, Sami al-Arian meyakini, kesepakatan baru UAE dan Israel merupakan penyerahan total pada salah satu masjid paling suci di seluruh dunia Muslim. 

Al-Arian mengatakan, situasi seperti yang diterapkan oleh penguasa UEA atau siapa pun, memberi Israel kunci ke Al-Aqsa dan Yerusalem.

"Ini adalah pengkhianatan, tidak hanya kepercayaan yang telah diberikan kepada dunia Muslim lebih dari 1.400 tahun yang lalu, tetapi juga untuk perjuangan dan rakyat Palestina," ujar akademisi Palestina itu dikutip laman Anadolu Agency, Jumat (21/8/2020).

Dalam langkah praktis menuju implementasi kesepakatan, Presiden Israel Reuven Rivlin pada Senin (17/8) mengirim undangan kepada Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nahyan untuk mengunjungi Israel. 

Menurut media Israel, kepala agen mata-mata Israel Mossad Yossi Cohen tiba di UEA pada hari yang sama untuk mengadakan pembicaraan tentang perjanjian normalisasi antara kedua negara.

Al-Arian menilai, terlepas dari kesepakatan itu, rakyat Palestina akan tetap menentang dan waspada terhadap upaya itu dan tidak akan pernah menyerahkan hak rahasia mereka.

"Tidak hanya di Yerusalem dan al-Aqsa, tetapi di seluruh Palestina," kata al-Arian.

Di tengah kecaman atas kesepakatan itu, kubu lain negara Arab secara resmi mendukungnya ketika Netanyahu pada Jumat berterima kasih kepada Presiden Mesir Adel-Fattah al-Sisi dan pemerintah Oman dan Bahrain atas dukungan mereka terhadap perjanjian normalisasi.

Mengomentari dampak politik dan sosiologis dari kesepakatan normalisasi di kawasan itu, al-Arian mengatakan langkah itu memanifestasikan dua aliansi yang saling bertentangan di dunia Arab.

"Saya pikir sangat jelas sekarang bahwa kita memiliki dua aliansi, satu yang telah sepenuhnya melepaskan peran mereka untuk melindungi hak dan martabat orang-orang di seluruh kawasan dan mereka telah bersekutu dengan Israel," katanya.

"UEA telah terlibat dalam setiap aspek perbuatan jahat di seluruh wilayah," tegasnya. 

Menurut al-Arian, Abu Dhabi pada dasarnya bertentangan dengan keinginan bebas orang-orang di wilayah tersebut dan bertentangan dengan warisan sejarahnya.

Al-Arian mengatakan, di banyak negara, UEA telah mencoba mendukung kekuatan korupsi dan tirani seperti yang telah dilihat di Mesir, Tunisia, Libya, Yaman dan Sudan, bahkan dalam upaya mereka untuk mendukung komplotan kudeta di Turki beberapa tahun lalu. 

Al-Arian mengindikasikan bahwa orang-orang di wilayah itu akan memberontak melawan kegiatan semacam itu dan akan memiliki gelombang lain dari gerakan Musim Semi Arab di mana orang-orang akan memutuskannya.

"Saya yakin mereka akan menolak semua jenis penyerahan diri kepada entitas Zionis, dan mereka akan menolak segala jenis hegemoni asing, baik yang datang dari Israel, atau yang datang dari luar kawasan," ujarnya.

Diumumkan pekan lalu, kesepakatan yang ditengahi AS seolah-olah digambarkan sebagai pendekatan oleh UEA untuk menghentikan rencana aneksasi Israel di Tepi Barat yang diduduki. 

Namun, langkah itu malah memicu kecaman luas oleh warga Palestina di seluruh dunia.

Pada Senin, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada Sky News Arabia yang berbasis di Abu Dhabi bahwa penangguhan aneksasi untuk sementara waktu adalah tuntutan dari AS. 

Perdana menteri Israel mencatat bahwa AS saat ini memprioritaskan perluasan lingkaran perdamaian di wilayah tersebut. (Rep)