Arab Saudi: Tidak ada Normalisasi Bagi Israel Sebelum Palestina di Bebaskan

Bendera UEA dan Israel terlihat di Netanya, Israel setelah pembentukan hubungan diplomatik penuh antara kedua negara. /AP Images/Ariel Schalit

IMPIANNEWS.COM (Arab Saudi).

Pemerintah Arab Saudi menyebut untuk normalisasi hubungan dengan Israel syaratnya adalah membuat Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, seorang anggota senior keluarga kerajaan Saudi menegaskan kembali pada hari Jumat, 21 Agustus 2020.

Pangeran Turki al-Faisal tampaknya menanggapi Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyatakan harapannya agar Saudi bergabung dengan kesepakatan yang diumumkan minggu lalu oleh Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menormalkan hubungan diplomatik.

"Kerajaan Arab Saudi telah menetapkan syarat untuk menyelesaikan perdamaian antara Israel dan Arab adalah pembentukan negara Palestina yang berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya,” katanya sebagaimana diatur oleh inisiatif mendiang Raja Abdullah.

Dikutip impiannews.com lewat Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Aljazeera, Sabtu, 22 Agustus 2020, UEA adalah negara Arab ketiga yang menjalin hubungan penuh dengan Israel dalam 70 tahun terakhir.

Di bawah kesepakatan yang ditengahi AS, Israel untuk sementara menunda rencana untuk mencaplok permukiman di Tepi Barat yang merupakan wilayah Palestina.

UEA mengatakan komitmen Israel telah menghidupkan kemungkinan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.
Israel sampai sekarang tidak memiliki hubungan formal dengan negara-negara Teluk Arab, tetapi berbagi keprihatinan dengan UEA tentang pengaruh dan tindakan regional Iran, bersama dengan peran UEA sebagai pusat bisnis regional, menyebabkan terjadinya hubungan rahasia antar dua negara dalam beberapa tahun terakhir.

Kesepakatan itu menimbulkan spekulasi bahwa negara-negara Teluk Arab yang didukung AS mungkin akan menyusul.

Tetapi Pangeran Turki mengatakan Arab Saudi, kekuatan Teluk Arab terbesar yang secara tradisional memandu kebijakan terhadap Israel, mengharapkan imbalan yang lebih tinggi dari Israel.

Hal ini merupakan rencana Liga Arab sejak 2002 yang menawarkan hubungan normalisasi Israel dengan imbalan penarikan Israel dari semua wilayah - Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur yang direbut dalam perang Timur Tengah 1967 dari genggaman Palestina.

Tetapi Pangeran Turki juga menyuarakan pemahaman atas keputusan UEA, mencatat sekutu dekat Riyadh telah mengamankan syarat utama, yaitu penghentian rencana aneksasi Israel.

Saudi merespon terhadap kesepakatan UEA-Israel lewat Menteri Luar Negeri, Faisal bin Farhan bahwa Riyadh tetap berkomitmen pada inisiatif perdamaian Arab.

Pangeran Turki, yang merupakan mantan duta besar untuk Saudi untuk AS dan mantan kepala intelijen, tidak memegang jabatan pemerintah sekarang tetapi tetap berpengaruh sebagai ketua Pusat Penelitian dan Studi Islam Raja Faisal saat ini.

Seperti diketehui, Israel dan UEA sepakat untuk menjalin hubungan diplomatik penuh, dengan Israel berjanji menunda rencana untuk mencaplok bagian di Tepi Barat yang diduduki pada Kamis, 13 Agustus 2020.***