Kapolri: People Power yang Akan Menjatuhkan Pemerintah Bisa Dipidana

IMPIANNEWS.COM (Jakarta).

Kapolri Jendral Tito K
arnavian menyinggung mobilisasi massa dengan people power dalam rapat evaluasi proses Pemilu 2019 bersama DPD RI. Ia mengatakan mobilisasi massa harus mengikuti mekanisme hukum agar tidak mengganggu ketertiban publik dan tidak mengancam keamanan nasional.

"Kalau seandainya ada ajakan untuk pakai people power, itu mobilisasi umum untuk melakukan penyampaian pendapat, harus melalui mekanisme ini (hukum)," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5).

Namun, Tito menuturkan apabila mobilisasi massa bertujuan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, aksi tersebut dapat terancam masuk kategori tindak pidana. Hal itu, kata dia, diatur melalui UU yang sudah disepakati.

"Kalau ada bahasa akan menjatuhkan pemerintah, itu Pasal 107 KUHP jelas. Ini adalah undang-undang yang dibuat oleh rakyat. Itu bahasanya jelas. Yaitu perbuatan untuk menggulingkan pemerintah yang sah, maka ada ancaman pidananya," kata Tito.

Tito menuturkan apabila mobilisasi massa tidak mengikuti mekanisme yang ada, maka aksi itu dapat dibubarkan. Apabila, massa menolak untuk dibubarkan dapat terkena hukum pidana.

"Pelanggaran dalam pasal 6, pelanggaran hukum dapat dibubarkan. Kalau dibubarkan kemudian melakukan perlawanan ada KUHP, melawan petugas yang sah. Kalau petugas dengan jumlah dan korban petugas berbeda. Kalau diperintah bubar enggak bubar bisa dikenakan pidana," tuturnya.

Tito menegaskan aksi unjuk rasa telah diatur melalui UU yang sah. Dalam UU itu, terdapat sejumlah batasan yang tak dapat dilakukan. Untuk menggelar aksi, kata Tito, wajib melakukan koordinasi terkait jadwalnya.

"Secara rigid harus dikoordinasi jam berapa sampai jam berapa. Ini harus melalui koordinasi, enggak bisa disebar lewat WA, disebar, kumpul di tempat ini. Unjuk rasa harus diberi tahu (ke aparat) dulu. Harus ada surat, nanti Polri lakukan tanda terima," ujar Tito.