Pemilu Demokrasi : Untuk Kepentingan Rakyat atau Oligarki ?

Oleh: Tia Restu Pujianti

IMPIANNEWS.COM

Setiap kali pemilu datang, masyarakat selalu dijanjikan perbaikan dan perubahan, seperti kesejahteraan, lapangan pekerjaan, subsidi, penurunan harga bahan pokok, bantuan sosial,pembangunan infrastruktur, dll . Begitupun Ajakan dan slogan untuk caleg, capres, dan partai ramai menghias media dan jalan-jalan. Masyarakat didorong berpartisipasi menyukseskan – yang mereka sebut – pesta demokrasi. Mereka katakan, “ini untuk kebaikan bangsa 5 tahun kedepan “. Benarkah? Mari kita kupas pembahasan ini.

Tingginya Potensi Konflik dalam Pemilu

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagia menyatakan bahwasanya potensi permasalahan pemilu 2024 ada tiga aspek : 1. Pada aspek Penyelenggara pemilu, seperti pemutakhiran data pemilih, pengadaan dan pendistribusian data logistic seperti surat suara,beban kerja penyelenggara pemilu yang terlalu tinggi, 2. Aspek peserta pemilu, seperti masih maraknya politik uang, 3.aspek pemilih, seperti kesulitan memilih, ancaman dan gangguan dalam kebebasan memilih, berita hoaks dan hatespeach.(serba-serbi mmc/22 juli 2023)

Saat ini, para kontestan pemilu sudah turun ke tengah masyarakat untuk melakukan kampanye. Kampanye berlangsung pada 28 november 2023 sampai 10 januari 2024. Adapun kampanye di media elektronik, media cetak, dan media siber berlangsung pada 21 januari sampai 10 februari 2024 (Bawaslu Jambi, 27-11-2023). Pada masa kampanye ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun menggelar debat calon presiden dan calon wakil presiden sebanyak lima kali. Bisa kita prediksi, masa kampanye akan diisi dengan persaingan para kontestan pemilu untuk mendapatkan dukungan rakyat.

Tidak hanya pencitraan diri sendiri kampanye acap kali berisi “ serangan” terhadap kekurangan calon lain yang menjadi pesaing. Bahkan bisa terjadi kampanye hitam, yaitu fitnah terhadap kandidat yang lain. Bahkan sebelum masa kampanye dimulai, sudah muncul isu dugaan kecurangan dalam pemilu.Misalnya muncul kasus pakta integritas Pj bupati Sorong, Yan Piet Mosso yang berkomitmen mencarikan dukungan untuk capres-cawapres Ganjar-mahfud (BBC, 15-11-2023).

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KontraS) mencium adanya berbagai potensi kecurangan dan pelanggaran dalam pemilu 14 februari mendatang, dalam catatan kritisnya yang diluncurkan Rabu (15/11/2023) bahwasanya presiden Jokowi memiliki data arah politik para partai politik. Hali ini membuktikan adanya penyalahgunaan BIN untuk kepentingan politik. Begitupula dengan putusan MK dalam perkara 00/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres yang membuka jalan bagi putra sulung Jokowi Gibran Rakabuming Raka, berkontestasi di Pilpres 2024. Meski saat ini , ipar presiden Jokowi, Anwar Usman, dicopot sebagai ketua MK akibat prahara tersebut, namun ia masih menjabat sebagai hakim konstitusi. Tidak netralnya MK dengan putusan MK no.90 dikhawatirkan berlanjut saat sengketa hasil pemilu.

Politik “Dagang Sapi” dalam Pemilu

Menjelang kontestasi pemilu 2024 para elit bermain “ sirkus politik”. Sering  diselorohkan sirkus elit  ketimbang sirkulasi elit. Ini mengacu ketika Cak Imin digaet sebagai cawapres oleh Surya Paloh untuk mendampingi capres Anies Baswedan . Sebagian pihak mengatakan , Paloh dianggap berhasil memanfaatkan “suasana kebatinan” Cak Imin selaku ketum PKB, yang konon galau dan labil , karena digantung Prabowo dengan ketidakpastian apakah menjadi cawapresnya atau tidak. Hengkanglah PKB dari koalisi Prabowo dan menerima pinangan Paloh untuk cawapres Anies.

Benarkah semua langkah  Paloh dan Cak Imin untuk kepentingan rakyat? Menurut majalah Tempo (6 september 2023), mereka mengendus bahwa manuver paloh tersebut hanyalah akal bulus elit parpol untuk menyelamatkan kepentingan diri sendiri dari tekanan Istana yang  lebih kuat, selain harapan akan tambahan suara. Manuver ini tidak ada hubungannya dengan kepentingan public atau rakyat. Hanya semacam tontonan para “blantik” mengatur “sapi” mana yang akan dibeli atau dipertukarkan . Ini adalah politik dagang sapi khas demokrasi yang pragmatis, hanya untuk kepentingan elit politik.

Pragmatisme dalam politik demokrasi adalah sesuatu yang melekat  dari dalam, mengapa? Politik demokrasi ditegakkan atas asas sekulerisme , tidak ada lagi halal-haram. Selama bermanfaat, sebuah aturan akan dipaksakan untuk dilegalkan oleh segelintir para pengendali kekuasaan (politisi) dan keuangan (cukong/pemodal). Alhasil bahaya pragmatisme politik demokrasi yang pro pada oligarki dan abai kepada rakyat akan dapat diselesaikan secara konseptual dan praktis dengan penerapan islam secara kaffah . Semua pihak (penguasa dan rakyat) senantiasa berbuat atas dorongan keimanan dan ketaqwaan. Juga didukung mekanisme koreksi kepada penguasa. semua itu akan menutup celah dan pintu bagi oligarki untuk mengendalikan dan mencengkram penguasa dan kekuasaan. Wallahu a'lam bishowab

Post a Comment

0 Comments