Negara Gagal Wujudkan Pola Asuh Anak yang Layak

Oleh: Siti Maryam
(Ibu Rumah Tangga) 

IMPIANNEWS.COM

Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Rohika Kurniadi Sari mengatakan saat ini masih banyak anak Indonesia yang mendapatkan pola pengasuhan tidak layak. Padahal, Undang-Undang No 23 Tahun 2022 telah mengamanatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan yang layak dari orang tuanya.

Berdasarkan data Susenas 2020, masih terdapat 37,3 persen balita yang pernah mendapatkan pola pengasuhan tidak layak. Selain itu, ada 15 provinsi dari 25 provinsi yang memiliki pola asuh di bawah rata-rata Indonesia. Padahal, pengasuhan anak merupakan salah satu agenda nasional untuk memberikan yang terbaik bagi anak. Hal ini mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi perkembangan karena pemenuhan hak-hak anak tidak terpenuhi dengan baik seperti hak kesehatan dan hak perlindungan. Ujar Rohika, di Tamanggung.

Pengasuhan yang tidak layak akan menimbulkan perasaan mudah tersinggung dan mudah putus asa bagi anak. Hal ini terbukti pada saat ini banyak anak yang mudah melakukan kekerasan hanya karena tersinggung. Kasus-kasus kekerasan ini juga sering terjadi, dari mulai anak pejabat sampai anak kelas menengah ke bawah.

Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi, yaitu kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang anak pejabat yang berusia 20 tahun terhadap anak yang berusia 17 tahun. Bahkan pak Mahfud sendiri mengatakan tak habis pikir mengapa ada seorang anak pejabat yang tega menganiaya seseorang sampai koma.

Kasus-kasus serupa bukan hanya satu atau dua kasus saja, namun kasus seperti ini terus saja terjadi. Bahkan tidak dapat terhitung lagi berapa jumlah kasus kekerasan pada setiap tahunnya. Dari mulai kasus penganiayaan, pelecehan, pemerkosaan, pembunuhan, tawuran antar sekolah, pembulian, mabuk-mabukan, mengkonsumsi narkoba, penyimpangan seksual dan banyak lagi kasus lainnya. 

Kurangnya Ilmu Orang Tua 

Pernikahan dini selalu saja menjadi pihak tertuduh dalam kesalahan pola pengasuhan orang tua terhadap anaknya. Bahkan pernikahan dini disebut sebagai kejahatan terhadap anak. Pandangan seperti inilah yang dikonsumsi masyarakat. Nyatanya pandangan seperti ini sangatlah salah besar. Kurangnya kesiapan ilmu pernikahan dan ilmu dalam mendidik anak menjadi penyebab utama kesalahan pola asuh orang tua pada anaknya. Bukan karena pernikahan dini yang saat ini sering dituduhkan.

Hal ini terbukti dengan banyaknya orang tua yang tidak bisa mengontrol pergaulan anak-anaknya. Pembiasaan berperilaku yang tidak baik sedari kecil dibiarkan begitu saja tanpa ada pencegahan atau pembiasaan yang baik bagi anak. Anak terbiasa melakukan perilaku buruknya sampai dewasa. 

Visi dan misi orang tua ketika akan melahirkan anak adalah hal yang paling penting. Namun faktanya pernikahan dijalankan hanya karena hawa nafsu semata. Terlebih lagi para orang tua tidak bisa memberikan pendidikan yang benar. Fakta ini bisa kita lihat di sekeliling lingkungan kita. Orang tua tidak menjalankan perannya dengan baik. Pengasuhan anak selalu saja diserahkan sepenuhnya kepada seorang ibu. Padahal kedua peran orang tua sangatlah penting dalam mengasuh dan mendidik anak. Oleh karena itu, bukan hal yang aneh ketika banyak anak yang tidak mengetahui jati dirinya, baik sebagai anak perempuan atau sebagai anak laki-laki.

Kurangnya Kontrol Negara 

Selain kurangnya peran kedua orang tua, situasi ini ditambah dengan banyaknya kesibukan para orang tua di luar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah. Kesulitan ekonomi keluarga telah memaksa  seorang ibu untuk bekerja. Karena saat ini negara tidak bisa menjamin kebutuhan rakyatnya. Para ibu dijauhkan dari tugas utamanya mengasuh anak. Alhasil pengasuhan anak di serahkan pada baby sister atau pada kakek-neneknya atau bahkan anak ditinggalkan begitu saja tanpa ada yang mengasuhnya. 

Dampaknya perasaan anak akan mudah rapuh. Anak seringkali meminta haknya untuk merasa diperhatikan dan dilindungi. Anak akan mencari tempat untuk merasa aman dan diperhatikan. Ketika hal ini tidak didapatkan di dalam rumah maka dia akan mencarinya keluar rumah.

Oleh karena itu, Bukan hal yang aneh ketika banyak anak yang mengalami broken home, berprilaku nakal, tidak sopan, mudah tersinggung, tidak suka dinasehati, membangkang, suka membentak orang tua, mencuri dan melakukan banyak kejahatan lainnya. Di sinilah negara tidak bisa menjamin para orang tua untuk bisa mengasuh anaknya dengan baik.

Butuh Visi dan Misi Islam 

Hancurnya generasi saat ini, akibat salahnya pola asuh orang tua. Ditambah lagi gempuran pergaulan yang semakin menambah hancurnya generasi ini tidak lain karena bobroknya kapitalisme yang saat ini menguasai negeri kita. Perekonomian menambah sulit para keluarga, sehingga mereka meninggalkan peran utamanya sebagai pendidik dan pengasuh generasi. Gempuran tsaqafah asing terus dijejalkan kepada pendidikan generasi. Pergaulan remaja semakin diarahkan kepada pergaulan Barat.

Sungguh keadaan saat ini sangat jauh berbeda dengan keadaan pada masa kekuasaan Islam. Para orang tua disiapkan untuk melahirkan para generasi yang gemilang dengan visi dan misi Islam.

Pada masa kejayaan Islam, negara mendorong para orang tua untuk melahirkan para kesatria yang kuat dan hebat, para sultan, dan para mujahid muda. Islam memberikan jaminan ekonomi kepada masyarakat. Mereka tidak lagi disibukkan dengan bekerja dan bekerja. Setiap orang tua didorong untuk mendidik anak mereka dengan kesadaran penuh terhadap kewajibannya. Para orang tua dibekali ilmu untuk mendidik anak mereka dan ketika orang tua tidak mampu mengasuh dan mendidik anaknya dengan baik, maka negara akan mengambil alih pengasuhan dan pendidikan anaknya.

Generasi yang gemilang hanya bisa kita temui dalam masa kejayaan Islam. Orang tua dan negara memiliki andil besar dalam mendidik anak. Seperti kita temui kisah Nusaibah Al-Khanza yang diberi gelar ibu para mujtahid karena mampu mengantarkan putranya menjadi para syuhada. Selain itu, ada juga kisah Najmudin dan istrinya yang memiliki visi dan misi yang sama dalam mendidik anak. Setelah dewasa lahirlah ksatria hebat yaitu Salahuddin Al-Ayubbi. Peran orang tua ini tak lepas dari kontrol negara. Bahkan bisa kita temui sebuah kisah seorang ibu yang senantiasa membawa putranya ke perbatasan tembok Konstantinopel sehingga setelah dewasa dia dapat menaklukan kota tersebut dengan gelar pemimpin pasukan terbaik dan pasukan terbaik, yaitu Sultan Muhammad Al-Fatih. Dan pada usia yang masih muda, beliau mampu menjadi seorang pemimpin negara. 

Begitupun dengan kisah seorang janda yang mampu membesarkan anaknya seorang diri tanpa harta tanpa suami. Setelah dewasa, anaknya menjadi seorang ulama besar dan seorang mujtahid yang keilmuannya masih kita pakai sampai sekarang, yaitu Imam Syafi'i. Begitulah sebagian kisah para orang tua hebat yang bisa melahirkan generasi yang gemilang. Hanya dengan Islam para orang tua akan terjamin hak dan kewajibannya. Sehingga mampu melahirkan generasi yang unggul dan ditakuti dunia. Bukan generasi alay dan rapuh seperti saat ini. 

Demikian pula, penerapan Sistem pendidikan Islam akan menjadikan pola sikap dan pola pikirnya sesuai Islam. Seorang anak akan memiliki kepribadian Islam yang tangguh dan kuat. Seperti halnya Mus'ab bin Umair yang mampu meratakan Madinah dengan dakwahnya dalam waktu satu tahun. Madinah menjadi titik awal berdirinya negara Islam. Meskipun dia terlahir dari keluarga kaya tetapi ketika Islam sudah ada dalam hatinya, ancaman apapun dari orang tuanya tak gentar melumpuhkan keimanannya.

Pola asuh dan pola didik orang tua serta jaminan dan kontrol negara Islamlah yang dibutuhkan orang tua dan negara saat ini. Sehingga kita mampu melahirkan generasi gemilang. Untuk itu marilah kita sama-sama berjuang mengembalikan sistem Islam dan kejayaannya. Agar kita mampu melahirkan generasi tangguh dan kuat yang nanti akan menjadi para pejuang agama Allah dan menjadi bekal kelak menuju surga Allah SWT. Ingatlah bahwa baik buruknya anak itu tergantung orang tuanya, tinggal kita memilih akan kita didik seperti apa anak-anak kita. Dan kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah atas pengasuhan dan pendidikan kita.

Ingatlah sabda Rasulullah bahwa amal yang akan terus mengalir ketika seseorang sudah meninggal hanyalah tiga: pertama, shadaqah jariyah. kedua, ilmu yang bermanfaat. Ketiga, Doa anak yang salih/salihah yang akan menjadi penerang dan penyelamat setiap orang tua dari siksa api neraka jahanam. Aamiin!

Wallahualam bishawab

Post a Comment

0 Comments