Musyawarah Ulama-Ulama tentang Penetapan tanggal 1 Ramadhan dalam Naskah Kuno

Oleh : Rizki Abdul Aziz 
(Mahasiswa Sastra Indonesia Unand)

IMPIANNEWS.COM

Ramadhan sendiri bulan bulan kesembilan dalam kalender Hijriah. Pada bulan ini, umat Muslim di seluruh dunia melakukan ibadah puasa dan memperingati wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad menurut keyakinan umat Muslim. Puasa Ramadan merupakan puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadan yang jumlah harinya antara 29 dan 30 hari. Waktu pelaksanaan puasa Ramadan dimulai ketika Matahari terbit di waktu fajar hingga matahari terbenam. Prosesnya yaitu menahan diri dari kegiatan makan, minum dan kegiatan lain yang dapat membatalkan puasa.

Sebelum melakukan puasa biasanya umat muslim menentukan kapan mulai puasa dengan  berbagai cara, perbedaan yang di tetapkan untuk awal bulan ramdhan dan akhir bulan ramdahan banyak terjadi di seluruh dunia, ini di sebabkan berbagai metode atau yang  terjadi pada zaman dahulu, metode yang ada di Indonesia juga banyak metodenya seperti hisab, rukyat hilal,  itu biasanya terjadi di jawa, sedangkan di Minangkabau sendiri menggunakan metode taqwin. 

Sejak Nabi mengintruksikan untuk memulai dan mengakhiri puasa Ramadan dengan rukyat hilal pada tahun kedua Hijriah, maka sejak itu sampai sekarang, setiap akhir bulan Rajab, hilal menjadi objek penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Sesuai dengan pengetahuan dan cara pemahaman terhadap instruksi Nabi tersebut, maka muncul pula beberapa cara dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadan di berbagai wilayah muslim.

Terciptalah cara penghitungan bulan dari cara tradisional sampai cara modern. Namun karena ibadah bersifat keyakinan, dan cara menghitung bulan dan metode melihat bulan adalah merupakan ijtihad, maka sampai sekarang banyak ditemukan hasil ijtihad, termasuk di Minangkabau.

Salah satu naskah kuno yang dimana menceritakan perbedaan penetapan awal bulan Ramadhan dan Akhri Ramadhan yaitu naskah asrar Al-Khafi yang dimana naskah ini bukti bahwa perbedaan awal dan akhir puasa di Minangkabau sudah terjadi sebelum datangnya gelombang pembaharu Islam, perbedaan itu tidak selalu berakhir dengan ketidaksepakatan atau perperangan. Penyelesaian perbedaan awal dan akhir puasa di kerajaan Suruaso adalah bentuk relasi kuasa umara-ulama, di mana otoritas tertinggi berada di tangan umara, raja, atau pemerintah.

Makin kuat hubungan umara-ulama makin mudah penyelesaian suatu perdebatan. Selain itu, naskah AKBT adalah cerminan dari etika berdialog dalam menyelesaikan perbedaan awal dan akhir puasa Ramadan di Minangkabau abad ke-17. Pada dasarnya, hubungan ulama-umara di Minangkabau pada abad ke-17 hampir sama dengan wilayah lain. Hanya saja, Minangkabau memiliki keunikan dengan terdapatnya pembagian tiga otoritas umara, Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat.

Musyawarah dalam naskah kuno,  Musyawarah  yang di lakukan dari para ulama untuk mencapai mufakat terjadinya penetapan awal bulan Ramdhan dan akhir bulan Ramadhan  dilandasi dengan nilai-nilai kebenaran, di mana ketentuan syarak harus dijunjung tinggi. Hal ini dinyatakan dengan kutipan ayat Quran dan hadis nabi adalah satu contoh bahwa kebenaran dalam musyawarah antara Raja Suruaso, Tuan Hafiz, dan Kiai Rangga berdasarkan pada kebenaran syarak. Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka mufakat.

Post a Comment

0 Comments