Pentingnya Menjaga Jati Diri Bagi Seorang Wanita Tergambar dalam Naskah Kuno: Burma Intisa

Penulis: Ghian Septa Ardianti
(Mahasiswi Aktif Universitas Andalas)

IMPIANNEWS.COM

Berbicara mengenai jati diri merupakan suatu hal yang tidak asing lagi bagi sejumlah orang bahkan bagi semua orang. Dimana jati diri ini adalah salah satu bentuk pencerminan dari sifat seseorang, baik dari karakter, tingkah laku, kepribadian, watak, bahkan semua yang mencakup tentang diri seseorang itu.

Jati diri tidak hanya dimiliki oleh laki laki saja, begitu pun wanita. Wanita juga memiliki jati diri yang sebenarnya mampu melebihi jati diri yang dimiliki oleh pihak laki laki, yang mana bagi wanita jati diri adalah sesuatu yang harus dipertahankan, dijaga dan yang terpenting selalu ingin hargai. Seperti hal nya, kaum wanita sering di anggap remeh oleh kaum laki-laki. Anggapan yang mengatakan laki laki itu lebih kuat, laki laki lebih berkuasa, sehingga apapun bentuknya selalu laki laki yang didahulukan tidak terkecuali dalam hal memimpin sesuatu.

Dibalik hal itu, sebenarnya kaum wanita juga ingin merasakan seperti diposisi laki laki yang selalu dianggap kuat oleh semua orang, sehingga timbulnya berbagai asumsi terkait hal itu. Seperti hal nya perempuan perempuan Aceh yang bersikeras untuk ingin mendapatkan hak yang sama antara kaum laki laki dan kaum perempuan. Terlihat jelas dalam suatu naskah kuno yang berbicara mengenai perempuan Aceh yang mencari jati dirinya, yaitu pada naskah kuno yang berjudul Burma Intisa. Dari naskah kuno itu kita tau, bagaimana perjuangan wanita Aceh untuk mencari jati dirinya, bagaimana usaha mereka agar hak hak nya diakui dan di samakan dengan kaum laki laki.

Seperti konflik konflik yang pernah terjadi di Aceh tersebut, sebagian besar konflik yang terjadi itu melibatkan kaum perempuan yang ada di Aceh, seperti adanya tindakan pencabulan, kekerasan, hingga kekerasan yang berbasis gender. Dari hal itu kita lihat mungkin hanya tersisa ketakutan, dan rasa khawatir yang dirasakan oleh wanita Aceh pada saat itu.

Kita juga mengenal bahwa dalam naskah kuno yang berjudul Burma Intisa Tersebut juga mengisahkan wanita Aceh yang tangguh, tanggung jawab, baik hati dan sopan santu. Masih tetap bisa berbuat baik, walau dalam keadaan tidak dihargai dan hak nya pun tidak pernah dianggap. Bahkan wanita Aceh masih bisa melayani keluarga nya dengan kesungguhan dan kasih sayang yang luar biasa.

Bahkan hal yang menunjukkan wanita Aceh itu adalah wanita yang tangguh, kuat dan juga pemberani dari bagaimana caranya tetap bisa bertahan dengan situasi yang sangat meresahkan dan juga bahkan merugikan mereka. Wanita Aceh digambarkan sebagai patriot yang gagah dan berani, yang berjuang dengan jiwa dan raga. 

Patriotisme wanita Aceh disebutnya sebagai perwujudan jasmaniah dari watak yang tidak kenal menyerah. Dalam bukunya yang berjudul Aceh, Zentgraaff mengatakan bahwa tidak ada bangsa yang pemberani perang serta fanatik melebihi bangsa Aceh. Perempuan Aceh, melebihi Wanita Aceh sempat menjadi pemimpin perang yang pernah terjadi di Aceh tersebut. kaum perempuan bangsa-bangsa yang lainnya dalam hal keberanian dan tidak gentar mati. Bahkan mereka pun melampaui kaum laki-laki. Aceh yang sudah dikenal sebagai laki-laki yang pemberani dan tidak takut mati dalam mempertahankan cita-cita bangsa dan agama mereka.( Zentgraaff, 1983: 95).

Dari hal itu dapat dilihat bagaimana ketangguhan para wanita Aceh dalam meraih kesetaraan yang mereka inginkan, agar bisa sama dengan kaum laki laki dan tidak di bandingkan lagi karena mereka adalah seorang wanita yang sudah lumrah dianggap sebagai kaum yang lemah. Karena bagaimanapun hak dan kewajiban yang diperoleh harus sama.

Dibalik hal itu wanita Aceh yang teguh untuk mencari dan memperhankan jati dirinya sebagai seorang wanita yang baik, penyayang dan tangguh tetap tidak melupakan kewibawaan nya sebagai seorang ibu dan seorang istri. Karena pada hakikatnya wanita Aceh memiliki empat sifat atau kepribadian dasar yang disebut adalah jati diri bagi wanita Aceh tersebut. Seperti halnya taad dan berilmu. Sisi ketaatan sudah melekat pada wanita Aceh, yaitu ketaatan kepada Allah, kepada orang tua, dan kepada suami bagi yang sudah menikah. Ketaatan tersebut ditunjukkan dalam naskah Burma Intisa secara implisit dalam kehidupan setiap insan khususnya wanita. 

Ketaatan kepada suami merupakan hal yang menarik didiskusikan karena ia menjadi satu tuntutan dalam agama dan budaya pada masyarakat Aceh. Bagi kaum wanita yang sudah berkeluarga, patuh kepada suami adalah suatu keniscayaan. Agama dan budaya mengajari bahwa seorang perempuan telah dipindahtangankan tanggung jawabnya dari orang tua kepada suami. Dalam budaya Aceh, suami menggantikan posisi orang tua seperti ibu, karena ketika ia belum menikah posisi surga masih di bawah telapak kaki ibunya, namun setelah nikah posisi surga ada di bawah telapak kaki suaminya.

Selanjutnya wanita Aceh memiliki sifat bijak dan berani. Wanita Aceh disebutkan memiliki hati yang bijak dan penuh kasih sayang terhadap keluarga dan masyarakatnya. Dengan sifatnya yang bijak, ia dijadikan sebagai tempat penyelesaian masalah. Dalam naskah Burma Intisa disebutkan bahwa Putri Sa’ila dari kerajaan langit bersedia turun ke Bumi hanya untuk menyembuhkan saudaranya yang dalam keadaan sekarat. Kemudian ia menempatkan kakaknya ke tempat yang paling aman dari bahaya setelah mendapat siksaan dari saudara laki-lakinya. (naskah Burma Intisa, halaman 6-7). Putri Sa’ila melakukan hal ini terhadap kakak iparnya, dengan harapan agar saudara laki-lakinya menyadari keliru menyiksa istrinya. Kiprah wanita yang bijak juga dapat dilihat dalam kepemimpinannya memimpin umat. Sifat terakhir yang dimiliki wanita Aceh ialah tabah dan sabar.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jati diri bagi seorang wanita memang begitu diperlukan untuk mendapatkan hal dan kewajiban yang sama dalam kehidupan sehari hari, yang mana jati diri itu teramat menggambarkan sosok dari kepribadian seseorang dalam kehidupan nya, seperti hal nya wanita Aceh yang awalnya terus mencari jati dirinya. Berkat kegigihan dan semangat yang luar biasa sekarang wanita Aceh telah memperoleh hak yang sama dan setara dengan kaum laki laki. Hingga sekarang kita tau bagaimana perjuangan wanita Aceh untuk mendapatkan hal itu. Jati diri perlu dicari dan dipertahankan oleh siapapun.

Tidak hanya itu, dari naskah kuno yang berjudul Burma Intisa, saya sebagai penulis tahu banyak hal tentang wanita wanita Aceh, bagaimana wanita Aceh menginginkan kedudukan yang sama dengan laki laki, bagaimana para wanita Aceh mencari dan menjaga jati dirinya sebagai seorang wanita. Wanita Aceh yang tangguh dan pemberani, dan banyak hal yang bisa kita peroleh dari naskah naskah kuno tersebut, seperti hal nya naskah kuno yang membahas tentang wanita Aceh.

Dari hal itu, dengan adanya translisasi naskah kuno memudahkan kita sebagai masyarakat yang belum mengenal mengenai naskah kuno yang bisa memberikan kita berbagai macam informasi yang sempat terjadi di masa dahulunya, melalui naskah kuno tersebut dengan mudah kita memperoleh hal tersebut.

Post a Comment

0 Comments