Menjadi Pemimpi Bersama Langston Hughes

Photo: Underwood Archives/Getty Images

Oleh : Farhan Rozadi dan Ferdinal
(Civitas Academica Unand)

IMPIANNEWS.COM

Langston Hughes adalah seorang novelis berdarah Afrika-Amerika yang lahir pada 1 Februari 1902 dengan nama lengkap David Herbert Richards Lawrence. Selain aktif sebagai novelis Hughes juga aktif sebagai penyair, aktivis sosial, kolumnis, penulis naskah dan lagu Amerika, serta juga dikenal sebagai bapak Harlem Renaissance. Hughes dihadapkan pada legenda tentang leluhurnya yang membuatnya merasa terdorong untuk menunjukan dirinya sebagai warga kulit hitam melalui seni daripada kekerasan. The Weary Blues (1926) dan Fine Clothes to the Jew (1927) adalah dua karya pertamanya.

Sebagai seorang kulit hitam yang hidup di Amerika pada saat itu, Hughes mengalami banyak masalah sosial. Para keturunan Afrika-Amerika benar-benar menerima banyak tindakan rasisme terhadap mereka. Oleh karena itu, Hughes sering merepresentasikan kehidupan warga kulit hitam di Amerika seperti pada novel  “Pictorial History of the Negro in America”, “Negro Speaks of Rivers”, dan ”Famous Negro Heroes of America”. Karena seringnya Hughes menggambarkan kehidupan keturunan Afrika-Amerika pada karyanya, Hughes menjadi tokoh penulis penting bagi warga keturunan Afrika-Amerika.

Tindakan rasisme yang diterima warga kulit hitam saat itu sangatlah menakutkan. Kita semua pasti akan sangat tertekan jika menerima tempaan sosial yang sangat besar seperti itu. Namun, Hughes menemukan jalan keluar terbaik baginya. Langston Hughes sering menggunakan keresahan pribadinya sebagai landasannya untuk menulis. Termasuk pada sebuah puisinya yang berjudul ‘Dreams’.  

Hughes tidak menggambarkan kita sebagai seorang pemimpi dengan orang yang sedang tertidur atau seseorang yang pemalas. Bagi Hughes, mimpi adalah cara untuk mengembalikan motivasi hidup, serta semacam pelarian 'positif' dari dunia luar yang keras. Dalam imajinasinya sebagai penulis dunia luar mungkin sudah menghancurkan harapan kita dalam menjalani kehidupan. Namun jika kita memiliki mimpi, kita akan mampu mengembalikan motivasi tersebut agar hal-hal yang kita impikan dapat kita capai.

Pada puisi ‘Dreams’ Hughes sangat mendorong kita sebagai pembacanya untuk bermimpi. Pada bait pertama, Hughes menggambarkan jika kita tidak bermimpi kita akan hidup seperti seekor burung yang rusak sayapnya. Burung tersebut tidak akan dapat terbang dengan baik dan akhirnya akan terjatuh. Tentu hidup menjadi seekor burung yang tidak mampu terbang akan menyurutkan semangat kita dalam menjalani hidup. Apalagi jika melihat kawanan burung lainnya sedang terbang tinggi menghiasi langit. 

Pada bait kedua Hughes juga menggambarkan apa yang akan terjadi jika kita tidak memiliki mimpi. Kita akan hidup seperti ladang tandus yang membeku ditutupi salju. Ladang tersebut tidak memiliki manfaat, kita tidak bisa bercocok tanam di sana, dan hewan juga tidak akan bermain di sana. Tentu kita sebagai manusia tidak ingin menjadi makhluk yang tidak bermanfaat bagi manusia lainnya dan alam disekitar kita.

Tujuan Hughes mendorong pembacanya untuk bermimpi  agar pembaca dapat menjadi orang yang memiliki harapan dan keinginan. Orang yang memiliki keinginan tentu akan berusaha untuk menggapai keinginannya. Dengan begitu kita akan memiliki semangat hidup yang lebih agar tidak terjatuh seperti seekor burung yang rusak sayapnya atau menjadi sebuah ladang membeku di bawah salju.

Tulisan Hughes bisa dibaca sebagai upaya dia mewujudkan impian seperti yang sudah diungkap oleh orang-orang besar sebelum dia. Misalnya, Rene Descartes (1596-1650), seorang filsuf terkenal pada masanya, yang menyatakan bahwa mimpi dapat membuat sipemimpi mengimajinasikan mimpinya ke dunia nyata. Rene Descartes juga menyatakan keniscayaan seseorang terhadap suatu hal dapat dibantu mewujudkannya dengan mimpi. Dengan begitu, mimpi dapat mengubah pemahaman seseorang terhadap sesuatu.

Dua, Kant (1724-1804) juga menyatakan tentang mimpi pada bukunya The Dreams of  The Spirit bahwa mimpi akan terlihat jauh lebih jelas dari dunia nyata karena indera kita yang lain sedang tidak bekerja. Mimpi menjadi representasi dari pekerjaan kita di dunia nyata. Kita seabagi manusia lebih merasakan mimpi kita itu sendiri dibanding kehidupan yang sedang kita jalani. Karena mimpi benar-benar hal yang kita inginkan dan selalu terbayang saat kita tertidur.

Tiga, Sigmund Freud (1856-1939), ilmuwan yang pernah sezaman dengan Hughes yang juga seorang psikoanalis mengatakan kita harus percaya pada mimpi, mimpi yang akan mencari jalannya, dan mimpi yang akan membantu hingga sampai di tujuannya. Mimpi yang datang dari alam bawah sadar mampu mengarahkan manusia untuk mencapai tujuannya. Manusia dengan begitu akan melakukan usaha-usaha tersebut secara tidak sadar karena itu berasal dari alam bawah sadar. Ucapan Sigmund Freud ini harusnya dapat kita jadikan motivasi untuk tetap bermimpi. Mimpi bukan menjadi tanda kita sebagai orang pemalas, tapi adalah tanda bahwa kita memiliki keinginan yang harus kita capai.

Meskipun bermimpi sering dianggap sebagai hal yang yang tidak bermanfaat. Namun, mimpi menjadi batu loncatan kita untuk kembali menyusun kehidupan. Semua hal yang ingin kita capai, cita-cita, serta harapan semua itu dimulai dari mimpi. Puisi Hughes dikatakan telah menggelitik minat Martin Luther King Jr. (aktivis kulit hitam Amerika), dia kadang-kadang mengulangi puisi Hughes dalam pidatonya, terutama dalam pidatonya yang terkenal "I Have a Dream". 

Perjuangan hidup Hughes beserta pesan yang dibawa oleh puisinya benar benar menjadi sebuah mimpi yang cerah bagi warga kulit hitam di Amerika. Hughes mampu menjadi seorang tokoh yang membela hak dari sesama kulit hitam di Amerika. Itu adalah mimpi Hughes beserta warga kulit hitam lainnya agar hak mereka terpenuhi. Sekarang kita harus mampu menemukan mimpi kita dan mengeluarkan segala usaha agar mimpi tersebut bisa tercapai.

Post a Comment

0 Comments