Kampus Kurikulum Industri, Apa Bahayanya?

Oleh: Dewi Royani, MH
Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan

IMPIANNEWS.COM

Presiden Joko Widodo meminta perguruan tinggi berinisiatif mengajak pelaku industri atau praktisi ikut mendidik para mahasiswa. Hal ini agar mahasiswa mampu bersaing di pasar kerja yang semakin terbuka dan terglobalisasi. "Ajak industri ikut mendidik para mahasiswa sesuai dengan kurikulum industri, bukan kurikulum dosen agar para mahasiswa memperoleh pengalaman yang berbeda dari pengalaman di dunia akademis semata,"kata Presiden Jokowi dalam Konferensi Forum Rektor Indonesia, Konvensi Kampus XXVII dan Temu Tahunan XXII secara virtual, Selasa (27/7). (Republika.co.id, 27/07/2021).

Masih dari sumber yang sama, presiden mengatakan perguruan tinggi sangat membutuhkan kolaborasi dengan praktisi dan pelaku industri. Demikian pula sebaliknya, para pelaku industri sangat membutuhkan talenta dan inovasi teknologi dari perguruan tinggi. Menurutnya, penting bagi mahasiswa diberikan kesempatan belajar kepada siapa saja dan di mana saja, termasuk dari para praktisi dan pelaku industri. Kurikulum harus memberikan bobot SKS yang jauh lebih besar bagi mahasiswa untuk belajar dari praktisi dan industri.

Senada dengan pernyataan presiden, Brand Communication Manager Kalbis Institute, Raymond Cristantyo mengatakan saat ini perguruan tinggi harus menjadi rumah bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan akademik dan non akademik. Misalnya Kalbis Institute langsung menggandeng beberapa industri di Indonesia maupun luar Indonesia untuk bekerjasama. Salah satu kerjasamanya adalah dengan MAP Retail Academy salah satu unit dari MAP Group untuk pengembangan pendidikan, pelatihan, serta program sertifikasi. (Medcom.id,22/01/2021)

Sekilas seruan tersebut seakan menjadi terobosan kekinian, yaitu membentuk lulusan perguruan tinggi yang siap diserap lahan kerja. Namun,apakah hal itu berarti mengalihkan orientasi pendidikan tinggi dari intelektual inovatif kepada profit? 

Apabila ditelisik seruan presiden Jokowidodo dapat diartikan asas daripada kurikulum dan pengajaran harus berfokus pada industri. Dengan kata lain target pendidikan menitikberatkan pada aspek kompetensi untuk menghadapi dunia kerja. 

Jika demikian, arah pendidikan mau tidak mau akan mengikuti kebutuhan pasar dan dunia industri. Mata kuliah yang tidak sesuai atau tidak dibutuhkan pasar akan dihilangkan. Minat peserta didik pun akan bergeser kepada kebutuhan pasar. Hal ini tentunya akan mengakibatkan berkurangnya SDM untuk sektor vital kehidupan seperti program studi pertanian, peternakan, perikanan karena dianggap tidak menjanjikan.

Bahaya lain Industri dijadikan asas pendidikan adalah hilangnya potensi intelektual.  Karena lulusan pendidikan tinggi hanya dididik untuk menjadi pekerja semata yang menjalankan mesin industri di bawah perintah atasannya yaitu para korporat. Padahal sejatinya orientasi pendidikan di perguruan tinggi adalah menghasilkan generasi yang berkarakter, intelek dan inovatif. Berawal dari pendidikan tinggilah akan melahirkan para intelektual, para pakar keilmuan diberbagai bidang. Ditangan para intelektual yang inovatif akan lahir inovasi baru yang bermanfaat untuk masyarakat.

Apabila bangsa ini ingin menjadi negara maju, aeharusnya negeri kita ini menyusun kurikulum yang bisa menciptakan generasi yang berkarakter yaitu berkepribadian mulia dan pakar di berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu  pendidikan tidak boleh dijadikan alat untuk berkuasanya para korporat. Semua itu tidak bisa diraih jika masih menjadikan pendidikan di bawah asuhan kapitalisme.

Pendidikan dalam asuhan kapitalis sekuler akan menjadikan materi sebagai standar. Keberhasilan pendidikan akan diukur jika lulusannya dapat menghasilkan materi yakni lulusan yang hanya siap memenuhi kepentingan dunia usaha dan industri milik korporasi. Pada akhirnya generasi yang terbentuk di negeri ini  hanya akan fokus untuk memperkaya diri, keluarga, paling banter memajukan perusahaan saja. Lantas, kepada siapa kita berharap? islam satu-satunya ideologi yang layak dijadikan tumpuan dan harapan masyarakat Indonesia, bahkan dunia.

Pendidikan dalam Islam bukanlah komoditas pasar yang bisa diperjualbelikan. Kurikulum tidak bisa dirubah sesuai keinginan korporasi. Dalam Islam, pendidikan bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam bukan berbasis kebutuhan pasar. Pendidikan Islam juga mendorong para lulusan bermental pemimpin peradaban dengan memadukan orientasi dunia dan akhirat menjadi satu kesatuan sehingga berhasil membentuk generasi mulia yang beradab sekaligus sukses mencetak SDM unggul di segala bidang kehidupan.

Negara hadir sebagai penanggung jawab utama dalam pelayanan pendidikan untuk masyarakat tanpa hitungan untung rugi. Negara tidak akan membiarkan sekelompok orang termasuk para korporat  menarik keuntungan sepihak. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya sehingga setiap lulusan khususnya laki-laki dipastikan dapat bekerja sesuai kompetensinya. Semoga peradaban Islam segera tegak kembali dalam waktu yang tidak lama lagi.

Post a Comment

0 Comments