PDNS Diretas, Negara Lemah terhadap Riset Terkini

Oleh : Tia Restu

IMPIANNEWS.COM

Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 lumpuh sejak 20 Juni imbas serangan ransomware Lockbit 3.0.(nasional kompas.com 27/06/2024)

Direktur Network & IT Solution PT Telkom Indonesia Tbk Herlan Wijanarko mengungkap, terdapat 282 pengguna PDNS 2 terdampak serangan.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A. Pangerapan menyatakan proses recovery atau pemulihan jangka pendek dilakukan dengan mengembalikan layanan di Disaster Recovery Center (DRC) Sementara dengan menggunakan data back up PDNS 1 dan PDNS 2.

Pengamat kebijakan publik Dr. Rini Syafri menilai, peretasan terjadi karena negara lemah dalam penguasaan riset terkini.“Ini terbukti dari peretasan PDNS 2 yang saat ini masih belum teratasi,” ungkapnya kepada MNews, Rabu (3-7-2024).

Hal ini niscaya, manakala politik riset negara berlandaskan pada paradigma kapitalisme triple helix, yang menjadikan desain riset berada di bawah kendali korporasi dan negara-negara kafir penjajah, serta diperparah oleh politik industri berbasis industri kreatif.

Artinya, persoalan peretasan PDNS 2 bukan sekadar persoalan teknis, seperti anggaran, buruknya back up data, dan personel yang tidak amanah dan tidak capable. Lebih dari itu, ini adalah persoalan paradigmatik sistemis. Khususnya, sistem politik negara dan politik riset berikut politik industri yang diterapkan, di samping rendahnya visi misi negara.

Pada tataran ini, persoalan peretasan PDNS 2 benar-benar tertuntaskan hanyalah ketika kemajuan teknologi Revolusi Industri (RI) 4.0 dalam hal Internet of Things (IoT) dan big data ada di bawah kendali negara yang berkarakter sebagai negara pertama sekaligus penyejahtera.

Karakter istimewa itu hanya dimiliki negara Islam. Oleh karenanya, kehadirannya di era RI 4.0 merupakan perkara urgen bagi negeri ini dan dunia. Islam berpandangan bahwa pemanfaatan teknologi oleh negara pada penyelenggaraan layanan publik dalam rangka pemenuhan berbagai hajat hidup mereka, termasuk perkara teknis.

Untuk itu, wajib mengacu kepada tiga prinsip. Pertama, sederhana dari segi aturan. Kedua, cepat dalam pelaksanaan. Ketiga, dilakukan oleh orang yang kapabel.

Hal ini, ditegaskan Rasulullah saw. melalui lisannya yang mulia yang artinya, “ __Sesungguhnya Allah Swt. mewajibkan berlaku ihsan dalam segala sesuatu.”_ 

Di samping itu, juga untuk kemudahan negara menjalankan fungsi-fungsi politik, khususnya sebagai pihak yang berada di garda terdepan dalam mencegah terjadinya perkara yang membahayakan kehidupan masyarakat

layanan publik itu mencakup hak publik terhadap layanan pemenuhan hajat asasi kolektif, seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan, juga kebutuhan pokok yang bersifat personal, seperti pangan, sandang, dan papan.

Prinsip ini juga harus digunakan dalam pemenuhan hak mereka untuk mendapatkan layanan transportasi, energi, dan berbagai dokumen seperti KTP, SIM, dan lain sebagainya yang diperlukan untuk mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara.

Negara pun haruslah memiliki kemampuan teknologi yang memadai dalam perkara di atas, baik dari segi penguasaan riset terkini maupun industri yang akan mengubah hasil riset menjadi benda teknologi yang bisa dimanfaatkan, tanpa gangguan peretasan.

Hal seperti di atas, niscaya bagi Khilafah karena konsep Islam tentang politik riset bersifat mandiri dan berdaulat di samping bertujuan bagi percepatan terwujudnya visi negara, yakni kesejahteraan bagi seluruh alam.

Di sisi lain, politik industri yang berbasis industri berat meniscayakan Khilafah akan memimpin dunia dalam kecanggihan tekhnologi RI 4.0 khususnya dalam hal big data dan IoT.

Di saat bersamaan, negara harus memastikan agar publik benar-benar memperoleh fasiitas teknologi gratis berikut pengetahuan yang memadai agar tidak kesulitan dalam pemanfaatannnya sebab Rasulullah saw. bersabda, ”Berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat mereka lari/takut.Mudahkanlah dan jangan menyulitkan.”

Wallahu'alam bishawwab

Post a Comment

0 Comments