TABUNGAN PEMALAK RAKYAT

Oleh: Iin Indrawati

IMPIANNEWS.COM

Setelah Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 disahkan tentang perubahan atas PP nomor 25 tahun 2020 tentang Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) oleh Presiden Jokowi, kini gaji para karyawan harus dipotong sebesar 3%. Ini merupakan program pemerintah untuk mengadakan kepemilikan rumah bagi karyawan dengan harga yang murah dan terjangkau dengan bunga rendah.

Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa seluruh karyawan wajib mengikuti penyelenggaraan Tapera dengan kriteria berumur minimal 20 tahun, sudah menikah, dan memiliki upah minimal sebesar upah minimum. Sementara itu, golongan pekerja yang wajib mengikuti Tapera yaitu seluruh kategori PNS, Polri, TNI, karyawan BUMN, karyawan BUMD, hingga pegawai mandiri atau sektor informal.

Jika karyawan bekerja dalam sebuah lembaga, maka pemberi kerja wajib mensubsidi sebesar 0,5% dan karyawan menyetorkan sebanyak 2,5% untuk Tapera tersebut. Untuk kerja mandiri atau sektor informal, pekerja harus menyetorkan 3% penuh dari gaji pribadi. Dasar perhitungannya dari upah minimum.

Penyelenggaraan Tapera kini masih dihadapi dengan pro kontra, tetapi Presiden Jokowi menegaskan bahwa manfaatnya akan sangat terasa nanti (AYOBANDUNG.COM, 30/5/2024).

Tapera merupakan skema penyimpanan yang dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tertentu untuk pembiayaan rumah dan/atau dikembalikan setelah kepesertaan berakhir. Namun, pemotongan 3% gaji pekerja untuk Tapera sangat membebani rakyat. Bagi pekerja dengan gaji UMR, potongan 3% untuk Tapera makin memperkecil nominal gaji yang mereka terima.

Gaji pekerja sejatinya sudah dipotong dengan beragam program, seperti pajak penghasilan (5-35%), jaminan hari tua (2%+3,7% perusahaan), jaminan pensiun (1%+2% perusahaan),  jaminan kematian (0,3%),  BPJS kesehatan (1%+4% perusahaan),  dan iuran Tapera (2,5% dan 0,5% oleh pemberi kerja).

Ketua Umum DPN Apindo, Shinta W. Kamdani, dalam keterangan tertulis yang diterima Hukumonline, Rabu (29/5/2024), mengatakan bahwa, program Tapera dinilai memberatkan, baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja/buruh. Seharusnya hal ini tidak diperlukan. Karena di dalam PP No.55 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang mengatur maksimal 30% dapat digunakan untuk program manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan pekerja, dan selama ini dana MLT tersedia dalam jumlah yang besar, tapi pemanfaatannya sedikit.

Untuk mendapat fasilitas perumahan bisa memanfaatkan MLT dari sumber dana program Jaminan Hari Tua (JHT) yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan. Setidaknya dana tersebut bisa digunakan untuk 4 manfaat yakni pinjaman KPR, pinjaman uang muka perumahan, pinjaman renovasi perumahan dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi.

Berdasarkan paparan dari Ketua Umum DPN Apindo, Shinta W. Kamdani tersebut, dapat dilihat bahwa seperti inilah kebijakan yang diambil dalam sistem sekuler kapitalistik.

Karena rumah merupakan kebutuhan pokok yang sulit dijangkau, maka Tapera ini dianggap sebagai satu alternatif solusi. Padahal, seharusnya yang bertanggung jawab dan berkewajiban menyediakan perumahan bagi rakyat adalah pemerintah, bukan dari memotong gaji para pekerja. 

Lebih parah lagi, Tapera ini akan berpotensi menjadi lahan baru korupsi. Karena dengan simpanan yang begitu panjang, tidak ada yang bisa menjamin dana simpanan Tapera akan aman. Tampaknya pemerintah tidak mau belajar dari peristiwa BPJS Kesehatan, korupsi Asabri, Jiwasraya, dan Taspen. 

Berbeda dengan sistem Islam, yaitu khilafah. Pemimpin hadir untuk memberikan layanan terbaik yang tugasnya adalah mengurusi rakyat, bukan mengeruk keuntungan dari rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya” (HR Bukhari).

Jadi, kebutuhan pokok rakyat dari mulai sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan dijamin oleh khilafah dengan mekanisne yang telah ditetapkan syariat. Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar bagi rakyat. Sudah semestinya penyelenggaraan perumahan rakyat sepenuhnya menjadi tanggungan negara, tanpa kompensasi dan tanpa iuran wajib.

Negara bisa memberikan kemudahan pembelian tanah dan bangunan, juga bisa membangun perumahan rakyat dengan harga yang sangat terjangkau atau murah. Untuk memampukan rakyat memiliki rumah, khilafah memastikan terbukanya lapangan kerja untuk rakyat, dan bagi rakyat miskin yang tidak mampu memiliki rumah, khilafah hadir untuk menjaminnya. Dalam melaksanakan tugas ini, khilafah tidak dibenarkan menjadi regulator, apalagi mengalihkannya pada swasta atau korporasi. Jangan sampai kebijakan yang dibuat akan menyusahkan rakyat.

Pembiayaan pembangunan rakyat miskin diambil dari baitul maal. Sumber-sumber pemasukan dan pengeluarannya semua diatur berdasarkan ketentuan syariat. Artinya pemerintah tidak dibenarkan menggunakan konsep berbasis kinerja apalagi mengkomersilkan jaminan pemenuhan perumahan.

Bagi rakyat miskin yang memiliki rumah, namun tidak layak huni, dan memerlukan renovasi, maka khilafah harus segera merenovasinya. Sehingga hasilnya bisa langsung dirasakan. Khilafah bisa langsung membangunkan rumah untuk rakyat miskin, di lahan-lahan negara dan juga boleh memberikan tanah miliknya kepada mereka secara gratis untuk dibangun rumah, selama bertujuan untuk kemaslahatan. Khilafah tidak boleh menyerahkan dana pembangunan rumah rakyat miskin kepada operator properti, sehingga dengan leluasa mengkomersilkan hunian yang dibangun dari dana tersebut untuk mencari keuntungan.

Demikianlah pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, termasuk jaminan perumahan akan terselenggara dengan benar dan tepat, jika sistem Islam kafah dapat diterapkan dengan sempurna, di bawah naungan negara khilafah. Wallahu a'lam.

Post a Comment

0 Comments