Menyelesaikan Karhutla dengan Tuntas, Butuh Support Sistem yang Tepat

Penulis : N' Aeni Rahmah

IMPIANNEWS.COM

"Iya, ini memang panasnya itu, panasnya itu memang kemaraunya itu memang panjang, dan panasnya memang melebihi dari normal yang ada," Sebuah ungkapan Presiden Jokowi kepada wartawan di Istora Senayan Jakarta (Sabtu, 7/10/2023)

Jokowi menyampaikan Karhutla bisa terjadi di negara mana pun, namun menurutnya, kondisi saat ini jauh lebih baik dibanding beberapa tahun lalu. 

"Setiap kebakaran pasti mengeluarkan asap, asap akan terbawa angin kemana-mana, yang penting saya sudah perintahkan Kapolri dan Pemda untuk segera menangani sekecil apapun titik api sehingga tidak membesar". (detikNews Senin, 09/10/2023).

Karhutla selalu berulang di negeri ini, namun berulangnya tak pernah menjadi pelajaran untuk mengevaluasi terhadap penanganan dan mitigasi dalam pencegahan agar di masa datang tidak terjadi lagi.

Benarkah faktor cuaca yang menjadi penyebab utamanya? atau ada unsur kesengajaan perusahaan / korporasi membakar hutan lahan?

siapakah yang berperan penting dan penanggung jawabnya?

_

Semakin Meluas

-

Karhutla tersebar di wilayah Indonesia, mengutip Katadata (18-8-2023), terdapat 10 provinsi dengan luas area karhutla terbesar periode Januari-Agustus 2023 :


1. Kalimantan Barat : 54.402 ha

2. Nusa Tenggara Timur : 50.396 ha

3. Nusa Tenggara Barat  : 26.453 ha

4. Kalimantan Selatan  : 24.588 ha

5. Papua Selatan  : 22.121 ha

6. Jawa Timur : 18.780 ha

7. Kalimantan Tengah  : 18.058 ha

8. Maluku : 9.312 ha

9. Jawa Tengah : 5.376 ha

10. Jawa Barat  : 4.641 ha

Secara kumulatif, luas kebakaran hutan dan lahan nasional periode Januari-Agustus 2023 :  267.935,59 ha. sudah melampaui  Karhutla sepanjang 2022. Artinya intensitas kebakaran tahun ini lebih tinggi dibanding tahun lalu.

Dampak Kapitalisasi

_

Cuaca kemarau panjang dan elnino bukanlah faktor utama terjadinya karhutla. Disinyalir ada unsur kesengajaan yang dilakukan perusahaan/ korporasi membakar hutan dan lahan. Terbukti ada 22 perusahaan yang di gugat oleh Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan tuduhan 22 korporasi atau perusahaan itu penyebab karhutla di Indonesia. 

Dimulai sejak terbitnya UU 5/1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kehutanan disinyalir UU inilah yang memicu para penguasa dan konglomerat mengeksplorasi hutan. Pemerintah sangat mengakomodasi segala usaha pengelolaan hasil hutan dengan pemberian konsesi hak pengusahaan hutan, hak pemungutan hasil hutan hingga konsesi hutan tanaman industri.

Menurut pemerintah dengan adanya UU tersebut bisa memutar roda perekonomian. Faktanya UU ini menjadi jalan bagi korporasi untuk berpesta pora mengeksploitasi secara serampangan yang memunculkan banyak konflik sosial dan bencana ekologis.

Walaupun, negara telah melakukan gugatan dengan sanksi ganti rugi terhadap puluhan korporasi yang terlibat dalam karhutla tidak membuat efek jera jika regulasi yang mengapitalisasi hutan tetap berlaku. Bagi para kapitalis, pembakaran hutan adalah cara termurah dan hemat biaya dalam membuka lahan baru.  Mereka menutup mata  terhadap dampak kerusakan, baik yang terjadi pada lingkungan maupun masyarakat. 

Kabut asap dari karhutla tidak hanya menyelimuti Indonesia namun sampai ke Malaysia dan Singapura, menjadikan masyarakat rentan terpapar infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). 

Pemerintah semestinya melakukan evaluasi terhadap penanganan yang ada. Apakah mitigasi dalam mencegah dan mengatasi karhutla selama ini berjalan efektif dan antisipatif? 

Oleh karena itu, permasalahan karhutla bukan hanya persoalan tehnis semata tetapi harus dituntaskan secara sistemis.

_

Islam Support Sistem Unggul

_

 Terbukti selama pengelolaan hutan menggunakan konsep kapitalisme dan kebebasan kepemilikan menjadi dasar bagi korporasi dalam menguasai aset-aset strategis, seperti tambang dan hutan.  Paradigma kapitalisme inilah yang menjadikan hutan sebagai SDA yang boleh dikelola secara bebas oleh swasta maupun individu.

Berbeda dengan Islam, Islam memiliki paradigma yang khas dan solutif. Nabi saw bersabda , "Manusia berserikat dalam kepemilikan atas tiga hal yakni; air, padang gembalaan dan api ". (HR Imam Ahmad)

Dalam hadist ini, hutan merupakan milik umum artinya tidak boleh dikuasai individu, tetapi harus dikelola oleh negara dan hasilnya menjadi hak rakyat dalam memanfaatkannya.

Menyelesaikan Karhutla memang butuh dukungan  berbagai pihak bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat, lembaga serta aparatur sipil. Butuh dukungan dari pihak lain yang akan membantu menghadapi masalah, menyelesaikan masalah dan keluar dari masalah.

Kita membutuhkan support sistem yang tepat,  support sistem secara sistemik itulah negara yang berlandaskan akidah Islam.

Penting menjadikan akidah Islam sebagai pondasi dalam kehidupan bernegara. Negara yang menerapkan Islam secara komprehensif akan mampu menjaga individu, masyarakat dan pemerintahan dari perilaku yang  membahayakan diri, komunitas dan negaranya. 

Negara berasas Islam akan mendesain kurikulum pendidikan untuk mencetak manusia yang beriman dan bertakwa. Melahirkan orang-orang yang menjadikan keridhaan Allah Swt sebagai kebahagiaan dan tujuan tertinggi. Berbeda dengan negara sekular yang melahirkan manusia rakus dan tamak.

Melalui sistem pendidikan  Islam, negara akan mengembangkan kemajuan teknologi dalam pengelolaan hutan dan lahan, melakukan optimalisasi tanpa mengganggu dan merusak ekosistem.

Negara juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam dan mengatur kepemilikan menjadi tiga, ada kepemilikan pribadi, umum dan negara. Di dalam kepemilikan umum penguasaan dan pengelolaan akan diambil alih oleh negara, sehingga nantinya aset semacam ini menjadi sumber pemasukan negara yang sangat melimpah.  Dari pendapatan hasil mengelola SDA inilah akan dipakai untuk mengurus seluruh kebutuhan rakyat dan akan didistribusikan secara merata dalam bentuk pelayanan publik dan jaminan kebutuhan pokok.

Adapun dalam kepemilikan tanah lahan, individu boleh memiliki lahan sesuai jalan yang dibenarkan syariat. Pemilik lahan harus mengelola lahannya secara produktif, tidak boleh menelantarkannya selama tiga tahun. Jika menelantarkan selama tiga tahun, maka status tanahnya berubah menjadi tanah mati kemudian negara akan memberikannya kepada seseorang yang dianggap bisa menggarap dan menghidupkan tanah tersebut. Dalam pengelolaan tanah lahan tidak dibenarkan melakukan pembakaran, menghilangkan unsur hara dan merusak ekosistem.

Negara juga akan memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa menjaga alam dan ekosistem adalah kewajiban bagi setiap muslim. Negara akan melakukan sistem  pengawasan bagi setiap aktivitas yang bertujuan untuk memanfaatkan hutan baik secara individu maupun kelompok. Jika ditemukan pelanggaran  maka akan diberikan sanksi tegas berdasarkan hukum Islam yang berefek jera.

Melalui negara yang menerapkan Islam secara sempurna ini akan tercipta kesejahteraan, keharmonisan, rakyat, alam dan kekayaan SDA akan terjaga. Bukan negara yang memberikan kekayaan kepada segelintir orang dan menjual aset-aset kepada asing dan korporasi.

Negara akan hadir sebagai junnah yang  melindungi, membentengi dan menjaga kedaulatan negara.

Negara yang hadir sebagai junnah itulah Khilafah Islamiyyah. Pada saat itu seberat apapun masalahnya pasti ada solusinya. Karena akan ada syariat Islam yang ditetapkan oleh negara.

Wallahu 'alam bii showab

Post a Comment

0 Comments