Didi Irawadi Syamsuddin Membeberkan Kejanggalan dalam Rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja

 Didi Irawadi Syamsuddin Membeberkan Kejanggalan dalam Rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja



Ilustrasi ruang DPR

IMPIANNEWS.COM (Jakarta).

Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin membeberkan kejanggalan dalam Rapat Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

Katanya, ia sama sekali belum menerima naskah RUU tersebut wlaau ia hadir dalam rapat, dan anehnya, pimpinan dewan diakui terburu-buru mengesahkan dan tetap memaksakan rapat itu.

"Jika alasan pimpinan dewan tidak cukup waktu mencetak dan membagikannya, justru harusnya pimpinan dewan bisa bersikap bijak dan memutuskan rapat untuk ditunda dulu. Bukannya malah tergesa-gesa dan tetap memaksakan rapat."

Ia menyarankan, seharunsya pimpinan dewan mempersiapkan lagi naskah RUU tersebut dengan sebaik-baiknya, sehingga seluruh anggota dewan mendapatkan RUU yang lengkap & komprehensif.

Ironisnya, ia malah menemukan, justru dalam rapat sekelas komisi atau badan, baik naskah atau bahan rapat lainnya, bisa ia dapatkan jauh-jauh hari.

DPR memang belum tegas mengatur hal tersebut dalam Tatib DPR, tetapi menurutnya, kebiasaan baik yang sudah berjalan selama ini dalam paripurna, dengan membagikan terlebih dahulu RUU yang hendak dibahas, seharusnya tetap terjaga.

Didi menambahkan, pada era kecanggihan teknologi, naskah bahan-bahan rapat dengan mudah bisa dikirim secara online, bisa melalui WA, email dan sebagainya. Namun, ia merasa berbeda.

"Ingat, kami kemarin hadir pada forum rapat tertinggi DPR. Dalam forum rapat tertinggi ini, adalah wajib semua yang hadir diberikan naskah RUU. Jangankan yang hadir secara fisik, yang hadir secara virtual pun harus diberikan. Antara lain via online."

"Harusnya pimpinan DPR memastikan dulu bahwa RUU yang begitu sangat penting dan krusial yang berdampak pada nasib buruh, pekerja, UMKM, lingkungan hidup dll, sudah ada di tangan seluruh anggota DPR, baik yang fisik dan virtual."

Selain itu, Didi juga mengungkapkan kejanggalan lain yakni undangan rapat diberitahu hanya beberapa jam sebelum paripurna. "Untuk Rapat Paripurna yang sangat penting ini, inilah undangan rapat yang telah memecahkan rekor undangan secepat kilat. Ada apa gerangan ini? Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan krusial ini."

Sebelumnya, Didi mengaku rapat dijadwalkan akan dilakukan pada tgl 8 Oktober 2020. Entah ada alasan apa, tiba-tiba menjadi 5 Oktober, tanpa informasi yang cukup dan memadai. Sehingga ia merasa rapat itu menjadi rapat yang dadakan, tergesa-gesa, dan terkesan dipaksakan.

"Jika alasan pimpinan DPR mempercepat paripurna tgl 5 Oktober karena alasan bahwa COVID-19 di DPR yang telah menimpa beberapa anggota DPR dan pegawai. Maka justru karena hal itu, khusus terkait RUU Cipta Kerja yang sangat penting dan krusial ini, mutlak haruslah ditunda dulu."

"Tidak boleh dibawa ke forum tertinggi paripurna dengan terburu-buru dan tergesa-gesa. Agar tercapai keputusan yang bijaksana, aspiratif dan memberi solusi yang terbaik bagi anak bangsa."

"Akhir kata sekali lagi, keputusan rapat paripurna RUU Ciptaker sesat dan cacat prosedur," tandasnya.***


Post a Comment

0 Comments