Harga Emas Bisa Rontok, Begini Tanda-tandanya



Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

IMPIANNEWS.COM (Jakarta).

Harga emas dunia Senin kemarin melemah 0,51% ke US$ 1.732,06/troy ons, setelah sebelumnya menguat 1,35% ke US$ 1.764,55/troy ons. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 12 Oktober 2012.

Secara teknikal, emas yang disimbolkan XAU/USD mendapatkan momentum penguatan setelah menembus pola Triangle (garis biru) pada Kamis (14/5/2020) lalu. Tetapi pergerakan emas kemarin jika dilihat dengan candle stick membentuk pola Shooting Star.

Jika dilihat pada grafik, body (badan) candle stick kecil di bagian bawah, sementara tail (ekor) panjang ke atas. Pola tersebut disebut Shooting Star, dan kerap dijadikan sinyal pembalikan arah atau XAU/USD akan bergerak turun, alias emas berisiko melemah.

Secara psikologis, pola Shooting Star menunjukkan trader yang menjual emas berusaha mendominasi pasar.

Risiko penurunan emas semakin besar melihat indikator Stochastic yang mulai turun dari wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli (di atas 80), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun.

Support (tahanan bawah) terdekat berada di kisaran US$ 1.720/troy ons, jika dilewati emas berisiko melemah ke US$ 1.708 sampai 1.700/troy ons.

Penembusan konsisten di bawah level tersebut berisiko membuat emas drop dan kembali memasuki fase konsolidasi, dengan target bawah ke US$ 1.660/troy ons.

Resisten terdekat berada di kisaran US$ 1.746/troy ons, hanya penembusan di atas level tersebut yang bisa membuat emas kembali menguat.

Sementara untuk jangka panjang, outlook emas masih bullish alias dalam tren naik.

Secara fundamental, emas tertekan setelah adanya kabar bagus dari vaksin virus corona yang diproduksi bioteknologi Moderna di AS. Moderna menyatakan hasil uji klinis pertama vaksin cukup positif. Pasalnya, imun atau antibodi dari 8 orang yang diujicobakan mampu menghasilkan antibodi virus corona.

Perusahaan memulai percobaan manusia fase 1 pertama pada Maret dengan 45 sukarelawan, dan telah disetujui untuk segera memulai fase 2, yang akan melakukan pengujian kepada 600 orang pada akhir Mei atau Juni. Jika semuanya berjalan dengan baik, vaksinnya dapat diproduksi pada awal Juli mendatang.

Kabar tersebut tentunya memberikan harapan virus corona bisa segera ditanggulangi dan kehidupan kembali normal, roda perekonomian kembali berputar kencang. Sentimen pelaku pasar pun membaik, dan emas turun dari level tertinggi nyaris 8 tahun terakhir.

Meski demikian, outlook jangka panjang bagi emas masih cukup bagus, mengingat kebijakan moneter dan fiskal yang diterapkan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara saat ini. Pandemi Covid-19 yang membawa perekonomian global ke jurang resesi membuat bank sentral di berbagai negara secara agresif melonggarkan kebijakan moneter semakin agresif di tahun ini.

Negeri Paman Sam menjadi yang paling agresif. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) membabat habis suku bunganya hingga menjadi 0-0,25%, kemudian mengaktifkan kembali program pembelian aset atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) dengan nilai tanpa batas. Berapapun akan digelontorkan agar likuiditas di perekonomian AS tidak mengetat.

Itu baru The Fed, bank sentral lainnya juga menerapkan kebijakan yang sama, bank sentral Australia misalnya, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah menerapkan program QE.

Di tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global, The Fed dan bank sentral lainnya di Eropa menerapkan kebijakan yang sama, suku bunga rendah serta QE, dampaknya harga emas terus bergerak naik hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun 2011.

Tidak hanya bank sentral, pemerintah di berbagai negara juga menggelontorkan stimulus fiskal. Pemerintah AS sudah menggelontorkan stimulus senilai US$ 2 triliun, terbesar sepanjang sejarah.

Stimulus moneter dan fiskal tersebut membuat pasar banjir likuiditas, kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi emas.

Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank mengatakan pelaku pasar belum paham sepenuhnya bagaimana dampak kebijakan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara ke pasar finansial.

"Dari perspektif investasi emas, ini bukan mengenai apa yang terjadi hari ini, besok, atau bulan depan, tetapi apa yang akan terjadi 6 sampai 12 bulan ke depan atau lebih dari itu" kata Hansen, sebagaimana dikutip Kitco.

Hansen memprediksi di akhir tahun ini harga emas berada di US$ 1.800/troy ons, kemudian mencetak rekor tertinggi di 2021, dan dalam jangka panjang berada di atas US$ 4.000/troy ons.

Belum lagi jika melihat risiko terjadinya babak baru perang dagang Amerika Serikat dengan China akibat hubungan kedua negara yang sedang meruncing, sehingga peluang emas menguat dalam jangka panjang semakin terbuka lebar.


(pap/pap)

Post a Comment

0 Comments