Kapok Ikut Perang Amerika, Hubungan AS dan Eropa Retak soal Iran

IMPIANNEWS.COM (Iran). 

Seiring tim keamanan nasional Trump menuju konfrontasi di Teluk Persia, Eropa mulai menolak. Upaya mencari dukungan yang dilakukan oleh Menlu AS Mike Pompeo tidak berhasil,

 orang-orang Eropa sudah kapok mengikuti Amerika Serikat ke medan perang. Sekutu-sekutu AS yang telah memerangi ISIS, khususnya, sekarang menolak keras kemungkinan mereka akan terperangkap dalam pertempuran dengan Teheran
Oleh: Lara Seligman dan Robbie Gramer (Foreign Policy).

Sekutu-sekutu Amerika Serikat (AS) mulai menolak tanggapan militer pemerintahan Trump terhadap apa yang disebutnya ancaman yang kredibel dari Iran kepada pasukan AS di Timur Tengah, seiring kekhawatiran meningkat bahwa Amerika Serikat sedang menuju konflik yang kurang bijaksana di wilayah tersebut.

Sementara tim keamanan nasional Presiden AS Donald Trump terus mengirim perangkat keras militer ke daerah itu, seorang jenderal senior Inggris yang memimpin pasukan koalisi yang memerangi ISIS mengatakan kepada para wartawan di Departemen Pertahanan AS, bahwa ia melihat “tidak ada ancaman yang meningkat” dari pasukan yang didukung Iran di Irak dan Suriah.

Komentar dari Mayor Jenderal Chris Ghika—wakil komandan koalisi anti-ISIS, Operation Inherent Resolve—mendapatkan tanggapan cepat dan keras dari Komando Pusat AS.

Pernyataan itu “bertentangan dengan ancaman kredibel yang diidentifikasi oleh intelijen dari AS dan sekutu, mengenai pasukan yang didukung Iran di kawasan itu,” juru bicara Komando Pusat Kapten Bill Urban mengatakan melalui email. Koalisi itu “sekarang dalam tingkat siaga tinggi” seiring mereka terus memantau.

 “kemungkinan” ancaman terhadap pasukan AS di Irak, tambahnya.
Menanggapi ancaman baru tersebut, Departemen Luar Negeri AS pada Rabu (15/5) memerintahkan semua pegawai pemerintah AS yang tidak darurat untuk mengungsi, baik di kedutaan di Baghdad maupun konsulat di Erbil.

 Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo melakukan perjalanan pada menit-menit terakhir ke Irak pada tanggal 7 Mei, untuk bertemu dengan para pejabat tinggi Irak dan memberi tahu mereka tentang situasinya.
Kementerian Pertahanan Inggris membela komentar Ghika pada Rabu (15/5), dan menekankan bahwa “fokus utamanya adalah kekalahan abadi ISIS.”

Teguran langka terhadap seorang perwira sekutu oleh militer AS—serta penerimaan dingin Eropa terhadap Pompeo selama kunjungannya baru-baru ini dan keputusan Spanyol untuk menarik kembali kapal pengawal dari kelompok Angkatan Laut AS di Teluk Persia—mencerminkan meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya atas sikap garis keras pemerintah AS terhadap Teheran.

Jim Townsend, seorang mantan pejabat senior Pentagon, mengatakan bahwa sekutu Eropa—yang sudah skeptis terhadap kebijakan luar negeri Trump—melihat kesamaan yang mengganggu dengan invasi Presiden George W. Bush ke Irak, terutama karena Penasihat Keamanan Nasional garis keras Trump, John Bolton, tampaknya menjadi sosok yang mengarahkan pendekatan pemerintah terhadap Iran.

“Para sekutu khawatir tentang apa yang mungkin disebabkan oleh Bolton karena ketidaksengajaan,” kata Townsend. “Mereka ingat bahwa mengikuti Amerika begitu saja dapat membuat Anda terlibat dalam perang selamanya.”

Sekutu-sekutu AS yang telah memerangi ISIS, khususnya, sekarang menolak keras kemungkinan mereka akan terperangkap dalam pertempuran dengan Teheran, Townsend menambahkan.

“Tidak populer di Eropa untuk mati demi Donald Trump,” katanya.
Memang, ada tanda-tanda bahwa Amerika Serikat bisa menuju ke arah konfrontasi, entah sengaja atau tidak sengaja. Pentagon dilaporkan menyusun rencana perang, termasuk kemungkinan yang melibatkan pengiriman 120.000 tentara ke wilayah tersebut. Walau Trump menyebut laporan itu “berita palsu”, tapi ia memberi isyarat bahwa ia bisa diyakinkan, dan segera menambahkan:

 “Jika kami melakukan itu, kami akan mengirim lebih banyak pasukan.”
Di seberang Atlantik, dorongan Pompeo untuk membujuk Eropa agar mendukung sikap yang lebih kuat terhadap Iran selama perjalanan menit terakhir ke Brussels pada Senin (13/5) tampaknya gagal, yang menggarisbawahi keretakan yang sudah berlangsung lama dengan Eropa mengenai keputusan Trump untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran tahun 2015.

Sejak awal, para pemimpin Uni Eropa tampak frustrasi dengan kunjungan Pompeo yang ke-11 dan khawatir bahwa Amerika Serikat bertanggung jawab atas meningkatnya ketegangan, sama seperti Iran. 

“Kami diberitahu pada malam hari bahwa (Pompeo) berencana untuk mengubah rencana perjalanannya dan untuk singgah di sini di Brussels,” Federica Mogherini, perwakilan tinggi Uni Eropa untuk kebijakan luar negeri, mengatakan kepada para wartawan menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri AS itu, yang bertepatan dengan pertemuan rutin para menteri Uni Eropa.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt menyatakan kegelisahannya tentang meningkatnya ketegangan di Teluk.

“Kami sangat khawatir tentang risiko konflik yang terjadi secara tidak sengaja, dengan adanya eskalasi yang tidak diinginkan di kedua sisi,” kata Hunt.

Para pejabat tinggi Trump mengatakan bahwa kunjungan itu adalah kunjungan yang produktif, di mana Pompeo bertemu dengan rekan-rekan Inggris, Prancis, Jerman, dan Uni Eropa secara individual. (Meskipun Eropa dilaporkan menolak permintaan pertemuan kolektif untuk menampilkan persatuan terkait ancaman Iran, mengutip jadwal yang bertentangan.)

Amerika Serikat dan sekutu Eropa “menyetujui lebih banyak hal daripada yang tidak disetujui,” kata utusan Pompeo untuk Iran, Brian Hook, kepada para wartawan. 

“Kami memiliki penilaian ancaman yang sama.”

Namun langkah terbaru oleh para sekutu Eropa menunjukkan sebaliknya. Spanyol pada Selasa (14/5) menarik kapal Mendez Nunez dari kelompok angkatan laut yang dipimpin oleh kapal induk USS Abraham Lincoln di Teluk, karena Amerika Serikat sekarang berfokus pada Iran dan bukan tujuan yang disepakati untuk merayakan ulang tahun pelayaran, kata pelaksana tugas Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles kepada para wartawan.

Dan Jerman pada Rabu (15/5) menghentikan operasi pelatihan militernya di Irak karena meningkatnya ketegangan regional.

Setelah kunjungannya ke Brussels, Pompeo melakukan perjalanan ke Rusia, di mana ia menepis kekhawatiran bahwa Amerika Serikat berusaha memprovokasi Iran untuk memulai konflik, tetapi berjanji akan menanggapi setiap serangan Iran.

“Kami pada dasarnya tidak mencari perang dengan Iran,” kata Pompeo, berbicara bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Selasa (14/5).

 “Tapi kami juga telah menjelaskan kepada Iran bahwa jika kepentingan Amerika diserang, kami pasti akan merespons dengan cara yang tepat.”

Townsend memperingatkan bahwa tekanan politik di Washington dapat menyebabkan eskalasi yang berbahaya.
Walau mantan Menteri Pertahanan AS James Mattis melindungi Komando Pusat dan komando pejuang lainnya dari tekanan politik selama dua tahun pertama pemerintahan Trump, namun lingkungan telah bergeser, kata Townsend. Mattis mengundurkan diri pada bulan Desember, Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Joseph Dunford mendekati masa pensiunnya, dan komandan Komando Pusat baru, Jenderal Kenneth McKenzie “tahu cara memprediksi politik,” Townsend mencatat.

“Ini seperti Game of Thrones,” kata Townsend. “Trump mengawasi Bolton, Bolton menavigasi apa yang mungkin atau tidak mungkin dilakukan oleh Iran, Komando Pusat bereaksi terhadap Bolton.”

“Ini membuatnya menjadi situasi yang sangat berbahaya di mana jika kesalahan terjadi atau kecelakaan terjadi, dan konsekuensi yang tidak disengaja terjadi, suasana bermuatan politis dapat memaksa keputusan untuk dibuat yang mungkin seharusnya tidak dibuat.”

Lara Seligman adalah staf penulis di Foreign Policy.

Robbie Gramer adalah reporter diplomasi dan keamanan nasional di Foreign Policy.

Keterangan foto utama: Penasihat Keamanan Nasional John Bolton sosok yang berada di balik meningkatnya ekskalasi konflik AS-Iran. (Foto: Reuters/Kevin Lamarque)

Kapok Ikut Perang Amerika, Hubungan AS dan Eropa Retak soal Iran
Your email address will not be published. Required fields are marked *