Menyoal Pemilu Dalam Sistem Demokrasi

Oleh : D. Leni Ernita 

IMPIANNEWS.COM

Jakarta, CNBC Indonesia- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan adanya aliran dana sebesar Rp 195 miliar dari luar negeri ke 21 rekening bendahara partai politik atau parpol.

Kepala Biro Humas PPAT, Natsir Kongah mengatakan langkah PPATK mengungkap aliran dana luar negeri ke parpol sebagai bentuk kepedulian untuk menjaga demokrasi Tanah Air.

Temuan ini merupakan hasil dari pantauan Tim Khusus PPATK sejak awal tahun 2023 yang dipantau dari aliran International Fund Transfer Instruction Report dari perbankan.

Seperti apa temuan PPATK terhadap aliran dana luar negeri ke parpol? Selengkapnya simak dialog Shafinaz Nachiar dengan Kepala Biro Humas PPAT, Natsir Kongah dalam Profit,CNBCIndonesia (Jum'at, 12/01/2024)

PPATK mengaku laporan ini berasal dari International Fund Transfer Instruction Report (IFTI). Menurut PPATK, laporan transaksi besar dari luar negeri yang melibatkan para daftar caleg terdaftar (DCT). PPATK menganalisa 100 DCT. Hasilnya, kata ivan, PPATK menemukan adanya penerimaan senilai Rp 7,7 triliun.

"Jadi terhadap 100 DCT yang tadi datanya sudah kita dapatkan ada penerimaan senilai Rp 7.740.011.320.238. Jadi orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu," kata Ivan.

Ivan menambahkan nilai transaksi dari 100 DCT ke luar dengan total nilai Rp5,8 triliun.

Dari 100 DCT, Ivan mengatakan PPATK menemukan transaksi pembelian barang mencapai ratusan miliar rupiah atau sekitar Rp 592,52 miliar.

"Ada laporan transaksi pembelian barang yang ini secara tidak langsung kita ketahui ada terkait dengan upaya kampanye dan segala macam, itu ada 100 DCT yang melakukan transaksi pembelian barang senilai Rp592 miliar sekian," kata Ivan.

Biaya Mahal Politik RI

Patut diakui jika biaya politik di Indonesia cukup tinggi. Pemerintah sebenarnya tengah mendorong mendorong revisi UU No.2 Tahun 201 tentang Partai Politik, revisi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta revisi UU No.20 Tahun 2021 tentang perubahan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas Bogat Widyatmoko mengungkapkan hal ini bertujuan untuk menekan biaya politik yang sangat tinggi, pendanaan parpol dari negara belum memadai, hingga tata kelola parpol belum optimal, meliputi ketiadaan standar etik parpol, demokrasi internal belum optimal, kaderisasi berjenjang belum terlembaga, rekrutmen politik secara tertutup, hingga transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol belum optimal.

Pemerintah mengubah zona nyaman partai politik menjadi zona yang lebih terukur. Misalnya adanya ketentuan audit terbuka, hingga terealisasinya sistem demokrasi di partai politik itu sendiri.

"Kita perlu merevisi UU No.2/2011 tentang parpol. Revisi ini tantangan yang sangat berat karena akan mengubah zona nyaman parpol menjadi zona yang lebih terukur," tegasnya.

Pesta Demokrasi tahun ini benar-benar meriah dan money politik kian terasa, apalagi di dukung dengan aliran dana pemilu dari berbagai pihak  termasuk asing sehingga menyebabkan kedaulatan bangsa tergadai. Investasi asing dan komplik kepentingan dalam pemilu tahun ini menjadikan ajang politik transaksional yang menjadi spirit dalam pemilu sistem demokrasi. 

Dalam sistem demokrasi, pemilu merupakan hal yg wajib yg biasa dilaksanakan 5 tahun sekali. Pemilu diklaim sebagai metode baku, didalam pergantian kepemimpinan dan wakil rakyat. Pemilihan ini juga dipandang adil karena melibatkan seluruh rakyat yang dirasa mampu menyalurkan aspirasi mereka. Namun kenyataannya pemilu hanya dijadikan sebagai ajang bisnis dan pesta demokrasi yg foya-foya. Mirisnya pemilu dalam demokrasi yang tiap pelaksanaanya, menyedot anggaran dlm jumlah besar pada hasilnya justru berbanding terbalik. Pemerintahan yang dihasilkan nihil dari menuntaskan berbagai masalah rakyat. Begitulah kondisinya tiap tahun. Bahkan pemerintah tidak belajar dari peristiwa memilukan akibat pemilu dengan  ratusan panitia yang  kehilangan nyawannya. Karena yang mereka pikirkan bukan tanggung jawab tapi kembali modal. Dan kembali dengan anggaran fantastis dalam pemilu setiap priodenya. Dengan besaran "mahar "yang harus dibayar oleh para calonnya.

Politik demokrasi memang berbiaya tinggi sehingga kucuran dana dari berbagai pihak yg ingin mendulang keuntungan begitu niscaya dari pihak yang mendapatkan sponsor paling banyak sudah bisa dipastikan akan memenagkan kontestasi, yang mengakibatkan parpol dalam sistem demokrasi ini akan kehilangan idealisme bahkan rawan di bajak oleh kepentingan pemodal. Inilah jebakan maut sistem demokrasi yang akan makin melanggengkan kekuasaan para oligarki. 

Adapun rakyat mayoritas akan kembali gigit jari setelah pesta ini usai.

Para pemimpin mendadak lupa ingatan dengan janji janji manis yang di Kampanyekan.

Demokrasi memiliki mekanisme agar sistemnya berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Untuk itu mereka membuat event sirkulasi elit yg dilakukan secara berkala. Event ini dikemas dengannama pemilihan umum. Karena itu sistem demokrasi memang sangat memungkinkan dijadikan jalan untuk menempatkan para aktivis dan tokoh muslim menjadi pejabat diberbagai level, baik menjadi anggota dewan, bupati, walikota, gubernur hingga presiden. Namun sistem demokrasi tidak memberi ruang sedikitpun bagi penerapan syariah Islam secara total. Karena itu berharap bahwa sistem demokrasi dan sirkulasi elit ataupun rezim, melalui pemilu adalah harapan kosong yg tdk akan pernah bisa terwujud. Kalau yang diinginkan itu adalah perubahan sistem kehidupan, demokrasi hanya memberikan perubahan orang/rezim, sistem yg diterapkannya, tetap sama yaitu sekuler. Lain halnya dengan 

sistem Islam. 

Sistem Islam memiliki sistem politik yang unggul, tidak ditujukan untuk  memperkaya diri maupun pemodal besar.  Mekanisme pemilihan pemimpin pun tidak membutuhkan biaya besar. Dan pemimpin yg terpilih adalah pemimpin yg memiliki kapabilitas dan amanah terhadap tanggungjawab yang  diembannya. Untuk mencapai itu semua harus mewujudkan kebangkitan yang  hakiki yaitu dengan jalan Islam. Caranya mentaati hukum aturan Allah sebagai pencipta manusia.

Oleh karena itu hanyalah kembali pada Islam saja satu satunya agar umat merasakan kembali kesejahteraan dan keadilan yang telah lama hilang, hukum pemilu dalam Islam adalah mubah. Contoh yang masyhur adalah pada masa pemilihan Khalifah Utsman bin Affan. Dari sana kita mendapatkan gambaran proses pemilu yang sederhana, efektif dan efisien. Dan para kandidat adalah orang orang yang terbaik yang siapa mengabdi pada umat. Kontestasi bukan menjadi ajang saling menjatuhkan, apalagi memoles rupa demi mendulang suara terbanyak. Dalam Islam kontestasi benar-benar mencari yang terbaik, bukan mencari pemimpin  yang mudaratnya lebih sedikit.

Dalam Islam, kepemimpinan dipahami sebagai tanggung jawab dunia akhirat. Artinya seorang penguasa atau pemimpin di dunia bertanggung jawab atas nasib rakyatnya, kelak ia akan dimintai pertanggungjawabanya di hari kiamat atas amanah kepemimpinan itu." Sebagaimana hadits Rasulullah Saw,"Imam adalah raa'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."(HR Bukhari)

Akar permasalahanya adalah Tinggalkan sistem demokrasi Marilah kita sonsong perubahan hakiki itu dengan sistem khilafah yang menerapkan Islam secara sempurna.

Wallahu'alam bissawab.

Post a Comment

0 Comments