Impor Beras Deras, Swasembada Pangan Makin Kandas

Oleh : Imas Nuraini, S.Pt
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Komunitas Peduli Perempuan dan Generasi)

IMPIANNEWS.COM

Presiden Joko Widodo mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras. “ Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya gak mencapai karena setiap tahun. Kita bertambah yang harus diberikan makan”, kata Jokowi di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah, Banyumas. (CNBC Indonesia, 2/1/2024).

Sepanjang 2023, masalah pangan terutama beras menjadi perhatian masyarakat. Bukan hanya soal harganya yang mencetak rekor tertiggi, tapi soal impor beras yang dibuka besar-besaran.  Pemerintah melakukan impor beras 2 juta ton di awal tahun 2023. belum cukup, impor beras ditambah lagi 1,5 juta ton. (CNBC Indonesia, 27 Desember 2023).

Plt. Menteri Pertanian (Mentan) Arief Prasetyo Adi membenarkan adanya rencana penambahan impor ini telah dibocorkan oleh presiden Jokowi pada 8 Oktober 2023, saat meninjau panen padi di Subang, Jawa Barat

_Indonesia Tidak Bisa Swasembada Pangan karena Liberalisasi Pertanian_

Indonesia tidak bisa lepas dari impor pangan, termasuk beras. Sumber alasannya karena  stok yang belum cukup akibat gagal panen, dan jumlah penduduk yang terus bertambah hingga mencapai 280 juta jiwa. Akan tetapi, bukan berarti tidak ada negara yang bisa swasembada pangan, meskipun jumlah penduduknya lebih besar. Sebagai contoh Negara India dengan jumlah penduduk 1,2 milyar, ternyata mampu menjadi negara pengekspor beras terbesar kedua di dunia. Apa yang meyebabkan Indonesia sulit mewujudkan swasembada pangan? 

Ketahanan pangan bangsa rawan terancam oleh tingginya potensi alih fungsi lahan di seluruh Indonesia yang mencapai 100.000 hektar pertahun. Hal ini salah satu penyebab berkurangnya produksi beras Indonesia, selain faktor ancaman perubahan iklim. Faktor lain yang berpengaruh karena mahalnya pupuk, berdampak besar terhadap produksi pertanian. Sulitnya petani mendapatkan pupuk, akhirnya banyak pertanian yang gagal panen. Para petani yang sudah mendapatkan kartu subsidi pupuk pun mengalami kesulitan karena pupuk tidak tersedia di pasaran. Meknisme semacam ini yang mengendalikan adalah konglomerasi atau kebijakan yang berpihak kepada para pengusaha.

Sebenarnya, Indonesia pernah mengalami swasembada pangan di era Pemerintahan Suharto. Kebijakan ini tentu berubah ketika koperasi pertanian dihilangkan diganti dengan adanya keterlibatan swasta dalam hal ini pengusaha yang mengendalikan langsung kebutuhan para petani. Mulai dari regulasi yang memudahkan Hak atas tanah, Hak guna usaha mendorong proses alihfungsi lahan secara besar-besaran. Selain itu, langkanya pupuk di lapangan juga karena keterlibatan swasta dalam mengelola pupuk. Keterlibatan para pengusaha dalam hal ini, tentu bukan untuk mewujudkan program swasembada pangan, melainkan menambah pundi-pundi keuntungan mereka. Rakyatlah yang akhirnya dikorbankan, harga pangan meroket, kedaulatan negara juga kandas.

_Politik Pertanian Islam Berhasil Mewujudkan Ketahanan Pangan_

Islam sebagai  suatu aturan hidup yang sempurna, memiliki seperangkat aturan yang bisa membawa kemaslahatan manusia. Pangan adalah kebutuhan dasar rakyat yang pemenuhannya wajib dijamin oleh negara. Negara wajib mengurusi pangan mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari penanaman, pemanenan, pengolahan, pengemasan, distribusi, hingga sampai ke tangan konsumen terakhir, yaitu rakyat.  Negara tidak boleh menyerahkan urusan pangan pada swasta karena akan membahayakan rakyat. Seperti yang saat ini terjadi.

Politik kebijakan pangan yang dimiliki oleh Islam menjalankan fungsi untuk ketahanan pangan secara menyeluruh. Adanya tanggung jawab kepemimpinan dalam Islam, Seorang pemimpin harus mengurusi secara nyata, bukan sebatas regulator apalagi pebisnis yang mengambil keuntungan pribadi atau korporasi. Seorang Imam (pemimpin) adalah raa’in (yang mengurusi). Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

Lahan pertanian yang subur harus tetap dipertahankan menjadi lahan pertanian, tidak boleh dialihfungsikan. Sedangkan untuk kebutuhan pemukiman dan lain-lainnya menggunakan tanah selain pertanian. Islam mendorong penerapan kebijakan menghidupkan tanah mati atau lahan tidur. Nabi bersabda “Barangsiapa menghidupakan tanah mati, maka tanah tersebut menjadi miliknya”. Kebijakan ini merupakan upaya ekstensifikasi sehingga lahan pertanian menjadi luas. Luasnya lahan pertanian membuat produksi pertanian menjadi besar dan mampu mencukupi pangan yang rakyat butuhkan.

Selain itu, negara juga melakukan intensifikasi,  agar kualitas produksi pertanian semakin meningkat. Diantara langkah yang bisa dilakukan adalah negara memberikan subsidi besar untuk petani, sehingga petani bisa mendapatkan modal yang dibutuhkan dalam pengelolaan lahan pertanian. Ketersediaan pupuk tidak diserahkan kepada swasta, melainkan negara membuat regulasi yang memudahkan petani memperolehnya. Negara juga terlibat dalam inovasi-inovasi yang membantu menghasilkan bibit unggul, membantu penyediaan alat pertanian yang tercanggih  sehingga hasil panen bisa optimal. 

Penerapan kebijakan ketahanan pangan dalam sistem Islam tidak bisa berjalan dalam sistem Demokrasi. Demokrasi dengan asas kapitalisme, menjadikan politik pertanian mengikuti arus liberalisasi pertanian. Rakyat terutama petani sulit mewujudkan kesejahteraan. Sementara yang banyak mengambil keuntungan tentu para kapitalis maupun oligark. Kita harus berupaya mewujudkan ketahanan pangan agar membawa kebaikan untuk semua. Dengan demikian, kita butuh penerpan aturan Islam secara kaffah.

Post a Comment

0 Comments