Peritel Ancam Penyetopan Penjualan Minyak Goreng, Apa Solusi Islam?

Oleh: Yani Suryani 
(Aktivis Muslimah dan Ibu Rumah Tangga)

IMPIANNEWS.COM

Asosiasi Pengusaha Ritel mengancam menyetop penjualan minyak goreng dan menuntut pemerintah untuk membayar utang sebesar Rp344 M terlebih dahulu. Utang ini berawal dari program minyak satu harga yang dikeluarkan pemerintah pada awal Januari 2022. Dalam aturan program tersebut, penjual harus menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14 ribu per liter, padahal saat itu harga tembus Rp17 ribu-Rp19 ribu per liter. Pengusaha pun lalu menutup selisih harga dari Dana Pembiayaan Minyak Goreng Kemasan, dari Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit, namun dana itu tak kunjung diberikan (cnnindonesia.com, 15/7/2023).

Pengusaha ritel mengancam mengurangi pembelanjaan hingga menyetop pembelian dari produsen minyak goreng jika utang tak kunjung dibayar. Hal itu dikhawatirkan memicu kelangkaan minyak goreng (finance.detik.com, 19/8/2023). Selain itu, mereka akan melakukan pemotongan tagihan kepada distributor minyak goreng oleh perusahaan peritel kepada distributor migor (cnbcindonesia.com, 18/8/2023).

Kasus ini menunjukan adanya salah kelola negara dalam menyediakan minyak goreng untuk rakyat, yang merupakan kewajiban negara. Selain itu juga menunjukkan berkuasanya para pengusaha dalam penyediaan minyak goreng yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat. Akibatnya kebutuhan rakyat tak terlayani dengan baik, bahkan harga minyak goreng untuk rakyat pun tergantung pada korporasi. Artinya, negara tersandera oleh kekuasaan korporasi dan kepentingan negara pun tersandera oleh korporasi ini. Inilah konsekuensi penerapan sistem Kapitalisme Demokrasi. Negara hanya bertindak sebagai pelayan korporasi bukan pelayan rakyat, termasuk pemenuhan kebutuhan pangannya.

Solusi untuk harga minyak goreng yang terjangkau dan jaminan ketersediaannya di pasaran hanya akan terwujud dalam penerapan sistem Islam, sebab sistem Islam meniscayakan adanya peran utama negara sebagai penanggung jawab bagi seluruh kebutuhan rakyat. Dalam implementasi  kebijakan negara, negara tidak boleh bergantung pada pihak mana pun, baik pada korporasi atau pun negara asing.

Sebagaimana dalam hadist Rasulullah SAW, “Seorang imam atau khalifah atau kepala negara adalah ibarat pengembala atau pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyat dan yang diurusnya” (HR Bukhari). Oleh karena itu kebijakan kebutuhan rakyat harus ditetapkan oleh negara dalam menjalankan kewajiban yang ditetapkan Allah dan Rasulnya. Dalam hadist tersebut, untuk mewujudkan pengurusan yang benar dan tepat terhadap urusan-urusan rakyat, kuncinya negara harus menjalankan syariat Islam secara kaffah termasuk dalam urusan kebutuhan pangan, dari hulu yakni sektor produksi, hingga hilir yakni sektor konsumsi. Alhasil, setiap individu rakyat mampu dan bisa mengakses bahan kebutuhan pokok dengan mudah dan harga yang terjangkau.

Terkait minyak goreng ini, ada beberapa kebijakan di dalam Islam, yaitu negara seharusnya mengatur kembali masalah kepemilikan harta yang sesuai dengan Islam. Pertama, individu atau swasta dilarang menguasai harta milik umum. Kedua, negara menjamin ketersediaan pasokan barang di dalam negeri, terutama mengupayakan produksi dalam negeri dengan mengoptimalkan para petani dan para pengusaha lokal. Selama kebutuhan dalam ngeri belum tercukupi, negara tidak akan melakukan ekspor. Ketiga, negara melakukan pengawasan terhadap rantai tata niaga sehingga tercipta harga barang secara wajar, dan dengan pengawasan itu pula pasar akan terjaga dari tindakan-tindakan curang seperti penimbunan, penipuan, dan sebagainya. Pasar yang sehat akan menghindarkan penguasaan oleh para ritel. Demikianlah hanya sistem Islam yang mampu menyediakan bahan pokok termasuk minyak goreng dan kebutuhan rakyat dengan harga murah bahkan gratis.

Post a Comment

0 Comments