Keamanan Pangan dan Kesehatan Anak, di mana Peran Negara

Oleh: Ana Nurhasanah
(Komunitas Muslimah Rindu Surga, Bandung)

IMPIANNEWS.COM

Beraneka ragam makanan yang ditawarkan oleh produsen makanan membuat siapapun tertarik untuk mencicipinya. Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun menjadi target pemasaran. Makanan manis, tentunya anak-anak suka. Namun hal ini justru meningkatkan risiko Kesehatan pada anak yaitu penyakit diabetes. 

Baru-baru ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut bahwa pada tahun 2023, kasus diabetes pada anak meningkat hingga 70 kali lipat sejak 2010 lalu. Sebanyak 59% diabetes ditemukan lebih banyak menyerang anak perempuan dibandingkan laki-laki (cnbcindonesia.com, 02-02-2023).

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat dengan ditandai peningakatan kadar gula darah dalam waktu yang kronis. Gejala diabetes pada anak berupa meningkatnya rasa haus, sering buang air kecil atau mengompol, rasa lapar yang ekstrem, kelelahan, perubahan perilaku, nafas yang berbau buah.

Mencermati pernyataan Menkes, penyakit diabetes pada anak ini muncul bukan semata karena keturunan, melainkan karena kesalahan pola makan/konsumsi. Diabetes anak hanyalah puncak gunung es. Penyakit tersebut tidak sendiri. Penyakit degeneratif lainnya turut menjamur.

Banyak produsen makanan tidak memperhatikan kemanan penggunaan bahan pemanis dengan 

jumlah serampangan atau kadar yang berlebih ditambah lagi dengan gencarnya iklan makanan di sosial media yang memviralkan makanan yang belum tentu baik untuk kesehatan.

Pemerintah sebagai pengatur kebijakan seharusnya dapat memberikan jaminan keamanan pangan bagi rakyatnya. Dengan mengontrol izin dan peredaran agar  aman untuk dimakan. Bukannya malah abai dengan kondisi ini.

Namun tidak ada yang diharapkan dari sistem kapitalis, bagi mereka para pemodal besar hanya memikirkan memperoleh keuntungan sebesar besarnya tanpa meninjau dampaknya bagi kesehatan.

Sementara perekonomian masyarakat belum pulih pasca dilanda pandemi. Hal ini pula menjadi penyebab masyarakat miskin bertambah, menjadikan pola konsumsi pun menjadi berubah. Banyak anak-anak Indonesia yang kekurangan gizi, para orang tua harus kerja keras untuk bisa hidup layak. Bagaimana nasib masa depan anak-anak Indonesia dengan banyaknya jumlah mereka generasi penerus yang mengidap diabetes.

Akibat kesulitan ekonomi, gizi pun tidak terpenuhi hingga terjadi kerawanan pangan, kelaparan. Untuk bisa bertahan hidup asupan makanan tidak dipedulikan baik buruknya. 

Islam mengatur bagaimana makanan boleh dikonsumsi, tentu bagi seorang muslim haruslah Halal dan thayib. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur'an surat Al Maidah: 88,

"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik,dari apa yang telah Allah rezkikan kepada kalian, Dan bertakwalah kepada Allah, yang kalian beriman kepada NYa."

Tentunya untuk memperoleh bahan makanan boleh berasal dari tumbuhan ataupun protein hewani dengan bahan baku yang baik komposisi yang tepat agar layak dikonsumsi dan tubuh pun menjadi sehat. 

Dalam Islam, perintah untuk makan makanan/minuman halal dan tayib tidak berdiri sendiri. Melainkan disertai oleh pengurusan oleh negara secara sistemis dalam rangka menjaga kualitas generasi yang sehat dan kuat. Namun dewasa ini, negara justru mendukung impor gula dan cukai minuman manis bahkan menjadikannya sumber APBN. Telah Nampak bahwa negara hanya sebagai regulator yang belum mampu mengatasi persoalan ini dari akar.

Dalam Islam sosok penguasa hadir mengurusi urusan rakyatnya. Adanya jaminan keamanan pangan dari pemerintah tidak akan menambah sulit hidup rakyatnya dan adanya kontrol peredaran makanan yang layak konsumsi, serta menindak tegas siapa pun pelaku usaha makanan yang tidak jujur. Sehingga rakyat termasuk anak anak dapat hidup sehat tanpa kekhawatiran

Wallahu A’lam Bishawab

Post a Comment

0 Comments