Ironi Peringatan Hari Ibu : Pemberdayaan Ekonomi Ibu adalah Eksploitasi Ibu

Oleh: Neng Rohimah

IMPIANNEWS.COM

Peringatan Hari Ibu 2022 akan dilaksanakan pada 22 Desember. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah membuat tema Hari Ibu 2022. Menurut KemenPPA, catatan penting dari Peringatan Hari Ibu di Indonesia adalah bukan perayaan Mother’s Day sebagaimana yang diperingati di negara lain. Sejarah mencatat dicetuskannya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan.

Tema yang diangkat adalah PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU dengan sub tema sub tema diantara kewirausahaan perempuan, didalamnya mencakup mempercepat kesetaraan dan pemulihan. 

Latar belakang dari gagasan tersebut bahwa perempuan muncul sebagai penyelamat keluarga, dengan memulai usaha dan memikirkan kerja sebagai dampak Covid-19 yang menyebabkan banyak pekerja yang mengalami PHK.

Pakar ekonomi dari UGM, Poppy Ismalina Ph.D. membenarkan bahwa perempuan memiliki pengaruh besar salam perekonomian bangsa.

Menurut hasil penelitiannya sendiri, UMKM yang merupakan penyokong utama perekonomian Indonesia (99,99%), dan kontributor terbesar bagi PDB (60,5%), 60 persennya dikelola perempuan. (Newindonesia, 18-12-2022).

Dari kacamata inilah bahwa perempuan dianggap berperan besar memenuhi kebutuhan masyarakat, membuka lapangan kerja bahkan terjun dalam pertumbuhan ekonomi bangsa.

Peran perempuan yang begitu besar nyatanya tanpa diimbangi kualitas hidup perempuan. Faktanya perempuan paling besar terdampak saat krisis global, banyaknya korban PHK dari kalangan pekerja perempuan bahkan banyak korban kekerasan di tempat kerja. Di rumah pun perempuan mengalami persoalan, dari mulai KDRT hingga pernikahan anak dengan motif ekonomi, miris.

Fakta tersebut pada akhirnya menjadikan banyak pihak berusaha terus untuk merubah peran perempuan agar tidak dianggap kaum lemah yang terpinggirkan. Budaya patriakal haris dihilangkan, pendidikan dan kesempatan kerja harus terbuka lebar seperti halnya laki-laki. Seluruh norma yang mendeskriditkan derajat perempuan mesti dihilangkan.

Akhirnya menjadikan para pegiat gender untuk mendorong para perempuan agar berdaya. Perempuan harus memiliki kemandirian ekonomi agar mampu terlepas dari lingkungan laki-laki serta mampu bersaing. Diharapkan mampu menaikkan status sosial mereka. Akhirnya selesailah persoalan perempuan.

Model Kafitalisme dalam Memajukan Perempuan

Menurut kafitalisme, perempuan harus berdaya sehingga mandiri moder yang ditawarkan adalah menggiring para perempuan untuk memilik penghasilan, bagi seorang istri agar tidak bergantung kepada suami. Program yang sedang dikampanyekan pada saat Hari Ibu kali ini, yaitu tentang kewirausahaan perempuan melalui UMKM, juga ekonomi digital. Kafitalis menganggap bagi seorang perempuan yang kerepotan menjalani peran tandanya, mereka digiring untuk berkontribusi aktif pada bisnis online yang nyatanya merampas tugas utamanya sebagai ibu pengurus, pendidik anak-anaknya.

Kafitalisme memandang bahwa seseorang disebut berdaya bila mampu menghasilkan materi, sedangkan bagi yang tidak menghasilkan materi tidak dianggap produktif atau berdaya.

Kafitalisme dengan memunculkan ide feminisme dijadikan opini keadilan gender. Menurut mereka akar masalah perempuan berawal dari ketidakadilan gender. Padahal kalau dicermati pemahaman mereka keliru bahkan semakin menambah masalah baru.

Sistem kafitalisme inilah yang sebenarnya menjadi akar permasalahan, penyebab kemiskinan, kekerasan didunia kerja. Mereka yang kuat dengan mudah menindas yang lemah. 

Kacamata Kafitalisme yang menjadikan budaya liberal membebaskan setiap tingkah laku manusia yang mampu melahirkan budaya patriakal. Sistem inilah sejatinya merendahkan derajat perempuan, perempuan disejajarkan dengan komoditasyang bisa dieksploitasi kapan saja, perempuan dianggap faktor produksi seperti halnya uang. Sehingga wajar pada akhirnya dengan mudah menghilangkan nyawa demi uang.

Penggiringan perempuan kerja sehingga menghilangkan peran ibu sebagai pengasuh, pendidik anak menjadi penyebab tingginya kenakalan remaja. Kafitalisme dengan asas sekulernya gagal menciptakan individu yang bertaqwa, kuat tetapi menumbuhkan generasi yang lemah dan rapuh.

Kedudukan Perempuan Dalam Islam

Islam memandang perempuan, ibu didalamnya total dalam seluruh perannya sesuai apa yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Sunah, bukan produktif menghasilkan materi.

Islam menjadikan tolak ukuran perbuatan bukan materi tetapi halal dan haram. Peran ibu dalam islam adalah sebagai ummun wa robbatul bait, yaitu seorang ibu dan pengatur rumah tangga, sebab Allah telah menjadikan ibu punya rahim yang kelak melahirkan seorang anak, maka tugas utamanya adalah mengasuh anak-anaknya.

Fungsinya ibu sebagai robbatul bait, mampu mengatur rumah tangga. Ibu mampu menciptakan rumah agar nyaman dan kondusif untuk beribadah. Disisi ibu seluruh anggota keluarga mendapatkan kasih sayang yang penuh.

Peran ibu juga berfungsi sebagai madrosatul ula, yaitu sekolah, pendidik pertama bagi anak- anaknya, awal anak menemukan keyakinan yang besar terhadap Penciptanya yaitu Allah SWT.

Peran ibu juga dalam islam berfungsi sebagai ummu ajyal atau ibu generasi. Menyiapkan generasi yang tangguh bukan hanya menyiapkan anak anaknya yang tangguh tapi menyiapkan, memikirkan anak anak kaum muslim yang lainya agar tercipta sebuah generasi yang mampu mengisi peradaban yang gemilang.

Ibu dengan pemberdayaannya akan ditemukan hanya dalam sistem Islam yang mampu memuliakan peran perempuan, tidak akan dieksploitasi dan dibebani mencari nafkah tetapi berperan penuh dalam amanah sesuai syariat.

Hanya sistem Islamlah yang mampu mewujudkannya.

Wallahua'lam...

Post a Comment

0 Comments