Solusi Tuntas Harga Cabai Terjun Bebas

Oleh: Lulu Maspupah 
Mahasiswa perguruan tinggi swasta Garut

IMPIANNEWS.COM

Pecinta makanan pedas pasti tak asing lagi dengan cabai. Buah merah pedas yang menjadi bahan baku sambal ini menjadi buah yang selalu ada di setiap dapur rumah.  Bagi sebagian orang Indonesia, sambal adalah bagian tak terpisahkan dari kuliner. Seakan tak lengkap rasanya jika makan tanpa adanya sambal sebagai side dish.

Namun enaknya memakan sambel jauh berbalik dengan perasaan petani yang harus menelan pil pahit kenyataan. Pil pahit yang menyebabkan beredarnya video yang memperlihatkan seorang petani cabai mengamuk dan merusak kebun cabai miliknya. Kemarahannya ini diduga akibat harga cabai di pasaran turun. Petani tersebut diduga kesal dan melampiaskannya dengan cara menginjak-injak tanaman cabai di kebunnya.(radar Tegal 29/08/21)

Harga cabai yang anjlok sampai  2500-3000/kg Jauh dibawah nominal break even poin Titik impas biaya produksi (BEP) yang  idelanya berkisar 10.000/ kg.

Selain itu, Ketua Forum Petani Kalasan Janu Riyanto mengeluhkan harga cabai di tingkat petani merosot hingga 50 persen dari harga normal. (AyoYogya.com 29/08/202 )

Anjloknya harga cabai disebabkan oleh beberapa faktor. 

Pertama, panen cabai selama bulan Juli sampai Agustus sedang bagus bagusnya dan  berlimpah sehingga Indonesia mengalami surplus untuk produksi cabai.

Data dari FAO food Agriculture organization, Indonesia merupakan penghasil cabai terbesar keempat di dunia pada tahun 2018  dgn total produksi 2.542.358 ton

BPS juga mencatat produksi cabai tahun 2020  mencapai 2.77 juta ton naik sebesar 7,11% dan Jawa timur menjadi penyumbang produksi terbesar di Indonesia dengan 784,05 ton.

Kedua, impor cabai yang terus-menerus dilakukan pemerintah. Keberlimpahan produksi cabai ini tidak serta merta menghentikan impor cabai yang dilakukan pemerintah.

Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menyatakan impor cabai di semester I 2021 sebesar 27,851 ton. Naik 54 persen dibanding tahun 2020 sebesar 18.075 ton. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan realisasi impor pada Semester I-2020 yang hanya sebanyak 18.075,16 ton dengan nilai US$ 34,38 juta. Cabai yang diimpor pemerintah pada umumnya adalah cabai merah, termasuk juga cabai rawit merah. (radartegal 29/08/2021) 

Walaupun pemerintah berdalih impor yang dilakukan dengan tujuan memenuhi kebutuhan industri dan cabai yang di impor adalah cabai dikeringkan dan ditumbuk.

Ketiga, banyaknya instansi yang belum berfungsi secara optimal.

Pemerintah membuat instansi Badan pangan melalui peraturan presiden Perpres no 66 tahun 2021 tentang badan pangan nasional yang diteken pada 29 Juli 2021. Padahal sebelumnya sudah ada lembaga  badan ketahanan pangan yang dibentuk sejak 1999 lalu Bulog dan Kementan yang merupakan instalasi yang memiliki banyak kesamaan fungsi. Pada intinya menjaga ketahanan pangan, pasokan dan harga serta menurunkan tingkat rawan pangan.

Sayangnya keberadaan instansi nampaknya hanya formalitas semata.

Seharusnya jika pemerintah memiliki slogan "stop impor" pangan kedua instansi tersebut dapat dioptimalkan dengan menambah fungsi-fungsi baru pada instansi yang sudah ada daripada harus membentuk instansi baru yang pastinya menambah anggaran negara.

Keempat, kepemimpinan sekuler. Kepemimpinan dalam sistem sekuler kapitalis berfungsi hanya sebagai regulator semata. Sehingga dengan banyaknya instansi yang dibentuk membuat banyak orang berfokus untuk mendapatkan jabatan tinggi dalam instansi, dan Bagi bagi jabatan. Seperti kasus komisaris beberapa waktu lalu, hingga akhirnya Para mafia kartel terus menguasai pasokan bahan makanan dan Jor-joran impor pangan.

Solusi tuntas harga cabai yang terjun bebas

Islam adalah agama yang menjadi rahmatan Lil alamiin dan menjadi problem solving dari setiap permasalahan umat . Islam menyediakan berbagai solusi yang bersumber dari Al-Qur'an dan as-sunah, termasuk solusi untuk mengatasi harga cabai. 

Solusi tersebut ialah Pertama, Umat butuh penguasa yang berperan sebagai pengayom, fokus pada  pengelolaan sumber daya pangan yang akan menjadi terarah pada distribusi ditengah masyarakat. 

Sehingga penguasa tidak akan sibuk membentuk berbagai instansi baru  ketika masih terjadi kemiskinan dan rawan pangan. Umat juga butuh pada kebijakan yang melindungi para petani.

Kedua, Penguasa yang berkarakter periayah (pengurus) akan membuat kebijakan yang memanfaatkan potensi negara sebagai negara agraris. Optimalisasi dari potensi ini tentu akan menutup banjir impor yang mematikan para petani. 

Karena itu, hendaknya para penguasa menerapkan politik pertanian yang tepat guna dan tepat sasaran, khusunya komoditas cabai. Jangan hanya memandangnya komoditas bernilai ekonomi tinggi, sehingga membiarkan semua pelaku ekonomi turun gelanggang Dan membuat ekonomi pasar tidak terkendali bagi berdagang dengan tata laksana hukum rimba.

Seharusnya baik petani maupun rakyat biasa sama sama memperoleh jaminan harga komoditas yang stabil dan berimbang bagi kedua belah pihak.

Ketiga, Perlu pengendalian mekanisme harga pasar, sehingga andaikata terjadi fluktuasi harga maka selisihnya tidak terlalu timpang. Pemerintah akan memikirkan bagaimana caranya agar aspek produksi pertanian bisa terjamin kualitasnya  serta distribusi yang merata keseluruha lapisan masyarakat.

Keempat, memaksimalkan produksi lahan pertanian. Pemerintah juga membantu para petani dengan memberikan model tanpa riba. Seperti benih pupuk, pemberian fasilitas budidaya dan teknologi pertanian, teknologi pangan dan pasca panen.  Serta membangun infrastruktur penunjangnya. 

Kelima, Ekonomi rumah tangga perlu uluran tangan sepenuhnya dari penguasa. Bukan hanya soal daya beli, alih-alih sekedar bansos justru lebih kepada aspek ketahanan pangan dan ekonomi yang perhatian akan sumber daya pandang harus ditingkatkan 

Inilah peran negara yang akan mengantarkan kepada ketahanan pangan. Namun semua ini tidak akan terealisasi kecuali dalam syariat Islam yakni khilafah. Satu satunya sistem yang memprioritaskan rakyat sebagai bentuk kewajiban yang diberikan kepada penguasa. 

Wallahu alam

Post a Comment

0 Comments