Ahmadiyah Dibiarkan, Jadi Sumber Konflik Antar Warga

Oleh : Irna Firdausa

IMPIANNEWS.COM

Terulang lagi konflik horizontal atas nama agama kembali terjadi. Pada hari Jumat (3/9) sekitar 200 orang yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam Sintang dengan motor utama Persatuan Orang Melayu (POM) merusak rumah ibadah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Mereka membakar dan mengobrak abrik Mesjid Miftahul Huda yang telah berdiri sejak tahun 2007. Masjid dan bangunan milik JAI tersebut terletak di Balai Harapan, Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. (Voaindonesia.com), Kamis, (09/09/2021).

Aksi warga itu dipicu aktivitas Ahmadiyah yang masih terus melaksanakan ritual peribadatannya di desa tersebut. Padahal, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor II/MUNAS VII/MUI/15/2005 telah menyatakan kesesatan Ahmadiyah dari agama Islam. Akhirnya, warga memilih untuk main hakim sendiri lantaran pemerintah dianggap gagal menyelesaikan konflik yang meresahkan warga sekitar.

Salah satu aspek yang menjadikan Ahmadiyah kontroversial dan dinilai menyimpang dari Islam karena Ahmadiyah tidak memiliki konsistensi dalam syahadat Islam akibat keyakinannya terhadap sosok Mirza Gulam Ahmad yang diposisikan sebagai nabi, padahal Islam memandang Nabi Muhammad Saw adalah khotamun nabiyyin (nabi terakhir). Karena itu, perbedaan teologi antara Ahmadiyah dan Islam tidak dapat ditoleransi. 

Meski begitu, aksi perusakan rumah ibadah Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar) ini mendapat kecaman dari berbagai pihak. Sekretariat Jenderal (sekjen) Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini menyatakan bahwa PBNU mengajak masyarakat senantiasa mengedepankan prasangka baik agar dapat membangun kebersamaan yang baik. "Mari terus membangun dialog antar umat beragama ataupun antar berbagai macam Mazhab dari keyakinan agar senantiasa hidup dalam satu ikatan kekeluargaan dan kebangsaan hingga kita bisa menyelesaikan masalah tersebut dengan baik",ujarnya (Republika.co.id 5/9/2021)

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pun mengecam perusakan tempat ibadah dan main hakim sendiri tidak bisa dibenarkan dan merupakan pelanggaran hukum. "Aparat keamanan perlu mengambil langkah dan upaya yang tegas dan dianggapnya perlu untuk mencegah dan mengatasi tindakan main hakim sendiri",ungkapnya (kompas.com 3/9/2021)

Sementara itu, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan sejumlah ormas Islam di Kalbar sepakat merangkul Jemaat Ahmadiyah di kabupaten Sintang untuk kembali kepada ajaran Islam yang benar. Hal itu menjadi salah satu dari empat poin keputusan bersama untuk menyikapi persoalan Jemaat Ahmadiyah di Sintang. Ormas Islam yang terlibat dalam kesepakatan itu antara lain MUI Kalbar, PWNU Kalbar, dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalbar.

Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Kementerian Agama, Nifsari menilai gejolak itu lantaran sosialisasi mengenai Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Ahmadiyah kurang maksimal. 

SKB Tiga Menteri no.3 tahun 2008 telah dijadikan dasar penerbitan 30 peraturan daerah. Dalam SKB tersebut tidak ada perintah untuk membubarkan Ahmadiyah. Pemerintah hanya melarang pemeluk Ahmadiyah untuk melanjutkan aktivitasnya. SKB ini masih menyisakan polemik. Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hafsara meminta agar SKB itu dicabut karena dianggap menjadi pemicu kekerasan terhadap golongan Ahmadiyah. 

Fatwa MUI maupun SKB Tiga Menteri tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Aturan yang ada tak memberikan perlindungan terhadap akidah umat Islam. Penganut Ahmadiyah yang sudah dinyatakan sesat, masih tetap eksis di tengah masyarakat. Selama pemerintah tidak bertindak tegas, maka konflik antar warga akan terus terjadi.

Pangkal masalah ini adalah tiadanya upaya yang maksimal dari negara untuk menghilangkan eksistensi aliran sesat di tengah masyarakat. Hal ini karena negara mengadopsi paham sekuler liberal. Sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan, dan mengusung ide kebebasan. Maka kebebasan beragama menjadi salah satu hal yang dilindungi negara. Sehingga negara tak bisa bertindak tegas terhadap Ahmadiyah.

Solusi terhadap konflik tersebut bukanlah dengan meningkatkan toleransi. Karena tidak ada toleransi dalam kesesatan. Islam menghormati setiap individu dalam melaksanakan agamanya. Tapi bukan berarti bebas tanpa batas dan mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil. 

Lantas bagaimana Islam mengatasi aliran yang menyimpang? Hal itu telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw ketika menyikapi Musailamah Al Kadzdzab yang mengaku nabi. Maka langkah yang pertama dilakukan adalah Tabayyun (klarifikasi) sebagaimana dalam QS. AL Hujurot ayat 6 yang artinya : "Wahai orang orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu". 

Saat Rosululloh saw mengetahui munculnya nabi nabi palsu di bumi Yamamah, beliau segera mengirim utusan untuk memeriksa kebenarannya.

Selain klarifikasi, para utusan diberi tugas untuk melakukan mediasi secara persuasif. Pendekatan persuasif ini ditempuh dengan harapan orang yang mengimpang bisa kembali pada kebenaran. Namun, meskipun nabi menggunakan cara persuasif, bukan berarti menyampingkan kebenaran. Beliau secara tegas mengingkari dan meluruskan penyimpangan. 

Setelah melakukan klarifikasi dan mediasi, langkah selanjutnya adalah dengan diskusi dan argumentasi. 

Jika semua langkah itu telah ditempuh tapi tidak dihiraukan, maka langkah terakhir adalah eksekusi. Sebagai mana Musailamah Al Kadzdzab berhasil dieksekusi pada perang Yamamah (12 H). Dan urusan eksekusi ini hanya negara yang memiliki otoritas, bukan individu. Maka tidak dibenarkan ketika individu atau sekelompok individu main hakim sendiri. 

Karena itu, hanya Islamlah solusi terhadap permasalahan manusia. Dan hanya negara yang menerapkan Islam Kaffah yang akan mampu menyelesaikan konflik di tengah umat akibat banyaknya aliran sesat. Negara berfungsi sebagai pelindung ummat dari ancaman akidah yang rusak. Sehingga ummat pun diliputi ketenangan dalam beribadah.

Waallohu a'lam bishowab

Post a Comment

0 Comments