AGAR DAPUR TETAP NGEBUL DIMASA PANDEMI VIRUS CORONA

Yulfian Azrial (Mak Yum-05042020)
IMPIANNEWS.COM 
Catatan, ---- (Bagian Pertama dari Dua Tulisan). “UNTUK kondisi sumber mata pencarian macet/seret, akibat terdampak wabah virus cina (korona) yang belum jelas ujungnya ini, apa yang paling pas dilakukan Mak Yum?” tanya seorang kemenakan via masenger. 

Sebagai pejuang ABS-SBK dan penggerak kegiatan Baliak 
Banagari dan Baliak Basurau, saya paham bahwa jawaban yang diinginkannya adalah dari kacamata local genius (kearifan local) Alam Minangkabau. Lama saya tertegun, soalnya saya sendiri sebenarnya juga termasuk mereka yang terdampak secara financial akibat Virus Cina itu.

Lalu kemudian, otomatis saja gambaran 7 (tujuh) lumbuang atau rangkiang berjejer di ruang mata saya. Ada Rangkiang Si Bayau-bayau untuk makan petang dan pagi. Artinya simpanan untuk kebutuhan pokok seluruh anggota Rumah Gadang (seluruh anggota kaum). Lalu Rangkiang Sitinjau Lauik untuak panyilau pincalang masuak. Artinya untuk mengisi adat (kebutuhan acara-acara adat) dan kebutuhan-kebutuhan sekunder lainnya. 

Yang cukup membuat dada saya sesak adalah ketika membayangkan Rangkiang Sitangguang Lapa, tampek Si Miskin Salang Tenggang  atau rangkiang yang isinya merupakan simpanan dengan tujuan untuk membantu para kerabat yang miskin dan para musafir (dan juga mu'alaf), serta untuak Musim Lapa Gantuang Tungku, yaitu simpanan untuk berjaga-jaga  atau persiapan setidaknya untuk 7 musim paceklik sesuai yang diisyaratkan ajaran syarak QS Yusuf 47. 

“Qāla tazra'ụna sab'a sinīna da`abā, fa mā ḥaṣattum fa żarụhu fī sumbulihī illā qalīlam mimmā ta`kulụn (Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan).” (QS Yusuf-47)

Artinya bila kita telah terbiasa mempedomani dan mengamalkan ajaran Islam sekurangnya sasuai Surat Yusuf ayat 47-48, maka tak perlu ada keluh kesah karena sumber mata pencarian terdampak wabah virus atau penyebab-penyebab lainnya. Sebab minimal untuk 7 musim paceklik, di tingkat manapun tidak akan pernah punya masalah yang berarti dalam hal kedaulatan dan ketahanan perekonomiannya. 

Apalagi bagi orang Minangkabau. Sebab masyarakatnya sudah terorganisir secara berkaum-kaum, berkampung-kampung, bersuku-suku dan banagari, sehingga ekonomi berjama’ah berlangsung efektif. Misalnya, selain zakat tanaman yang rutin dikeluarkan 5 – 10 % di setiap panen, maka sesuai pedoman juknis dalam Surat Yusuf 47 tadi, orang Minangkabau juga hanya mengambilnya sedikit saja untuk dimakan. Selebihnya disimpan. 

Lalu sesuai pedoman juknis dalam Surat Yusuf 47 tadi, maka maka di setiap Rangkiang Sitanggung Lapa akan selalu tersedia simpanan padi dalam jumlah yang cukup untuk setidaknya 7 musim paceklik bagi seluruh anggota kaum yang ada. Begitulah yang dilakukan setiap kaum, kampuang, suku di nagari-nagari Minangkabau dalam masa kejayaan.

Tambah pula, ketahanan (keawetan) simpanan padi di Rangkiang juga sangat terjamin. Misalnya terjamin tidak akan membusuk seperti kasus Beras Bulog yang membusuk sampai lebih dari 20.000 ton, akibat salah kebijakan pemerintah dan atau salah urus, meskipun tanpa 'dicekoki' berbagai zat kimia sebagai pengawet... 

Kenapa? Sebab orang Minangkabau dengan local geniusnya, tidak mau melawan sunatullah dan panduan seperti ayat Surat Yusuf yang dikuti tadi, yaitu tetap membiarkan padi tersimpan dengan bulirnya. Limpahan karunia Allah SWT tidak hanya sampai di situ, bahkan secara khusus telah mengemas setiap butiran padi lengkap dengan jacket kulit asli serta miang-miangnya sebagai jaminan pertahanan dan keamanannya hingga berpuluh bahkan ada yang sampai beratus tahun. 

Lalu kenapa kita menjadi begitu bodoh sehingga dengan gampang dan ongasnya harus membuang kulit padi yang dalam pembuatannya oleh Allah SWT telah diproses dalam waktu yang cukup lama? Lalu kemudian menelanjanginya sehingga rawan masuk angin ; serangan virus serta bakteri? Padahal untuk membuat satu jacket kulit asli untuk padi itu saja kita tidak bisa...

MAMAGA LUMBUANG
Tapi dalam keprihatinan yang sangat mendalam saat ini saya tidak ingin ikut-ikut pula sekadar menyesali keadaan. Atau menyalahkan para pihak sehingga terjadi degradasi nilai ABS-SBK dalam banyak sektor kehidupan. Seperti tidak diamalkannya panduan-panduan yang ada dalam ayat-ayat  Al-Qur'an misalnya. Atau seperti yang telah dirumuskan implementasinya dalam sejumlah ajaran ABS-SBK di Minangkabau. 

Tapi saya telah coba merumuskan jalan keluar yang praktis dan paling logis atau paling mungkin kita lakukan dalam kondisi real seperti saat ini, sebagaimana saya sendiri juga telah menjalankan dan atau telah mengamalkannya. Hal inilah yang insha Allah akan saya bagi kepada kita semua, dan akan dituangkan dalam tulisan Bagian Kedua di edisi selanjutnya......

(Bersambung)


Post a Comment

0 Comments