MENELUSURI HARI JADI PROVINSI SUMATERA BARAT

Oleh : SAIFUL.SP

Ciloteh Tanpa Suara- Kamis 14 Februari 2019, saya kedatangan tamu di ruangan kerja saya Rio Eka Putra, Staf Komisi I DPRD Sumatera Barat. Sebagai Kabag Humas DPRD Limapulu Kota kami berdiskusi dengan topik sesuai dengan kedatangan mereka tentang akan diadakan konsultasi publik “Ranperda Tetang Hari Jadi Provinsi Sumatera Barat” yang akan diadakan pada hari Senin 18 Februari 2019.

Sebagai seorang yang hobbi sejarah, saya sangat tertarik dengan hal ini. Dan dikatakan terhadap penetapan hari Jadi Kabupaten Limapuluh Kota yang ditetapkan pada tanggal 13 April 1841 saya ikut terlibat di dalamnya.

Sampai hari ini terlihat beberapa kecenderungan yang dilakukan oleh beberapa provinsi, kabupaten dan kota untuk mencari hari jadinya administrasi pemerintahannya dari tiga aspek :
Pertama dari apek  waktu kapan nama daerah pertama kali disebutkan untuk mencari hari jadi pada waktu yang jauh di masa silam, dengan kata lain “makin tua makin, makin diminati”.

Kedua dari apek peristiwa heroisme.Hari jadi dikaitkan dengan sebuah peristiwa atau kejadian yang mengandung unsure heroism. Dan Ketiga dari aspek yuridis formal. Hari jadi administrasi pemerintahan dikaitkan dengan ketentuan politis atau surat keputusan kapan daerah (provinsi/ kabupaten) atau kota tersebut diresmikian sebagai sebuah daerah (provinsi/kabupaten) atau kota berdasarkan produk hukum (Undang-undang) yang dibuat negara.

Hal ini terlihat di Kota Bukittingi, pada awalnya Hari Jadi Kota Bukittinggi di peringati pada tanggal 3 Juni. Hal ini, berdasarkan laporan surat kabar Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië (Batavia) edisi 7 April 1926 yang memberitakan pesta besar-besaran yang akan digelar di Fort de Kock dalam rangka memperingati 100 tahun usia kota terpenting di datarang tinggi Minangkabau itu. Bedasarkan laporan ini, dapat diketahui bahwa hari kelahiran kota Fort de Kock (kini Bukittinggi) adalah pada 3 Juni 1826. 

Sementara, menurut versi Pemerintah Kota Bukittinggi, hari jadi kota itu adalah 22 Desember 1784. Hal ini berdasarkan penelitian para ahli sejarah, pada tanggal 22 Desember 1784, diadakan pertemuan besar berupa rapat adat seluruh Penghulu Nagari Kurai. Pangulu nan salingka aua, saadaik-salimbago ini membuat kesepakatan untuk mencarikan nama pasar yang telah menjadi urat nadi Nagari Kurai waktu itu. Hasil kesepakatan waktu itu diberi nama Bukittinggi.

Berdasarkan hal-hal di atas, Pemerintah Kota Bukittinggi mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat baik yang berada di daerah maupun di perantauan, dan terakhir meminta pendapat DPRD memberikan alternative tanggal yang dapat ditetapkan sebagai hari jadi Kota Bukittinggi, setelah meminta pula pendapat beberapa Tokoh masyarakat baik yang berada di Kerapatan Adat Nagari (KAN) maupun Kerapatan Adat Kurai (KAK) dengan disertai harapan, hendaknya Pemerintah Daerah dalam  penetapan tanggalnya agar menunjuk suatu Badan atau Lembaga yang professional di bidangnya untuk menseminarkannya. Pemerintah Kota Bukittinggi, bekerjasama  dengan Universitas Andalas dan beberapa pakar sejarah baik di daerah maupun di tingkat nasional telah menseminarkannya. 

Hasil seminar tersebut mendapat persetujuan DPRD Kota Bukittinggi dengan Surat Keputusan No.10/SK-II/DPRD/1988 tanggal 15 Desember 1988, akhirnya Pemerintah Daerah dengan Surat Keputusan walikota Kepala Daerah Kota Bukittinggi No. 188.45-177-1988 tanggal 17 Desember 1988 menetapkan Hari Jadi Kota Bukittinggi tanggal 22 Desember 1784 .

Hal  yang sama dilakukan pula oleh Padang, sebab pada tanggal 7 Agustus 1667 dikatakan bahwa penduduk Pauh yang didukung oleh penduduk beberapa kampung lain di kota Padang menyerbu loji Belanda yang ada di Muaro. Tanggal peristiwa heroik ini ditetapkan jadi hari Jadi Kota Padang.

Sementara Kabupaten Limapuluh Kota menetapkan hari jadi Administrasi pemerintahannnya pada tanggal 13 April 1841 merupakan tanggal dikeluarkannya Besluit No 1 tentang reorganisasi pemerintahan Sumatras Westkust yang isi besluit tersebut tersebut membentuk 9 Afdeelingen, salah satu nama Afdeelingen tersebut adalah Afdeeling Lima Puluh Kota. Dasar pemikiran waktu itu adalah telah adanya asset Limapuluh Kota tentang peternakan padang mengatas dan jalan Kelok Sembilan yang telah disebutkan administrasi pemerintahan Limapuluh Kota.

Kita lihat pula kabupaten Pasaman  Hari jadi administrasi pemerintahanya 8 Oktober 1945 . Hal ini berdasarkan  dikeluarkan keputusan Residen Sumatera Barat No. R.I/I tanggal 8 Oktober 1945 menetapkan sebagai berikut : Luhak Kecil Talu : Abdul Rahman gelar Sutan Larangan.Mengacu pada keputusan tersebut, Tim yang dibentuk merumuskan dan DPRD Kabupaten Pasaman mengeluarkan keputusan No.11 /KPTS /DPR/PAS/ 1992 tanggal 22 Pebruari 1992 dilanjutkan surat keputusan Bupati Kabupaten Pasaman no. 188.45/81/BUPAS/1992 tanggal 26 Pebruari 1992 ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Pasaman pada tanggal 8 Oktober 1945.

Pada Kabupaten Sijunjuang ditetapkan 18 Februari . Hal ini didasarkan dalam rangka melanjutkan perjuangan kemerdekaan, Gubernur Militer Sumatra Barat, berdasarkan surat keputusan Nomor : SK/9/GN/IST tanggal 18 Februari 1949 membentuk kabupaten baru, yakni Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, dengan Bupati Militernya Sulaiman Tantuah Bagindo Ratu. 

Nah dari lintasan sejarah penetapan hari jadi di atas dapat kita bagi dua, pertama penetapan hari jadi administrasi pemerintahann pada periode di zaman Belanda dan yang kedua penetapan administrasi pemerintahan pada zaman kemerdekaan. 

Provinsi Sumatera Barat dimana kecendurangan memilih secara waktu, historis dan yuridisnya. Tentu sudah ada kajian akademis yang tertuang dalam kerangkan acuan kerja (KAK) atau  Trem Of Reference (Tor). 

Apakah saya boleh melihat Trem Of Reference (Tor) Konsultasi Publik “ Ranperda Tentang Hari Jadi “ Provinsi Sumatera Barat yang akan diadakan pada hari senin 18 Februari 2019 besok ? “ Tanya saya kepada Rio Eka Putra.

Kemudian Rio Eko Putra memperlihatakan Trem Of Reference (Tor) Konsultasi Publik “ Ranperda Tentang Hari Jadi “ Provinsi Sumatera Barat.

Provinsi Sumatera Barat merupakan bagian dari NKRI, telah ada dan telah menunjukkan eksistensinya dalam perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia. Sumatera Barat atau provinsi Sumatera Barat, telah ada dan telah menujukkan eksistensinya sejak zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, masa pergerakan merebut dan mempertahankan kemerdekaan – NKRI, sampai pada masa pasca kemerdekaan. 

Provinsi Sumatera Barat yang telah ada dan telah menujukkan eksistensinya yang cukup besar dalam perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, akan tetapi sampai saat ini belum menetapkan Hari Jadi kelahirannya yang dapat diperingati oleh masyarakatnya sebagai wujud kecintaan dan kebanggaan masyarakat terhadap Provinsi Sumatera Barat. 

Dari tinjauan sejarah dan studi dokumentasi, lahirnya atau dibentuknya Sumatera Barat atau Provinsi Sumatera Barat dapat dikelompokan pada 2 (dua) periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode setelah kemerdekaan. 

1. Pada periode sebelum kemerdekaan, nama Sumatera Barat untuk pertama kalinya muncul pada tahun 1609 pada saat VOC membentuk Unit Pemerintahan untuk wilayah bagian barat pulau Sumatera dengan nama “ Hoofdcomptoir van Sumatra’s Westkust “ dan kemudian berlanjut dengan pembentukan Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 29 November 1837 oleh Pemerintahan Kolonial Belanda dengan nama  “ Gouvernement van Sumatra’s Westkust “.

2. Pada periode setelah kemerdekaan, lahirnya atau dibentuknya Sumatera Barat dalam kedudukan sebagai provinsi maupun sebagai sebuah keresidenan, adalah sebagai berikut.Tanggal 1 Oktober 1945, pembentukan Keresidenan Sumatera Barat yang merupakan salah satu dari 10 Keresidenan dari Porvinsi Sumatera.Pembentukan Keresidenan Sumatera Barat dilakukan bersamaan dengan pengambilalihan pemerintahan dari tanggan tentara pendudukan Jepang oleh para pemuda Pimpinan Moh. Syafei, DR. Moh. Jamil dan Rasuna Said serta Pimpinan Komite Nasional Indonesia Daerah Sumatera Barat (KNID-SB).

Tanggal 15 April 1948, pembentukan  Provinsi Sumatera Tengah  yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948  tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Tenggah, dimana Sumatera Barat merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sumatera Tengah tersebut.

Tanggal 9 Agustus 1957, pemisahan Provinsi Sumatera Tengah menjadi Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau dan Provinsi Jambi, yang ditetapkan  dengan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957.

Dari Ranperda tentang Hari Jadi Provinsi Sumatera Barat yang akan di bahas dalam pendapat publik cenderung memilih Hari Jadi Administrasi Provinsi Sumatera Barat pada Pasca Kemerdekaan RI dan akan mengajukan tanggal 9 Agustus 1957 sebagai hari Jadi.

Apabila tanggal 9 Agustus 1957 ini berhasil ditetapkan oleh Pemerintahan Sumatera Barat bersama DPRD Provinsi Sumatera Barat ada periode sejarah yang hilang, hilanglah sejarah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat. Hilanglah Periode bahwa Provinsi Sumatera Barat pernah dipimpin oleh Gubernur Militer Daerah Sumatera Barat.


Lintasan Historis Daerah Administratif Sumatera Barat

Provinsi Sumatera Barat adalah sebuah daerah administratif. Salah satu dari sekian banyak ciri daerah administratif adalah pembentukannya yang ditentukan oleh keputusan politik atau kebijakan yang ditentukan oleh pemerintah.

Cikal-bakal penggunaan nama Sumatera Barat menjadi sebuah daerah administratif dapat ditelusuri jauh kebelakang, setidaknya sejak perempat terakhir abad ke-17. Pada saat itu, Sumatera Barat dipergunakan untuk nama daerah administratif setingkat hoofdcomptoir yang dinamakan Hoofdcomptoir Sumatra’s Westkust (Kawasan Perdagangan Utama Pantau Barat Sumatera). Hoofdcomptoir adalah salah satu unit administraif yang diperkenalkan oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Sejak saat itu, hingga awal abad ke-19 wilayah yang
menjadi bagian dari daerah aministratif itu hanya terbatas pada daerah di pinggir
pantai saja, yang disebut dengan Bandar Sepuluh.

Dengan keberhasilannya mengakhir perlawanan kaum Paderi, pemerintah Hindi Belanda melakukan kembali reorganisasi pemerintahannya. Saat itu status (level) daerah administratif untuk daerah ini ditingkatkan menjadi gouvernement(setingkat provinsi) dan namanya kembali menjadi Sumatra’s Westkust (Gouvernement van Sumatra’s Westkust) (Besluit van Gouvernement Kommissaris Cochius, 29 November 1837).

Pada awal abad ke-20, seiring dengan semakin dinamisnya perkembangan sosial, politik, dan ekonomi di Tanah Batak dan Minangkabau, maka Batavia memutuskan untuk menjadikan kedua daerah budaya menjadi dua daerah administratif, yakni Gouvernement van Sumatra’s Westkust untuk kawasan yang identik dengan daerah budaya Minangkabau (termasuk daerah Kampar) dan Residentie van Tapanoeli untuk kawasan yang identik dengan daerah budaya
Batak (Staatsblad van Nederlandsch-Indie, No. 419, 1905). Namun ada yang menarik dari pembentukan kedua daerah administratif ini, ke dalam Gouvernement van Sumatra’s Westkust juga dimasukkan Kepulauan Mentawai (yang secara etnik tidak sama sama dengan orang Minangkabau) dan ke dalam Kondisi yang sama tetap berlaku ketika Indonesia merdeka (17 Agustus 1945) dan pemerintah RI (Republik Indonesia) membentuk Provinsi Sumatera
dengan 10 keresidenannya, yang salah satu diantaranya adalah Keresidenan Sumatera Barat. 

Saat itu, pemerintahan menegaskan pengakuan akan wilayah administratif yang identik dengan daerah budaya Minangkabau plus Kerinci (dan dikurangi Kampar) ditambah dengan Kempulauan Mentawai. Dengan kata lain, pada saat Indonesia merdeka wilayah administratif Keresidenan Sumatera Barat sama dengan keadaannya pada masa Jepang.

Gubernur Pertama Sumatera Tengah 
       
Yang menjadi Gubernur pertama Sumatera Tengah adalah Mr. Nasroen. Dan dibentuk pulalah DPR Sumetera Tengah. Cita-cita desentralisasi untuk membagi Sumatera Tengah dalam daerah otonom itupun mulai dilakukan, walaupun situasi politik pada saat itu penuh dengan udara perjuangan yang tegang sesudah perjanjian Renvile ditandatangani 21 Januari 1948.
       
Gubernur Sumatera Tengah Pada tangal 19 September 1948 No.2431/10/Gste mengirimkan surat kepada Komisaris Pemerintah Pusat di Bukittinggi untuk segera mengadakan rapat untuk membentuk daerah desentralisasi di Sumatera Tengah.  Maka pada tanggal 30 September 1948 diadakan rapat kombinasi Sumatera Tengah guna mempercepat terlaksananya desentralisasai. Dimana pada waktu itu didapatkan kesimpulan  dan usul-usul, bahwa :
1. Baik diadakan  suatu panitia membuat rancangan mengenai  Sumatera Tengah, sebab apabila ditunggu rancangan pusat mungkin lama sekali baru akan selesai. 
2. Soal Desentralisasi hendaklah  harus selesai pada akhir tahun 1948. 

Panitia Desentralisasi Sumatera Tengah
     
Untuk merealisir cita-cita  Desentralisasi di atas, maka Badan Executif Dewan Pemerintahan Sumatera Tegah (DPST) pada tangal  6 Oktober 1948 mengeluarkan suatu ketetapan dengan No: 6/B.E./I/10/Ste tentang Panitia Desentralisasi Sumatera Tengah yang beranggotakan 11 (sebelas ) orang , yaitu sebagai berikut : 1) Syamsuddin, Bupati d/p Gub. Sumatera Tengah sebagai ketua, 2) Ahmad Chatib Sekretaris DPR Sumatera Barat sebagai Sekretaris, 3) Marzuki Jatim, anggota DPST Sumatera Barat,4) Chatib Sulaiman Angota DPR Sumatera Barat,5) Anwar St. Saidi anggota DPST dan DPR Sumatera Barat,6) Enny Karim, Bupati d/p Res. Sumbar,7) Umar Usman, anggota DPST dan DPR Riau, 8) Djalalloeddin, Bupati d/p Res. Riau, 9) Gulmat siregar, anggota DPST dan DPR Riau, 10)  A. Chatab, angota B.E dan DPR Jambi,11) Salim Anggota BE dan DPR Jambi, dan 12) Bachsan Bupati Muara Jambi.
      
Panitia Desentralisasi Sumatera Tengah ini bersidang dari tanggal 25 – 31 Oktober 1948 dengan  ujud selambat-lambatnya pada tangal 1 Januari 1949 seluruh Propinsi Sumatera Tengah sudah pasti Otonom. 
    
Setelah melakukan sidang selama seminggu Panitia Desentralisasi Sumatera Tengah berunding masak-masak sehingga didapatkanlah kesimpulan dasar pendirian sebagai berikut: Dalam pembagian Kabupaten hendaknya mempunyai kesatuan cita-cita, perimbangan jumlah penduduk, luas wilayah, ekonomi, letak geografis, kesatuan adat istiadat dan tentang nama-nama kabupaten hendaknya diambil berdasarkan sejarah dan alam  ( gunung dan sungai-sungai).
     
Berdasarkan hal tersebut di atas dapatlah Propinsi Sumatera Tengah  direncanakan pembagian kepada 11  Kabupaten . yaitu :
1 Kabupaten SINGGALANG PASAMAN ,ibukotanya BUKITTINGGI dan melingkungi  daerah Kewedanaa Agam Tua, Padang Panjang, Maninjau, Lubuak Sikapiang, Talu ( kecuali Negeri  Sasak dan Latingan )
2 Kabupaten SINAMAR ibu kotanya PAYAKUMBUH melingkungi daerah Kewedanaan Payakumbuh, Suliki dan Batu Sangkar
3 Kabupaten TALANG ibukotanya  SOLOK dan meliputi kewedanaan Solok, Sawah Lunto, Sijunjuang, Alahan Panjang dan Muaro Labuah
4 Kabupaten SAMUDERA ibukotanya PARIAMAN meliputi kewedanaan Air Bangis, Pariaman, Lubuak  Aluang, Padang Luar Kota, Mentawai, dan negeri-negeri Tiku, Sasak dan Latingan
5 Kabupaten KERINCI/PASISIR SELATAN  ibukotanya SUNGAI PENUH dan meliputi kewedanaan  Kerinci, Balai Selasa dan Painan.
6 Kabupaten KAMPAR ibukotanya PAKAN BARU dan meliputi Kewedanaan Pakan Baru,Bangkinang kecuali kecamatan Singgingi, Pasir Pangaraian, dan kecamatan Langgam.
7 Kabupaten INDRAGIRI ibukotanya RENGAT dan meliputi daerah kewedanaan Rengat, Taluk, Tembilahan dan Kecamatan Singgingi.
8 Kabupaten BENGKALIS ibukotanya BENGKALIS dan meliputi kewedanaan Bengkalis, Bagan Siapi-api, Selat Panjang, Siak,Pelalawan, Kecuali Kecamatan Langgam .
9 Kabupaten KEPULAUAN RIAU ibukotanya TANJUNG PINANG dan meliputi kewedanaan Karimun, Lingga, Tanjung Pinang dan Pulau Tujuh.
10 Kabupaten MERANGIN ibukotanya MUARO TEBO meliputi kewedanaan  Muaro Tebo, Bangko,Saralagon dan Muaro Bungo. 
11  Kabupaten BATANGHARI ibukotanya JAMBI dan meliputi kewedanaan  Jambi, Muara Tambesi,  Kuala Tungkal, dan Muara Sabak

Penetapan Daerah   Kabupaten
       
Rencana Panitia Desentralisasi ini diajukan kepada  Pemerintah setelah disiapkan pada tanggal 25 Nopember  1948. Lima hari kemudian yaitu pada tanggal 30 Nopember 1948, berdasarkan usul Panitia Desentralisasi Sumatera Tengah ini, dikeluarkanlah oleh Komisariat Pemerintah Pusat  (Kompempus) di Sumatera satu peraturan NO 81/Kom/U. Selanjutnya disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Tengah (DPRST). Dan disegerakan pembantukan Kabupaten dibeberapa daerah.

Tetapi udara politik antara Republik Indonesia dan Belanda semakin tegang dan pada tangal 19 Desember 1948 Belanda pun melancarkan Agresinya yang kedua, tepat sehari setelah berakhirnya sidang DPRST ke II, dimana diputuskan antara lain pencabutan status Keresidenan Riau, Jambi dan Sumatera Barat. 
      
Dan pada  hari itu juga 19 Desember 1948 di Istana Wakil Presiden di Bukittingi, diadakan rapat yang diketuai oleh Menteri Keuangan R.I Mr. Syafruddin Perawiranegara dengan dihadiri oleh Ketua Kompempus Mr. Teunku M. Hasan, PanglimaTentera Terr. Sumatera Kolonel Hidayat, Gubernur Sumatera Tengah. Mr. Nasroen dan lain-lainya. Dalam Pertemuan ini diambil ketetapan bahwa Propinsi Sumatera Tengah buat sementara dibekukan dan Dewan Pertahanan Daerah (DPD) Keresidenan  di hidupkan kembali dan diberi kekuasaan penuh untuk melancarkan Pemerintahan dan perjuangan dalam Keresidenan masing-masing. Dan Gubernur Sumatera Tengah ditetapkan sebagai koordinator dari tiga DPD dalam Propinsi Sumatera Tengah itu. Dan dengan demikian, maka Dewan Perwakilan sejak dari DPRST sampai DPR Kabupaten dan Wilayah yang baru dibentuk, maupun DPR negeri-negeri yang lama, dinon aktifkan. 
       
Dan para anggota dari semua DPR ini lalu menerjunkan diri kedalam perang kemerdekaan di dalam susunan-susunan yang dibentuk oleh Pemerintahan Militer seperti MPRN, MPRK,PMT, BPNK dan lain-lain. 

Pembentukan PDRI, 22 Desember 1948 
      
Pada tanggal 22 Desember 1948 di Halaban,  setelah mendengar berita yang resmi bahwa Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia ditawan oleh Belanda, dibentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia ( PDRI) dengan susunan sebagai berikut :
1. Mr . Syafruddin Prawiranegara: Ketua merangkap Pertahanan, Penerangan dan mewakili urusan luar negeri
2. Mr. A.A Maramis : Menteri Luar Negeri
3. Mr. Teuku M. Hasan  : Pengajaran, Pendidikan  dan Kebudayaan mewakili urusan dalam negeri dan Agama
4. Mr. Lukman Hakim : Keuangan dan mewakili Kehakiman
5. Mr. Sutan M. Rasyid: Perburuhan dan Sosial, Pembangunan dan Pemuda, serta Keamanan
6. Ir. Mananti Sitompul : Pekerjaan umum dan mewakili Kesehatan.
7. Ir. Inderatjaja : Perhubungan dan mewakili Kemakmuran 

Daerah Milter Sumatera Barat. 
Sementara menunggu persetujuan dari ketua PDRI, melalui pemancar-pemancar Radio Koto Tinggi pada tanggal 1 Januari 1949 yang terus-menerus berhubungan dengan PDRI, maka persetujuan tersebut segera diperdapat. Maka tibalah saatnya bahwa pemerintahan yang dengan sendirinya oleh serangan Belanda telah menjadi Pemerintah Militer itu dimiliterisir secara resmi. 
Maka pada tanggal 2 Januari 1949 dengan ketetapan Panglima Tentera dan Territorium Sumatera No.WKS/SI/Ist 038, sehingga susunan Pemerintahan Militer di Sumatera adalah :
1. Daerah Aceh, Langkat dan Tanah Karo, Gubernur Militernya  adalah Teungku Daud Beurueh.
2. Daerah Sumatera Timur dan Tapanuli, Gubernur Militernya adalah Dr. Ferdinand Lumban Tobing.
3. Daerah Sumatera Barat, Gubernur Militernya adalah Mr.St.M.Rasyid,
4. Daerah Riau,Gubernur Militernya adalah R.M Otojo,
5. Daerah Sumatera Selatan dan Jambi, Gubernur Militernya adalah Dr. Adnan Kapau Gani. 

Pembagian Kabupaten secara perang.
   
Selama era Pemerintahan Militer. Untuk mendukung perjuangan menghadapi Belanda.Seluruh Sumatera Barat yang dulunya dibagi kepada tujuh Kabupaten, dan direncanakan akan dijadikan enam Kabupaten, oleh karena keadaan perjuangan dijadikan delapan Kabupaten, dengan tambaban Kabupaten Sawah Lunto/Sijunjung, Hasil penataan dituangkan dalam Instruksi Gubernur Militer Sumatera Barat No.8/G.14/Instr-49 pada tanggal 11 Januari 1949,yaitu :
1. Kabupaten Padang/Pariaman yang dipimpin oleh Bupati Militer B.A. Murad, dengan dibantu oleh Patih Udin.
2. Kabupaten Agam yang dipimpin mulanya oleh Bupati Militer Dahlan Jambek yang merang-kap Komandan Pertempuran berpangkat Let. Kolonel, dan kemudian kedudukannya sebagai Bupati digantikan oleh Bupati Militer Said Rasad.
3. Kabupaten Lima Puluh Kota yang dipimpin oleh Bupati Militer Arisun St. Alamsyah, dan setelah beliau gugur dalam perju¬angan, digantikan oleh Bupati Militer S.J. St. Mangkuto.
4. Kabupaten Tanah Datar yang dipimpin oleh Bupati Militer Sidi Bakaruddin yang sebelum agresi mengepalai Jawatan Kereta Api Sumatera Barat.
5. Kabupaten Solok dipimpin oleh Bupati Militer H. Darwis Dt. Tumangguang.
6. Kabupaten (Pesisir Selatan Kerinci), yang dipimpin oleh Bupati Militer Aminuddin.
7. Kabupaten Pasaman yang dipimpin oleh Bupati Militer Basjrah Lubis.
8. Kabupaten Sawah Lunto Sijunjuang yang mulanya dipimpin oleh Bupati Militer Tan Tuah Bagindo Ratu, dan kemudian oleh Bupati Militer A. Jarjis Bebasthani.

Dengan keluarnya instruksi No. 8/G.14/Instr-49 yang tersebut di atas semakin terasalah pentingnya koordinasi dalam segala lapangan perjua¬ngan, terutama antara Pemerintah Sipil, Ketenteraan dan orga¬nisasi-organisasi Rakyat. Dimana-mana hasrat untuk mengkoor¬dinir segala tindakan lalu diujudkan berupa rapat-rapat koordi¬nasi yang menghasilkan akan kerjasama yang semakin erat antara segenap instansi-instansi pemerintahan itu.

Tindakan Gubernur dalam Pemerintahan Sumatera Barat
Adapun tindakan-tindakan kedalam yang diambil oleh Gubernur Militer Sumatera Barat, yang mengeluarkan Instruksi pada tanggal 13 Januari 1949, yang menetapkan bahwa Sekretariat itu terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
1. Bagian Pemerintahan perkara dan personalia, yang dipimpin oleh Rasyid Manan.
2. Bagian Umum, surat menyurat, arsip, penerima tamu, yang dipimpin oleh Effendi Nur.
3. Bagian Penerangan, penyiaran dan ordonans, yang dipimpin oleh Noersoehod.
4. Bagian Keuangan dan Perbekalan, dibawah pimpinan orang kayo Ganto Suaro, dibantu oleh Alwi dan intendan Divisi.
5. Bagian Undang-undang, menyiapkan peraturan-peraturan menyambut tamu sebelum datang kepada Gubernur Militet, yang dipimpin oleh Khatib Sulaiman.
6. Bagian Perburuhan dan Sosial , termasuk pengungsian dari orang-orang yang masuk ke Koto Tingi dipimpin oleh Malik Ahmad.
7. Bagian Militer dan Intelijen di bawah pimpinan seorang Opsir yang namanya tidak diumumkan.

Pasca Konferensi Meja Bundar

Pascapengakuan kedaulatan RI oleh Belanda sesuai KMB (Konferensi Meja Bundar), maka berdasarkan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) No.4/1950 yang ditetapkan 14 Agustus 1950, sekali lagi ditegaskan bahwa Status admnistratif dan peta wilayah Sumatera Barat mengalami perubahan yang drastis dan sejak saat itu tidak berubah lagi tahun 1957.
Perubahan ini berhubungan erat dengan gejolak politik daerah, yakni diambilalihnya pemerintahah daerah Sumatera Tengah oleh Dewan Banteng. Tahun itu Jakarta memberlakukan UU Darurat No. 19 tertanggal 9 Agustus 1957 yang isinya membubarkan Provinsi Sumatera Tengah yang dibentuk dengan Perpu No. 4 tahun 1950. Selanjutnya UU itu memecah bekas Provinsi Sumatera Tengah tersebut menjadi tiga Daerah Swatantra Tingkat I (waktu itu lazim dikenal dengan Daswati I), yaitu: 1). Provinsi Sumatera Barat; 2). Provinsi Riau , dan 3). Provinsi Jambi. Melalui UU tersebut daerah kerinci dikeluarkan dari Sumatera
Barat dan dimasukkan kedalam Provinsi Jambi. Sejak saat itu hingga saat sekarang wilayah administratif Sumatera Barat tidak mengalami perubahan lagi.

Keputusan kebersamaan

Berdasarkan penjelasan dari lintasan perjalanan sejarah daerah administratif Sumatera Barat di atas, rasanya sangat menarik untuk memberikan perhatian kepada hasil reorganisasi tahun 1905, 1927, 1945, 1948,1949 serta 1957. Tentu yang dapat mengambil keputusan adalah pakar sejarah bersama peserta yang diundang dalam kesempatan tersebut yang pasti saya tidaklah peserta yang diundang.

Peserta yang diundang pada kegiatan Konsultasi Publik dalam rangka pembahasan Ranperda tentang Hari Jadi Provinsi Sumatera Barat, adalah Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat, Tokoh-Tokoh Masyarakat Sumatera Barat, Perguruan Tinggi, LSM, Pemuda serta  Media Massa.

Sedangkan nara sumber yang akan menyampaikan kertas kerjanya pada kegiatan konsultasi publik tersebut adalah :
DR. Sukoyo, MH. SH Direktur Produk Hukum Daerah – Kemendagri
Prof. DR. Phil. Gusti Asnan Ahli Sejarah Maritim dan Minangkabau
Prof. DR. Mestika Zed, MA Ahli Sejarah
Drs. H. Hasan Basri Pamong Senior
DR. Yulizar Yunus Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

Semoga pertemuan tersebut melahirkan ide dan gagasan yang baik dan diharapkan juga ada Bab dan pasal menjelaskan bahwa Kota Bukittinggi pernah menjadi ibu Kota Provinsi Sumatera Barat, bahwa Nagari Koto Tinggi Kecamatan Gunuang Omeh pernah menjadi ibu Kota Provinsi Militer Sumatera Barat dan Kota Padang seperti sekarang ini.

Melihat sejarah ibaratkan kita melihat kaca spion, melihat kebelakang untuk maju kedepan. Tetapi sebagai generasi milineal jangan melupakan sejarah pejuang bangsanya.
Selamat berdiskusi !

Sumber Tulisan: 
1.Berbagai naskah Arsip di Arsip Nasional Republik Indonsia (PDRI,PRRI,RPI)
2.Republik Indonesia Sumatera Tengah oleh Kementrian Penerangan
3.Gusti Asnan “ Pemerintahan Sumatera Barat dari VOC hingga Revormasi.
4.Sejarah perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau 1945-1950 jilid II.

Sarilamak, 15 Februari 2019, Saiful Guci Dt.Rajo Sampono.