Wartawan Senior: Ustad Abdul Somad Jangan-jangan Sudah Masuk “Target List”


IMPIANNEWS.COM (Jakarta).

Bersangka buruk adalah salah satu sikap dan sifat yang dilarang keras di dalam syariat Islam. Tidak boleh berburuk sangka kepada siapa pun. Pastilah ini selalu disampaikan oleh Ustad Abdul Somad (UAS) di depan jemaah beliau.

Tetapi, kali ini saya mohon maaf kepada semua pihak. Hari ini saya tak sanggup berbaik sangka kepada para pemegang kekuasaan terkait misi dakwah UAS. 

Setelah peristiwa penolakan UAS di Bali, deportasi Hong Kong, dan terakhir penolakan PLN, saya terbawa berilusi agak jauh tentang UAS. Saya berpikir, jangan-jangan beliau sudah masuk dalam target eliminasi. 

Ada beberapa pengertian “eliminasi”. Pertama, bisa jadi UAS akan dicekal memberikan ceramah atau pengajian di lingkungan instansi negara (pemerintahan). Ini sangat mudah dilakukan oleh para pemegang kekuasaan dengan perintah dari penguasa tingkat tinggi, tentunya. Kasus pembatalan ceramah di PLN Disjaya Gambir (Jakarta) kemungkinan menjadi titik awal pencekalan total pihak penguasa terhadap UAS.

Bisa jadi sudah ada “unofficial executive order” (perintah eksekutif tak resmi) yang berisi larangan untuk mengundang UAS memberikan ceramah di lingkungan instansi pemerintah, BUMN, TNI-Polri, dsb. Untuk mengukur ini, kita lihat saja ke depan apakah masih ada undangan dari instansi-instansi tsb. Dalam pengertian ini, “eliminasi” itu sangat bisa diiplementasikan. Cukup seorang menteri senior menugaskan stafnya untuk menelefon pejabat-pejabat tertinggi di semua instansi pemerintah dan unit usaha negara. 

Kedua, “eliminasi” juga bisa bermakna bahwa UAS akan ditolak di berbagai daerah, khususnya di wilayah yang “dikuasai” oleh ormas-ormas boneka. Selama ini pun sudah banyak pengajian yang dibubarkan oleh dua ormas yang bernaung di bawah salah satu organisasi besar di Indonesia. Kedua ormas “bayaran” itu membidik para ustad yang mereka tuduh radikal, anti-Pancasila, anti-NKRI, seperti Ustad Felix Siaw, Ustad Bakhtiar Nasir, dll. 

Ketiga, “eliminasi” dapat pula diartikan ekstrem. Dan ini sangat menakutkan. Yaitu, eliminasi dalam arti UAS akan “dimunirkan”. (Note: Munir Said Thalib adalah aktivis HAM dan ketua LSM Kontras. Dia tewas diracun sewaktu dalam penerbangan dari Singapura ke Amsterdam, Sepember 2004. Banyak pihak yang meyakini bahwa Munir dibunuh dalam skenario operasi unit siluman).  

Saya mulai mencemaskan aspek keselamatan UAS. Sebab, beliau tidak mau “dibawa masuk” ke kubu penguasa. UAS menolak undangan dari pejabat yang sangat disanjung oleh para pengusungnya. Bagi saya, penolakan yang ditunjukkan oleh UAS itu merupakan bentuk penyepelean yang bisa ditafsirkan “you’re finished” ("Anda selesai"). Tidak mustahil unit siluman telah mengadopsi “tafsiran radikal” itu sehingga, bagi mereka, UAS harus dieliminasi dalam arti literal. 

Sangat mudah bagi unit siluman untuk “menghentikan” UAS. Mereka sangat lihai untuk urusan ini. Dengan segala cara. Dan bisa tak terasa bahwa itu pekerjaan unit siluman.

Mengingat tahun politik sudah dekat dan waktu pemilihan pejabat penting relatif tak terlalu jauh, ada baiknya pihak pengelola aktivitas UAS mulai berhati-hati dan senantiasa waspada. Boleh jadi UAS sudah masuk “target list” unit siluman dan ditandai sebagai “obstacle” (perintang). Sebab, posisi UAS sebagai “rallying point” (titik kumpul) umat bisa saja dianggap akan mengganggu kelancaran skenario keterpilihan seorang penguasa. Nah, orang-orang siluman bertugas untuk menyingkirkan “obstacle” itu.

Perlu diingat bahwa di tengah pergelutan politik yang sangat krusial di tahun 2018 dan 2019, pihak penguasa tidak berkenan ada magnet lain di tengah masyarakat, apalagi magnet sekuat UAS. Konon pula Sang Magnet baru ini tidak mau diajak bergandengan.

Jadi, bagi saya, “Bali-Hongkong-PLN Connection” merupakan isyarat untuk mengaktivasikan tombol “suk dzon” (sangka buruk) terhadap para penguasa. 

Ustad Abdul Somad harus berhati-hati. Tentunya tidak keliru juga jika beliau hanya bertawakkal saja kepada Allah SWT. Ini malah lebih baik. Hanya saja, menurut hemat saya, membaca gerak-gerik dan bahasa tubuh orang lain di sekeliling kita, boleh jadi akan menggenapkan ketawakkalan itu.

Perlu juga diingat bahwa unit-unit siluman tidak mengenal konsep halal-haram atau baik-buruk. Sebaliknya, brutalitas adalah keseharian mereka. (*)