Oleh : Nina Iryani S.Pd
Dilansir dari Kompas.com, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyoroti kasus eksploitasi terhadap para mantan pemain Sirkus Taman Safari Indonesia yang tak kunjung selesai meski sudah 28 tahun berlalu.
Atnike menyayangkan aduan yang pertama kali muncul pada tahun 1997 itu tak juga selesai di tahun 2025 ini.
Hal tersebut Atnike sampaikan dalam rapat bersama Komisi XIII DPR dan para mantan pemain Sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) di gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (23/4/2025).
"Kasus ini sebenarnya adalah kasus yang sudah sangat lama di adukan ke Komnas HAM. Sangat disayangkan bahwa hingga tahun 2025 belum mendapatkan penyelesaian yang memadai atau memuaskan, khususnya bagi kepentingan korban. Pertama kali kasus ini di adukan ke Komnas HAM pada tahun 1997, jadi sudah lebih 25 tahun, sudah 28 tahun sejak pertama kali di adukan" ujar Atnike.
Atnike menjelaskan, pada tahun 2002, mantan pemain Sirkus OCI itu mengadu lagi ke Komnas HAM karena rekomendasi yang diberikan pada 1997 lalu tak kunjung dijalankan pihak OCI.
Sebab di tahun 1997 itu, Komnas HAM telah membuat beberapa kesimpulan dari pemantauan yang dilakukan akan adanya pelanggaran hak asasi manusia.
"Yang pertama adalah pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal usul identitas dan hubungan kekeluargaan. Baik dengan keluarga maupun dengan orang tuanya. Karena seluruh pengadu ketika di ambil oleh Oriental Circus masih berada dalam usia anak atau dibawah umur" jelasnya.
"Pelanggaran yang kedua adalah pelanggaran terhadap hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis. Lalu yang ketiga adalah pelanggaran hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak yang dapat menjamin masa depannya. Dan yang ke empat pelanggaran terhadap hak anak untuk mendapat perlindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak" sambung Atnike.
Sebelumnya sejumlah perempuan mantan pemain Sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) menguak kisah kelam selama puluhan tahun menjadi pemain Sirkus yang beratraksi di berbagai tempat, termasuk di Taman Safari Indonesia.
Cerita memilukan ini diungkap para perempuan tersebut di hadapan Wakil Menteri HAM Mugiyanto, Selasa (15/4/2025), saat mengadukan pengalaman pahit yang mereka alami selama bertahun-tahun mulai dari kekerasan fisik, eksploitasi hingga perlakuan tidak manusiawi.
Butet salah satu pemain Sirkus bercerita bahwa ia sering mendapatkan perlakuan kasar selama berlatih dan menjadi pemain Sirkus.
"Kalau main saat show tidak bagus, saya dipukuli. Pernah di rantai pakai rantai gajah di kaki, bahkan untuk buang air saja saya kesulitan" kata Butet di Kementrian HAM, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Bahkan ketika sedang mengandung, Butet juga tetap dipaksa tampil dan dipisahkan dari anaknya. "Saat hamil pun saya dipaksa tetap tampil. Setelah melahirkan, saya dipisahkan dari anak saya, saya tidak bisa menyusui, saya juga pernah dijejali kotoran gajah hanya karena ketahuan mengambil daging empal" ungkap Butet sambil menahan tangis.
Butet pun mengungkapkan selam hidupnya ia tidak pernah mengetahui identitas aslinya, naik itu nama, keluarga dan usia karena sudah ditempa sebagai pemain Sirkus sejak kecil.
Fifi anak Butet, juga mengalami kisah serupa. Seperti kisah sang ibu.
Sejak lahir Fifi dibesarkan dilingkungan Sirkus tanpa mengetahui siapa orang tuanya.
Rupanya Fifi diambil oleh salah satu bos OCI saat ia baru lahir. Ia baru sadar bahwa Butet adalah ibunya ketika sudah beranjak dewasa.
Butet mengaku menyerahkan Fifi untuk diasuh orang lain karena belum memiliki kehidupan yang layak.
Hidup di lingkungan Sirkus sejak kecil rupanya membuat Fifi tak betah.
Ia sempat kabur karena tidak tahan akan siksaan yang ia alami. "Saya sempat diseret dan dikurung di kandang macan, susah buang air besar. Saya nggak kuat akhirnya saya kabur lewat hutan malam-malam sampai ke Cisarua. Waktu itu sempat ditolong warga, tapi akhirnya saya ditemukan lagi" tutur Fifi.
Nasib Fifi semakin tragis setelah ditangkap karena siksaan yang ia terima berkali-kali lebih kejam. "Saya diseret, dibawa ke rumah, terus disetrum. Kelamin saya disetrum sampai saya lemas. Rambut saya ditarik, saya ngompol ditempat, lalu saya dipasung" kenang nya dengan suara lirih.
Allah SWT berfirman:
"Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan (kedzaliman) penganiayaan yang pernah dia derita kemudian dia di dzalim (lagi), pasti Allah akan menolongnya. Sungguh Allah maha pemaaf, maha pengampun"
(TQS. Al-Hajj ayat 60).
Allah SWT berfirman:
"Katakanlah 'Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi dan perbuatan dosa,melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (menganiaya)"
(TQS. Al-A'raff ayat 33).
Allah SWT berfirman:
"Maka berkat Rahmat Allah engkau (nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu maafkanlah mereka, mohonkan lah ampun untuk mereka, dan bermusyawarah lah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakal lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal"
(Ali Imran ayat 159).
Demikian di dalam Islam, nyawa dibayar nyawa, penganiayaan dibalas dengan yang setimpal setelah itu saling memaafkan dan tidak mengulangi kedzaliman dalam bentuk apapun.
Lain hal nya di negeri serba kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Dimana aduan dan laporan seolah tidak ditangani dengan baik. Hak asasi manusia hanya sekedar wacana, namun puluhan tahun tindakan eksploitasi, penganiayaan dan tindakan tidak manusiawi tidak ditangani berlarut-larut.
Harus viral dulu, atau karena tersangka sudah gulung tikar dan sebagainya barulah di perhatikan.
Bagi negeri serba sekuler kapitalis, uang bisa membeli hukum, bahkan dengan uang UU bisa dibuat oleh pejabat. Seolah rakyat kecil yang tertindas hanya boneka sendu mainan orang yang bermodal.
Lain hal nya di zaman Rasulullah dimana seluruh hukum-hukum Islam diterapkan, sedikit saja kedzaliman, langsung ditangani dan diberi efek jera berikut efek pencegahan agar tidak terjadi lagi hal serupa.
Hukum benar-benar ditegakkan menyisir rapi dari kalangan kecil hingga besar semua diperlakukan dengan adil.
Jika keadaan ingin lebih baik, maka kita wajib berjuang menyuarakan keadilan bukan hanya perkara eksploitasi, penganiayaan dan tindakan kriminal lainnya, tetapi juga peningkatan ekonomi yang sedang sulit, kemudahan pendidikan dan kesehatan bagi semua kalangan termasuk berpolitik yang sesuai dengan aturan Allah.
Mari berjuang dengan:
1. Menimba ilmu-ilmu bermanfaat terutama ilmu agama Islam kaffah.
2. Dakwah kan dan ajak keluarga, masyarakat dan negara untuk melakukan perubahan lebih baik dengan penerapan Islam kaffah.
3. Terus berjuang hingga hidup mulia dunia akhirat.
Demikian Islam memperlakukan yang seharus nya. Tidak boleh ada eksploitasi apalagi penganiayaan dalam bentuk apapun. Segala masalah ditangani langsung hingga selesai tanpa menunggu puluhan tahun.
Wallahu 'alam bissawab