Kepala Center of Disaster Monitoring and Earth Observation, Universitas Negeri Padang (DMEO UNP) Pakhrur Razi Ph.D, yang juga Dosen Fisika FMIPA UNP menjelaskan gempa bumi dengan skala besar yang berpotensi tsunami berpeluang terjadi di Sumatera Barat. Hal ini diungkapkannya berdasarkan kajian dari penelitian para pakar gempa Belle Philibosian dari California Institute of Technology.
“Peluang kekuatan gempa dengan M 8,9 di dapat dari pengukuran pergeseran coral (karang) di dasar laut, kemudian melakukan perhitungan sehingga dapatlah angka M. 8.9,” ucapnya.
Pakhrur Razi Ph.D. menjelaskan juga peluang gempa besar itu berpusat di sekitar kepulauan Siberut. “Sejak 2006 kita juga telah melakukan observasi dengan memanfaatkan satelit, dan kita menemukan adanya pergeseran dan terjadi deformasi di daerah kepulauan mentawai,” jelasnya.
Lebih lanjut Peraih gelar doctor dengan indek prestasi (IP) 4.0 dari Chiba University menyatakan bahwa gempa dengan kekuatan M. 8.9 tersebut tinggal menunggu waktunya saja, karena sudah masuk kedalam siklus 200 tahun kegempaan di Kepulauan Mentawai. Mudah-mudahan gempa yang berpotensi, terjadi dengan cara mencicil dengan kekuatan yang tidak signifikan sehingga akumulasi energi tetap berkurang.
“Dari catatan sejarah, gempa bumi terbesar dengan kekuatan magnetudo M. 8.6-8.8 di Kepulauan Mentawai terjadi pada tahun 1797, sedangkan gempa dengan kekuatan M.8.8-8.9 terjadi di tahun 1833. Pada saat ini kita telah memasuki siklusnya,” ucapnya.
Pakhrur Razi Ph.D. menyarankan, karena Sumbar berada di daerah rawan gempa, pemerintah dan masyarakat harus selalu waspada dan siap siaga terhadap potensi gempa dan tsunami jika suatu saat terjadi.
“untuk kondisi di rumah, pastikan tidak ada benda-benda yang menghalangi rubuh ketika gempa terjadi. Kemudian latihlah anak-anak untuk siap siaga dalam langkah menyelamatkan diri saat terjadi gempa dan setelah terjadi gempa,” tambahnya.
Dari 2018 hingga saat ini, gempa dengan kekuatan besar M.5 terjadi sebanyak 26 kali yang terkonsentrasi di Pagai Utara bagian Selantan dan Pagai Selatan bagian Selatan. Dalam catatan sejarah, gempa bumi yang memicu tsunami terjadi pada 10 Februari 1797 yang mengakibatkan kapal Inggris seberat 150-200 ton terdorong hingga sejauh 1 km ke pedalaman Batang Arau. Perahu-perahu kecil juga dihanyutkan hingga 1.8 km ke hulu sungai. Hampir diseluruh daerah di Air Manis dipenuhi air dan mayat manusia.
Di tahun 25 November 1833, terjadi lagi gempa bumi dengan kekuatan M 8,8 - 9,2. Daerah yang terimbas dari tsunami ini terjadi di Pariaman hingga Bengkulu. Tsunami ini juga menyebabkan kerusakan parah di Maladewa, Sri Lanka, dan Seychelles.
Selanjutnya, tahun 2010, gempabumi yang berkekuatan M 7,7 kembali menimbulkan tsunami di Kepulauan Mentawai. Tsunami terjadi dua jam setelah gempa. Dampaknnya desa di Kepulauan Mentawai hancur yang di sebabkan tsunami setinggi 3-10 meter.
Dari rangkaian tsunami yang terjadi di Sumbar, tsunami 1797 di Padang justru lebih tinggi dibandingkan 36 tahun setelahnya saat gempa 1833 yang secara magnitude lebih besar. Tetapi, ketinggian tsunami di Padang pada 1833 justru lebih kecil, hanya 2–3 meter saja (PR/Humas UNP)
0 Comments