PM Baru Jepang Yoshihide Suga Berjanji Selamatkan Para Korban Penculikan oleh Korea Utara


PM Baru Jepang Yoshihide Suga Berjanji Selamatkan Para Korban Penculikan oleh Korea Utara

Presiden Korut, Kim Jong Un. /Japan Times

IMPIANNEWS.COM (Jepang).

Kasus penculikan warga Jepang oleh agen intelejen dari Korea Utara belum menemui titik temu sampai hari ini.

Pemerintah Jepang dengan resmi mengatakan ada sebanyak 17 orang yang telah diculik oleh Korea Utara, tetapi ada kemungkinan bahwa lebh dari 800 orang lainya juga telah diculik.

Perdana Menteri Shinzo Abe telah gagal menyelesaikan masalah penculikan warga negara Jepang oleh Korea Utara pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Namun, penggantinya, Yoshihide Suga, diharapkan bisa mendorong negosiasi tentang hal itu dengan cara yang lebih baik daripada yang telah dilakukan pendahulunya.

Suga, saat ini adalah kepala sekretaris kabinet yang terpilih sebagai presiden baru dari Partai Demokrat Liberal yang berkuasa dan akan diangkat sebagai perdana menteri berikutnya pada hari Rabu.

Dikutip impiannews.com lewat  PORTAL JEMBER dari Japan Times, Yoshihide Suga telah berjanji untuk terus berusaha menyelamatkan para korban penculikan di Korea Utara.

Ia telah menyatakan keinginannya untuk mengadakan pertemuan dengan Kim “tanpa syarat” dengan harapan dapat membuat terobosan atas masalah penculikan yang sudah berlangsung lama, yang sejalan dengan sikap Abe yang telah lama memetakan strategi diplomatik dengan tangan kanannya ini.

Abe telah mengambil sikap keras terhadap Korea Utara sejak dia menjadi perdana menteri pada Desember 2012.

Setelah masa jabatan satu tahun pertamanya antara 2006 dan 2007, Abe mengatakan bahwa menangani masalah penculikan adalah "pekerjaan seumur hidup."

Perdana Menteri Abe pernah mengintensifkan "kampanye tekanan maksimum" di Korea Utara untuk mendapatkan konsesi, tetapi ia mulai menyerukan KTT Tokyo-Pyongyang sejak Presiden AS Donald Trump memutuskan temu dengan Kim pada 2018.

Kendati demikian, isu penculikan belum menunjukkan tanda-tanda perubahan jalur. Selama beberapa tahun terakhir, Abe telah menjadi satu-satunya pemimpin yang tidak mengadakan dialog dengan Kim.

Padahal Korea Selatan, Tiongkok, Jepang, Rusia, dan Amerika Serikat telah bertemu dengan Kim, sebagai anggota perundingan enam pihak yang telah lama ditangguhkan tentang program nuklir Korea Utara.

Kaoru Hasuike, yang diculik oleh Korea Utara dan kembali ke Jepang pada tahun 2002, telah mendesak pemerintah berikutnya untuk mencari solusi atas masalah penculikan dengan menerapkan langkah-langkah seperti menawarkan dukungan makanan kepada Pyongyang.

Sebuah sumber diplomatik di Beijing mengatakan, Korea Utara tidak puas dengan kebijakan Abe terhadap Pyongyang, karena diyakini dia hanya menggunakan masalah penculikan untuk politik dalam negeri tanpa mencoba membuka jalan bagi perbaikan hubungan bilateral.

"Korea Utara tampaknya berharap Jepang akan mengubah sikap garis kerasnya terhadap Pyongyang setelah pergantian perdana menteri," kata sumber tersebut.

Troy Stangarone, direktur senior di Institut Ekonomi Korea di Washington mengatakan bahwa jika Pyongyang menunjukkan kesediaan untuk membahas masalah penculikan, Suga diharapkan mengambil langkah untuk menyelesaikannya.

Setelah lima orang yang diculik dibawa kembali ke Jepang pada 2002, Tokyo telah meminta pengembalian 12 orang lainnya yang secara resmi diakui telah diculik oleh agen Korea Utara. Ia juga mencurigai keterlibatan Korea Utara dalam penghilangan warga Jepang lainnya.

Pyongyang mengklaim bahwa masalah penculikan telah "diselesaikan", dengan mengatakan delapan dari mereka, termasuk korban penculikan Megumi Yokota, telah meninggal dan empat lainnya tidak pernah memasuki negara itu.

Pada Mei 2014, Jepang dan Korea Utara mencapai kesepakatan di Stockholm tentang prinsip-prinsip negosiasi menuju penyelesaian masalah penculikan. 

Jepang melonggarkan sanksinya terhadap Pyongyang, yang pada akhirnya menjanjikan penyelidikan skala penuh terhadapnya.

Namun, Korea Utara berulang kali menunda pelaporan hasil survei tersebut. Negara itu kemudian membubarkan tim investigasinya dan menangguhkan penyelidikan tersebut setelah Jepang memberlakukan sanksi lebih lanjut pada Februari 2016 sebagai reaksi atas uji coba nuklir dan rudal Pyongyang. ***