Sosok Buya Gusrizal Gazahar, Ketua MUI Sumbar Ketujuh

IMPIANNEWS.COM
Buya Gusrizal Gazahar  lahir di suatu Nagari yaitu Panyakalan yang terletak di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok Sumatera Barat pada tanggal 13 Agustus 1973. 

Beliau adalah anak pertama dari tiga bersaudara dan merupakan satu-satunya laki-laki dari pasangan suami istri H. Gazahar dan Almh Hj. Marlini. Keluarga beliau tidak dikenal sebagai keluarga ulama, akan tetapi kakek beliau dari pihak ayah adalah seorang guru mengaji di Mesjid Jami' Panyakalan. 

Beliau berasal dari keluarga yang sederhana. Masa kecil beliau dihabiskan di lingkungan yang mana pergaulan anak-anak sebayanya cukup mengkhawatirkan karena perjudian marak di tempatnya dan juga kebiasaan  merokok. 

Alhamdulillah berkat didikan keras dari orang tua beliau, disamping belajar, beliapun juga diberikan kewajiban bekerja. Pagi sebelum berangkat ke sekolah beliau sudah harus mengantar es ke kedai-kedai dan sepulang sekolah harus bekerja di sebuah bengkel perabot milik orang tua beliau. 

Hal ini dimaksudkan agar beliau bisa mengisi hari-hari dengan sesuatu yang bermanfaat sekaligus untuk membentengi diri agar tidak terpengaruh oleh keadaan lingkungan yang merusak.  

Semenjak kecil Buya tidak pernah diberikan kemewahan oleh orang tua, bahkan jika ingin belanja lebih Buya mesti bekerja lebih pada hari libur meskipun saat itu kondisi keluarga  sudah lebih dari cukup.

Beliau menamatkan sekolah dasar  di panyakalan  pada tahun 1985. Meskipun menorehkan prestasi yang bagus sehingga mudah baginya untuk diterima di SMP favorit di Kota Solok, namun karena keinginan yang mendalam untuk menuntut ilmu agama, beliau lebih memilih melanjutkan pendidikan di MTs Muhammadiyyah Panyakalan - Solok dimana ketika itu dianggap sekolah yg tidak ada apa-apanya, bahkan sering jadi bahan cemoohan, tetapi beliau tetap bersemangat untuk menuntut ilmu agama  hingga lulus tahun 1988.

Selanjutnya beliau melanjutkan pendidikan di MAPK Padang Panjang melalui persaingan yang sangat ketat. Pelajaran di MAPK menggunakan Bahasa Arab karena menggunakan kitab gundul yang bahkan beliau tidak tau sama sekali  mengenai kitab gundul itu, tapi karena kemauan yang keras dan ancaman di MAPK juga bahwa siswa yang tidak naik akan di droup out, oleh karena itu beliau menjadi sangat gigih belajar dan mendapat juara sampai selesai dan tamat pada tahun 1991.

Setelah menamatkan pendidikan di MAPK Koto Baru, sebenarnya beliau ingin melanjutkan study ke Yogyakarta. Akan tetapi sangat disayangkan, karena orang tua laki-laki  ( Abak ) tidak mengizinkan beliau untuk kuliah jauh dan menyarankan untuk kuliah di IAIN Imam Bonjol Padang. 

Akhirnya karena patuh pada orang tua dan dengan berbagai iming-iming fasilitas kuliah beliaupun melanjutkan  kuliah dengan mengambil Jurusan  Tafsir Hadits di Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol selama dua semester.

Pada suatu ketika seorang teman dikampus mengajaknya ikut tes kuliah ke Mesir akan tetapi buya tidak tertarik karena janji -janji selama di MAPK dulu bahwa yang masuk 10 besar akan langsung kuliah ke Timur Tengah, tidak pernah terealisasi.

Namun karena garis kehidupan Allah SWT yang mengatur, beliau akhirnya ikut tes dan lulus dengan mendapatkan nilai yang tertinggi. Buyapun sempat bimbang ketika dinyatakan lulus karena mengira orang tua beliau pasti tidak mengizinkan untuk kuliah jauh. 

Namun beliau mencoba meminta izin dan mengatakan mendapat nilai yang terbaik. Orang tua beliau tidak mengizinkan dan tidak pula melarang tapi hanya berkata "kamu ada -ada saja ".

Alhamdulillah akhirnya diizinkan dan kuliah di Mesir dengan mendapatkan beasiswa ICMI dan Majelis Al-A'la li al-Syu'un al- Islamiyah. Beliau berhasil menyelesaikan program sarjana pada Fakiltas Syari'ah wa al-Qanun Universitas Al-Azhar Mesir pada tahun 1997.

Kemudian buya melanjutkan kuliah S2 di Zamalik Institut dan hanya berlangsung satu tahun karena krisis moneter yang menimpa sedang beasiswa untuk S2 belum  ada.

Akhirnya Buya pulang ke Tanah Air. 
Sesampainya di Indonesia, keinginan untuk kuliah tidak pernah padam. Buya ingin melanjutkan  kuliah S2 di Luar negri yaitu Aligar University, India  yang  Alhamdulillah khabarnya ada beasiswa untuk belajar disana ditambah lagi ada free tiket pesawat. 

Sembari menunggu untuk keberangkatan, di Pasca Sarjana IAIN Imam Bonjol Padang terbuka  pula pendaftaran untuk S2 dan atas usulan bapak Nasroen Haroen yang menyuruh beliau untuk ikut tes di Pasca Sarjana IAIN Imam Bonjol.

Hingga suatu waktu yang bersamaan beliau mendapatkan tiga surat  sekaligus. Pertama surat diangkat sebagai calon dosen di STAIN Kerinci, kedua surat panggilan untuk melanjutkan kuliah di Delhi University dan ketiga Surat dari IAIN Imam Bonjol yang mana beliau lulus S2  di sana dengan beasiswa.

Kondisi ini sempat membuat beliau bingung karena kuatnya keinginan untuk S2  di India. Namun karena kondisi dalam negeri yang sedang kacau dimana pemerintahan berganti dan Habibi ditolak pertanggung jawabannya oleh MPR , maka fasilitas untuk beasiswapun ditiadakan. 

Akhirnya beliau memilih untuk bertugas  di STAIN Kerinci dengan meminta izin kuliah S2 di IAIN Imam Bonjol Padang. Hingga tamat pada tahun 2003.

Sebelumnya beliau pernah diminta oleh Buya Syamsul  Bahri Khatib ( waktu itu dekan Fakultas Ushuluddin ) IAIN Imam Bonjol untuk menjadi asisten dosen di Ushuluddin, mendampingi Buya Nasroen Haroen sebagai dosen Ushul Fiqh selama 3 semester.

Semenjak pulang dari Mesir, buya sudah aktif di  MUI Kabupaten Solok yaitu sebagai ketua bidang Fatwa dan pernah juga menjalan kan tugas ketua MUI Kabuoaten Solok. Selanjutnya ketua bidang fatwa MUI Sumbar dan menjadi Ketua Umum MUI Sumbar sampai sekarang.(rel/014)

Post a Comment

0 Comments