Regulasi Zakat dan Hukuman Pidana Penjara

Oleh : Awaluddin Kahar, S.IKom.                          Wartawan/Humas BAZNAS

SEBAGAI umat Islam, tentu kita sudah hafal dan paham benar membayar zakat rukun Islam yang keempat.

Rukun Islam pertama, pengakuan kita mengucapkan dua kali masyahadat. Bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah Swt dan Nabi Muhammad  Saw adalah utusan Allah.

Rukun Islam kedua, perintah mendirikan shalat dan Rukun Islam ketiga berpuasa  di bulan Ramdhan. Rukun Islam kelima menunaikan ibadah haji.

Al Qur’an sebagai hudam (petunjuk) bagi umat Islam, berulang kali menyebutkan tentang perintah mendirikan shalat dan kewajiban membayar zakat. “Kerjakankan shalat dan tunaikan zakat,” (QS: Al Baqarah : 43)

Artinya perintah shalat dan kewajiban membayar zakat berdiri sejajar. Bila kita mampu mendirikan shalat, tapi kita tidak mau membayar zakat  (padahal kita juga mampu), berarti ada sesuatu yang belum sempurna.

Bahkan dalam ayat lain, ditegaskan Allah Swt, ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka,” (QS. At Taubah : 103).

Kedua ayat Al Qur’an itu dasar hukum yang bersifat qat’i (pasti dan tidak boleh di abaikan). Kalau diabaikan? Ya, selain kita hina (berdosa), berarti kita tidak bersyukur dan tidak patuh kepada Allah Swt yang telah menciptakan lagit, bumi beserta isinya. Termasuk kita manusia. Na’uzubillah minzalik (kita berlindung kepada Allah Swt dari hal yang demikian).

Pertanyaan berikut, siapa yang berhak mengelola/mengurus zakat? Dan siapa pula yang sebenarnya berhak menerima harta zakat itu? Semakin menarik, memang diuraikan. Sebab pertanyaan sederhana ini sering kita dengar baik di perkantoran, di lapau (warung) bahkan dalam masjid atau mushalla.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita jangan terjebak dalam logika akal atau perasaan. Sebab Allah Swt sudah memberikan tuntunan yang jelas dan pasti. Siapa  yang berhak mengelola harta zakat dan siapa-siapa pula mereka yang berhak menerima harta zakat itu.

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil zakat), para mu’alaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Megetahui lagi Maha Bijaksana,” (QS. At Taubah :60).

Ini firman Allah Swt, tentang siapa yang berhak mengelola dan menerima harta zakat umat Islam. Kalau Allah Swt sudah perintahkan, jelas tidak ada satu alasan pun bagi kita melogikakan untuk tidak membayar zakat. Tidak membayar zakat berarti membantah perintah Allah Swt.

Yakinlah, setiap perintah Allah pasti membawa kemaslahatan kepada manusia itu sendiri. Sebaliknya, melanggar larangan Allah Swt membuat manusia sengsara.

Melihat besarnya jumlah umat Islam dan besarnya potensi harta zakat di Indonesia, maka pemerintah membuat aturan (regulasi). Siapa yang diberi wewenang mengurusi harta zakat.

Walaupun ada sebagian orang yang berpendapat membayar zakat itu hak yang melekat pada pribadi  seseorang. “Mau kemana dia berikan zakat hartanya, silahkan. Ngapain pula harus di atur-atur,” kata segelintir orang yang belum paham.

Memang, membayar zakat adalah kewajiban per-individu orang yang memiliki harta. Namun, jangan lupa bahwa hak pribadi ada aturannya. Baik aturan secara agama maupun aturan kenegaraan.

Kalau kita perhatikan pemerintah sangat serius mengurus harta zakat. Setidaknya sejak enam tahun lalu, pemerintah bersama anggota dewan (DPR RI) telah membuat sebuah regulasi tentang harta zakat.

Lahirnya UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah bukti harta zakat hak pribadi seseorang tapi diatur oleh negara.

Sebagai turunan dari UU 23 Tahun 2011 itu, diterbitkan peraturan pemerintah (PP) No 14 Tahun 2014 tentang aturan pelaksanaan pengelolaan zakat.

Seterusnya lebih rinci lagi, dikeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) No 3 Tahun 2014 tentang optimalisasi pengumpulan zakat di Kementerian dan Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal, BUMN dan BUMD melalui BAZNAS.

Lebih teknis lagi, Keputusan Menteri (Kepmen) Agama RI No.118 Tahun 2014 tentang pembentukan BAZNAS Provinsi.

Dilanjutkan dengan Keputusan Dirjen Bimas Islam No. DJ.II.568 Tahun 2014 tentang Pembentukan BAZNAS Kabupaten dan BAZNAS Kota.

BAZNAS pusat pun kemudian membuat aturan No. 01 Tahun 2014 tentang tata cara pengajuan pertimbangan, pengangkatan /pemberhentian Pimpinan BAZNAS Provinsidan BAZNAS Kabupaten Kota.

Masih persoalan regulasi. BAZNAS pusat mengeluarkan aturan No. 2 Tahun 2014 tentang pedoman tata cara pemberian rekomendasi izin pembentukan lembaga amil zakat (LAZ).

Disamping masih ada aturan BAZNAS pusat tentang organisasi dan tata kerja BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota.

Semua regulasi, berbentuk UU, Inpres, Keputusan Menteri Agama dan Keputusan Dirjen Bimas Islam, keseluruhannya mengukuhkan BAZNAS lembaga resmi negara yang diberi wewenang menghimpun, mendistribusikan dan mendayagunaan harta zakat. Mulai dari BAZNAS pusat, Provinsi sampai ke BAZNAS kabupaten dan kota.

Apakah kelompok lain tidak boleh menghimpun harta zakat? Jawaban nya, boleh. MESTI IKUTI ATURAN. Agar tidak disebut lembaga illegal atau dituduh melawan/melanggar hukum.

Setiap perkantoran, lembaga kemanusiaan, masjid atau mushalla dibenarkan membentuk unit penghimpun zakat (UPZ). Syaratnya, lembaga itu memilih paling kurang tiga orang sebagai ketua, sekretaris dan bendahara. Kalau mau ditambah dengan satu orang konsultan zakat, juga dibolehkan.

Baru nama-nama calon pengurus UPZ  diajukan ke Kantor BAZNAS kabupaten atau kota untuk diminta dikeluarkan surat keputusan (SK). Sekaligus mengukuhkan pengurus UPZ itu.

Setelah terbentuk dan di SK-kan, UPZ sudah ‘halal’ (sah) melakukan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan harta zakat. Kepada siapa UPZ menyalurkan harta zakat, tidak ada intervensi dari BAZNAS kota atau kabupaten.

Penyaluran harta zakat yang penting sesuai dengan asnap delapan. Sebagai tanggung jawab moral dan administarsi UPZ-UPZ harus memberikan laporan keuangan dan kebijakan tertulis kepada BAZNAS.

Bagaimana pula kalau menghimpun zakat melawan hukum? Jelas setiap perbuatan melawan hukum atau melanggar hukum pasti ada sanksi pidananya.

Dalam pasal 38, UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan harta zakat, dijelaskan dengan tegas. Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak sebagai amil zakat, malakukan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

Siapa lembaga yang dimaksud berwenang itu? Lembaga yang berwenang pengelola zakat adalah BAZNAS.  Jika ada yang melakukan pemungutan zakat dan mendistribusikannya kepada orang lain tanpa izin BAZNAS, perbuatan tersebut dikategorikan melawan hukum.

Berkaitan dengan sanksi mengelola zakat tanpa izin yang berwenang, ditegaskan dalam pasal 41, UU No, 23 Tahun 2011.

Isinya adalah setiap orang yang melakukan pelanggaran mengelola (menghimpun dan mendistribusikan) zakat tanpa izin, dapat dipidana dengan pidana kurungan palin lama satu tahu. Atau pidana denda paling banyak Rp.50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

JENIS HARTA ZAKAT

Pertanyaan lain yang sering kita dengar dari masyarakat di lapangan, tentang bentuk-bentuk harta zakat. Apa saja jenis dan bentuk harta zakat.

Dilihat dari jenis zakat, ada dua. Zakat fitrah dan zakat maal (harta).

Sedangkan zakat maal terdiri dari, zakat binatang ternak, zakat harta peninggalan dan perusahaan dan zakat hasilpertania.

Masih termasuk zakat maal, zakat emas dan perak, zakat profesi, zakat barang tambang dan hasil laut serta zakat rikaz (harta karun).

BAZNAS Kota Padang sendiri, pada tahun 2015 telah bekerja keras menghimpun dan menyalurkan serta membedayakan harta zakat.

Hal ini terlihat jelas pada tahun 2015, berhasil menghimpun dana zakat, infak, sadaqah dan wakaf (Ziswaf) ditambah CSR sebesar Rp. 22.537.508.208. Dengan rincian, Rp. 21 miliar lebih penghasilan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemko Padang. Dari zakat non PNS Rp.540.293.253 dan dari Infak, sadaqah dan wakaf tambah CSR Rp.690.183.100.

Sementara selama kurun waktu tahun 2015, dari jumlah total uang yang terhimpun Rp.22.532.508.208 telah disalukan untuk mustahik (penerima zakat) sebanyak 31.747. orang/kegiatan.

Dilihat dari jumlah dana tersalurkan sebesar Rp.17.485.939.932. Sementara hak amil zakat Rp.2.7330.915.639. Hingga saat dibuat tulisan ini masih tersimpan (saldo dana mustahik sebanyak R.2.320.642.427. ***