OPERASI INTELIJEN BELANDA LEWAT PREMAN, UNTUK MEMPROVOKASI PERANG DI MINANGKABAU

Catatan Kecil Yulfian Azrial (Mak Yum)
IMPIANNEWS.COM 
Perang Bad'r Minangkabau 1803 - 1845 (Bagian Pertama)
MASYARAKAT Minangkabu dahulu menyebut perang itu Perang Putih atau Perang Bad'r Minangkabau. Sebab perang ini bagi Orang Minangkabau adalah perang suci yang semata-mata karena panggilan jihad dalam rangka menjalankan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar melawan kafirun Eropah yang tengah gencar menjalankan Gerakan 3G (Gospel, Glory, Gold). 

Seperti telah ditulis dalam banyak literasi Gerakan 3G dari kafir penjarah Eropah ini bertujuan untuk memaksakan syahwat mereka untuk menjajah dan menjarah kekayaan tarutama dari negeri-negeri Islam, menuntaskan dendam kekalahan mereka dalam perang salib dengan cara memurtadkan aqidah warga pribumi (liberalisasi/kristenisasi) serta untuk kemudian meraih kemenangan dengan cara menaklukkan, menunggangi  dan atau menguasai kekuasaan. Berdirinya negara Amerika Serikat dan Australia adalah di antara contoh radikal dari sukses total mereka dalam merampok, mengalahkan, dan mengambil alih ulayat masyarakat bumiputera. 

PERANG BAD'R MINANGKABAU Vs PERANG PADERI.
Jadi sama seperti dengan ghirah semangat ummat Islam di bawah kepemimpinan Muhammad El Fatih di Turki dalam melawan Kafir Eropa, atau mempedomani apa yang dilakukan Rasulullah Nabi Muhmmad SAW dalam menyikapi para kafir/munafikun Mekah sewaktu Perang Bad'r, sehingga masyarakat Minangkabau yang ta'at pada Allah dan Rasulnya, di bawah pimpinan para Tuanku yang menyadari ada Kafir Eropah di belakang maraknya peredaran candu, judi, maksiat dan kemungkaran lainnya ketika itu, menyikapi, memberikan perlawanan dan bahkan kemudian angkat senjata dalam rangka menjalankan kewajiban amar ma'ruf nahi munkar, sehingga menyebut perang ini dengan Perang Putih (suci) atau dengan sebutan Perang Ba'dr Minangkabau. 

Tetapi pihak orientalis/missionaris mempelintir istilah PERANG BAD'R ini menjadi PERANG PADERI. Sebab Istilah Perang Bad'r tentu akan membuat ummat Islam sadar bahwa sejatinya yang mereka hadapi adalah para kaum Kafir Eropah bersatu. Ini tentu akan membuat ummat Islam juga akan bangkit bersatu di mana-mana, yang tentunya akan membahayakan dan mengancam mereka ; yang akan membuat terhambatnya dan bahkan gagalnya Gerakan 3G yang tengah gencar mereka jalankan.

Istilah Paderi ini kemudian juga telah banyak ditolak kalangan intelektual Minangkabau yang tidak pro penjajah (tidak mau mengekor missionaris/orientalis). Alasannya karena istilah ini murni diciptakan Prof. Pieter Johannes Veth, seorang orientalis / missionaris yang bahkan tidak pernah berkunjung ke Indonesia (Hindia Belanda), apalagi ke Sumatera Barat. “Ia (Prof. Veth) bahkan hanya mengandalkan laporan-laporan pegawai dan tentara kolonial yang berada di medan perang,” ungkap Dr. Emeraldy Chatra dalam sebuah tulisannya yang bertajuk “Perang Paderi versi Lokal, Sejarah Perang Candu.”

Menurut sejarah versi orientalis/missionaris Prov Veth yang juga masih banyak dirujuk sejumlah sejarawan sekuler, perang di pusat Alam Minangkabau ini dipicu oleh peperangan antara kaum ulama dengan kaum adat. Padahal secara empirik, tidak pernah ada dikotomi kaum adat dan kaum agama di Minangkabau oleh masyarakatnya. Sebab bagi yang paham kultur Minangkabau, maka masyarakat yang beradat di Minangkabau pastilah kuat agamanya. Begitu juga mereka yang ta’at beragama adalah masyarakat yang sangat beradat. Bahkan Adat Minangkabau itu sendiri (Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) dalam perjalanannya dirumuskan justru oleh para ulama, jauh sebelum perang ini.

Dalam tulisannya Dr. Emeraldy Chatra menegaskan, Paderi itu hanyalah julukan Prof Veth untuk kaum Islam di Minangkabau. Jelas ini pengistilahan yang sangat keliru, karena asal kata padri adalah “padre”(Spanyol) yang berarti pendeta. Kaum Islam di Minangkabau tentu bukan pendeta. Selanjutnya ditegaskannya juga bahwa, “......selama ini kita menjadikan cerita Veth sebagai rujukan tentang perang yang berkobar mulai 1809 sampai 1837 itu. Selain terdapat pengistilahan yang keliru, jalan cerita yang dikarang-karang Veth juga amburadul,” tulisnya. 

Bagi siapa yang sudah paham siapa sebenarnya Prof. Pieter Johannes Veth tentu tidak sulit untuk memaklumi kenapa sejarah ini banyak dipalsukan dan dibelokkannya. Antara lain karena dia adalah seorang orientalis/missionaris sejati yang telah sangat banyak berkontribusi untuk upaya-upaya baratisasi/liberalisasi dan kristenisasi di wilayah Asia dan Afrika dan kemudian juga termasuk di wilayah nusantara.

BERSAMBUNG....