Mitigasi Bencana Kota Padang Dipaparkan Pada Seminar Nasional Pengurangan Resiko Bencana

IMPIANNEWS.COM (YOGYAKARTA).

BPBD Kota Padang mendapat kepercayaan sebagai salah satu pembicara pada Seminar Nasional Pengurangan Resiko Bencana di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Selasa (23/7/2019). Seminar nasional yang dibuka secara resmi oleh Rektor UGM tersebut juga menghadirkan pembicara General Manager Science GNS, Selandia Baru, Peter Benfell, dan Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, Lilik Kurniawan. Dan diikuti BPBD Kab/Kota se-Indonesia, Bappenas dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Dikesempatan itu, Sekretaris BPBD Kota Padang, Hendra Mardhi, memaparkan pengalaman Kota Padang dalam menangani peristiwa gempa 2009 yang meluluhlantahkan Kota Padang. Selain itu, berbagai upaya mitigasi bencana yang dilakukan hingga saat ini melalui program Padang Kota Cerdas Bencana.

“Keseriusan Kota Padang dalam program mitigasi bencana juga tertuang dalam misi Wali Kota Padang dan Wakil Wali Kota Padang 2019-2024, yaitu menciptakan masyarakat sadar, peduli dan tangguh bencana”, terang Hendra.

Ditambahkannya, program mitigasi bencana di Kota Padang juga dilakukan dengan pendekatan spiritual kepada Allah Subhana wa Ta’ala, pemberantasan maksiat dan LGBT di Kota Padang.

“Pemko Padang selalu mengimbau seluruh warga untuk selalu mendekatkan diri kepada sang pencipta agar dijauhkan dari marabahaya dan bencana. Serta memberantas segala macam bentuk maksiat di lingkungan masing-masing”, imbuhnya lagi.

Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, Lilik Kurniawan, seperti dikutip dari https://sahabat.ugm.ac.id, mengatakan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tengah melakukan pemetaan sekaligus melakukan penguatan kapasitas masyarakat desa yang berada di pesisir pantai selatan Jawa. Sebanyak 584 desa yang berada di pesisir pantai selatan Jawa akan dinilai tingkat ketangguhan masyarakatnya dalam menghadapi ancaman risiko bencana tsunami. Kegiatan yang melibatkan relawan dan pakar ini akan melakukan pemetaan dari Banyuwani hingga Anyer, Serang, Banten.

“Semua desa yang rawan tsunami akan kita nilai ketangguhannya,” kata Lilik Kurniawan, usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Pengurangan Risiko Bencana di ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM tersebut.

Lilik menyebutkan kegiatan pemetaan ini akan berlangsung selama 34 hari dimulai dari 12 Juli hingga 17 Agustus mendatang. Pihaknya sengaja menggandeng para relawan setempat untuk bisa mengomunikasikan materi mitigasi bencana kepada masyarakat setempat. “Sekarang tim berada di Pacitan, besok sudah di daerah pesisir selatan DIY,” katanya.

Menurutnya, penguatan warga desa agar tangguh bencana tidak bisa selesai dengan kegiatan ekspedisi pemetaan ini. “Kita mengajak kampus nantinya bisa melakukan KKN tematik, lalu memanfaatkan dana desa untuk pengguatan bencana dan pelaksanaan standar pelayanan bencana ini sebagai tugas kepala daerah untuk wajib menginfomasikan daerah mana saja yang rawan bencana,” katanya.

Soal pemasangan alat deteksi tsunami baru, Lilik mengatakan pihaknya saat ini baru dalam proses pengadaan alat deteksi tsunami bekerja sama dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait. “Kita sedang negosiasi dengan Bank Dunia soal alat itu, soal sensor nanti kaitannya dengan BMKG, buat tsunami dengan BPPT, termasuk stasiun pencacatan pasang surut,” katanya.

Dalam pidato sambutannya, Kepala BNPB yang dibacakan oleh Lilik menyebutkan kejadian bencana dari awal Januari hingga pertengahan tahun ini meningkat hingga 15 persen dari tahun lalu. Adapun korban bencana dari 2009 hingga sekarang ini mencapai 11.579 orang meninggal dengan  tingkat kerugian hingga Rp30 triliun. “Tidak heran kita disebut negara dengan korban bencana terbesar di dunia,” katanya.

General Manager Science GNS, Selandia Baru, Peter Benfell, mengatakan pihaknya melakukan kerja sama dengan UGM dan pemerintah Indonesia untuk mengurangi risiko bencana. Menurutnya, Selandia Baru dan Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana gempa bumi, tsunami dan erupsi gunung berapi. Namun demikian, katanya, pemerintah Selandia Baru melibatkan perusahaan asuransi untuk membayar ganti rugi bagi warga terkena bencana. “Awalnya pihak asuransi memandang sebelah mata dari dampak gempa bumi tapi kan nilai properti selalu naik,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan peneliti bencana dari kampus lokal dan keterlibatan peneliti internasional untuk meningkatkan kapasitas riset bencana secara nasional. “Kucuran dana riset bisa mencapai 40 juta dolar Amerika setiap tahun,” katanya. (th)