FRAKSI PARTAI ACEH DPRK PIDIE MENDUKUNG PERNYATAAN MUALEM TENTANG WACANA REFERENDUM BAGI ACEH UNTUK MENENTUKAN NASIBNYA SENDIRI.

Sebanyak 23 anggota DPRK Pidie Fraksi Partai Aceh hari ini melakukan konfrensi Pers di Gedung DPRK Pidie 
IMPIANNEWS.COM (Sigli). 

Sebanyak 23 anggota DPRK Pidie Fraksi Partai Aceh hari ini melakukan konfrensi Pers di Gedung DPRK Pidie

Berikut isi Siaran Pers tersebut :

Fraksi Partai Aceh (PA) DPRK Pidie mendukung pernyataan Ketua DPA Partai Aceh, yang juga Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), H. Muzakkir Manaf akrab disapa Mualem, tentang wacana Referendum di Aceh.

Hal itu kami pandang sebagai bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh konstitusi. Pernyataan tersebut juga kami pandang sebagai sebuah otokritik terhadap perdamaian di Aceh yang telah berlangsung selama 14 tahun ini.

Transformasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dari gerakan bersenjata-politik ke gerakan politik sebagaimana kesepakatan yang telah ditandangani dalam MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 silam yang di fasilitasi oleh Crisis Management Initiative (CMI) dan telah diturunkan dalam Undang-Undang tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA) telah sepenuhnya dilakukan oleh GAM.

Aceh Monitoring Mission (AMM), sebuah tim yang dibuat berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan GAM (MoU Helsinki) menjalankan tugas mulai tanggal 15 September 2005. Perlu dicatat, AMM adalah misi Uni Eropa yang pertama di Asia dan bentuk kerjasama yang pertama dengan negara-negara ASEAN.

Di dalam AMM terdiri dari lima negara ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Sedangkan negara-negara tergabung dalam Uni Eropa yang masuk dalam AMM adalah Swiss dan Norwegia.

Pelucutan senjata GAM sebagai bukti komitmennya terhadap Nota Kesepahaman Damai, GAM menyerahkan 840 pucuk senjata yang diterima oleh AMM dalam empat tahap sesuai dengan Nota Kesepakatan  dengan upacara pemotongan senjata terakhir dilaksanakan di Banda Aceh pada tanggal 21 Desember 2005.

Namun, hingga 14 tahun perdamaian Aceh, tidak terlihat adanya political will dari Pemerintah Indonesia untuk memenuhi poin-poin dalam MoU Helsinki yang telah diturunkan ke dalam UUPA atau masih setengah hati diwujudkan Pemerintah Indonesia.

Anggota DPRK Pidie Fraksi Partai Aceh mengecam pernyataan elite-elite di Jakarta yang memframing bahwa pernyataan Mualem dapat dikenai sanksi hukum untuk kemudian dipidanakan. Perlu digaris bawahi bahwa, elite-elite tersebut mesti membaca peraturan perundang-undangan secara utuh atau tidak sepenggal-sepenggal sesuai kepentingan politik praktis mereka saja dengan mengabaikan kekhususan Aceh.

Dalam MoU Helsinki pada point 2.1. disebutkan, Pemerintah RI, akan mematuhi kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dengan kata lain, kovenan Internasional PBB yang ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum PBB 2200A(XXI) tanggal 16 Desember 1966 sendiri mengakui eksistensi tiap-tiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri.

Pemerintah Indonesia semestinya malu pada dunia internasional yang sejak awal telah memfasilitasi perdamaian antara GAM dengan Pemerintah RI dan memonitoring implementasi perdamaian, namun sebaliknya Pemerintah RI justru tidak menunjukkan itikad baik dengan menjalankan seluruh kesepakatan dan melihat Aceh dengan stigma negatif.

Demikianlah pernyataan sikap ini kami sampaikan untuk kebaikan kita semua.[nz)