Catatan Apria Putra, SURAU BELUBUS : PUSEK JALO, PUMPUNAN IKAN


Surau Belubus sesudah dipugar oleh Syaikh Ongku Tanjuang, kemenakan Maulana Syaikh Mudo.
Siapa tidak kenal dengan Surau Belubus, surau yang telah berdiri lebih dari satu abad yang lalu itu. Di sini anaksiak dari berbagai daerah diasah secara khusus dalam ilmu tasawuf. Beberapa thariqat diajarkan; segala tanya hakikat dijawab; dan berbilang ragu diputus, di sini. Tokoh ulama besar, sufi yang terkemuka – zhahir dan batin-, yang meneruka Surau Belubus ialah Alm. Maulana Syaikh Mudo Abdul Qadim atau yang dikenal dengan “Baliau Balubuih” (1875-1957). 

Selain ‘alim dari segi  syari’at dengan menguasai kitab-kitab penting dalam lingkungan Ahlussunnah wal Jama’ah, beliau merupakan “mujtahid” dalam tasawuf yang menguasai berbilang  thariqat, seperti Naqsyabandiyah Khalidiyah, Sammaniyah Khalwatiyah, Ahmadiyah (Thariqat Ahmad Badawi), Thariqat Qul Huwallah, dan lain-lainnya. 

Di samping itu beliau juga ahli silat seperti Silat Kumango dan Silat Syaikh Abdul Qadir, juga sebagai ahli pengobatan tradisional Minangkabau, ahli bangunan rumah gadang, dan terakhir, sebagai ahli adat Minangkabau.

Di kalangan ulama-ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah, namanya menjadi buah bibir. Pernah beliau didudukkan sebagai dewan penasehat thariqat sufi dalam organisasi itu. Pada tahun 1954, ketika terjadi persidangan terhadap karangan-karangan Haji Jalaluddin, beliau juga diundang, bersama-sama dengan ulama lain seperti Syaikh Abdul Ghani Batubersurat, Syaikh Muhammad Sa’id al-Khalidi Bonjol, Syaikh Yunus Tuanku Sasak, dan lain-lainnya. 

Syaikh Mudo Abdul Qadim sendiri memperoleh ijazah irsyad dalam Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah dari tokoh-tokoh sufi kenamaan di abad 19, seperti Syaikh Abdurrahman al-Khalidi Batuhampar (kakek Moh. Hatta), Syaikh Muhammad Shaleh Padangkandih, Syaikh Ibrahim Kumpulan, dan lain-lainnya. Sepulang dari menunaikan rukun Islam ke-lima, dengan petunjuk seorang wali, beliau kemudian datang ke Kumango. Di sana beliau belajar langsung dengan Syaikh Abdurrahman Kumango mengenai Thariqat Sammaniyyah Khalwatiyah dan Silek Kumango (Silek Wali). Syaikh Kumango memberi ijazah irsyad dalam thariqat dan juga silek. 

Banyak ulama yang merupakan hasil didikan Surau Belubus, sebutlah seperti Syaikh Beringin (Tebing Tinggi), Syaikh Muhammad Kanis Tuangku Tuah (pendiri Madrasah Tarbiyah Islamiyah Batu Tanyuah), Syaikh Ibrahim Bonjol, Syaikh Malin Durrah Batuhampar (guru pada Madrasah al-Manar), dan lain-lain. Ketika alm. KH. Saifuddin Amsir  (ulama terkemuka Jakarta) meminta petunjuk kepada Buya H. Sirajuddin Abbas mengenai tasawuf, maka Buya Siraj menyarankan KH. Saifuddin untuk datang ke Belubus. KH. Saifuddin Amsir-pun pernah di Belubus

Belubus, mengajarkan kita bahwa betapa kayanya ilmu-ilmu ulama Minangkabau masa silam. Mulai dari thariqat, pengobatan, silat, hingga adat, tidak hanya itu “hidup nan bacomin ka-kitab” ditunjukkan oleh sosok Syaikh Mudo yang mutafannin.

Kita sebut petua Maulana Syaikh Mudo, untuk pengingat diri, sebagai yang beliau tulis diakhir risalah-risalahnya:

“Pogang syari’at, tubuah nan kasa,
Pogang thariqat, tubuah nan batin,
Pogang hakikat, tubuah nan aluih,
Pogang ma’rifat, Tuhan tompek bapogang.
Dicari raso dalam zikia, 
Dipakai dalam sumbayang,
Disudahi tatokalo nyawo bapulang ke rahmatullah. (ul)