Presiden AS Trump Tawarkan Pertemuan Mengakhiri Krisis di Teluk

IMPIANNEWS.COM (Doha). 

Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, mengatakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menawarkan pertemuan di Camp David untuk mengakhiri krisis diplomatik Teluk.

Berbicara kepada program televisi AS 60 Minutes, penguasa Qatar tersebut mengatakan Trump berencana untuk membawa negara Teluk bersama-sama dalam upaya menengahi perselisihan tersebut.

"Benar, Trump menyarankan agar kami datang. Saya langsung memberitahunya, Presiden kita sangat siap, saya sudah meminta dialog sejak hari pertama," ujar Sheikh Tamim seperti dilaansir Aljazirah, Sabtu (28/10).

Ia mengatakan seharusnya pertemuan tersebut segera berlangsung, namun ia tidak ingin mengomentari terkait alasan belum terlaksananya pertemuan tersebut. 

Trump sebelumnya mengatakan bahwa dia mendukung upaya mediasi Kuwait. Namun, jika hal itu tidak berhasil menyelesaikan krisis Teluk, Trump bersedia menjadi mediator.

Dalam wawancaranya, Emir Qatar juga mengatakan bahwa dia khawatir dengan kekacauan di Timur Tengah jika krisis diplomatik Teluk terus meningkat. "Saya takut jika terjadi sesuatu, setiap tindakan militer terjadi, wilayah ini akan kacau balau," kata Sheikh Tamim

Emir Qatar dan Presiden Trump sempat bertemu di sela-sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-72 di New York baru-baru ini. Berbicara kepada wartawan setelah pertemuan mereka pada 19 September, Trump menyebut Sheikh Tamim sebagai teman lama dan mengatakan bahwa ia yakin krisis Teluk akan segera diselesaikan dengan cepat.

Sementara itu, Sheikh Tamim mengatakan Doha dan Washington memiliki hubungan yang sangat kuat. Qatar adalah rumah bagi pangkalan militer AS terbesar di Timur Tengah. Dia juga percaya campur tangan Trump akan banyak membantu dalam menyelesaikan perselisihan tersebut.

Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar pada 5 Juni lalu dan memberlakukan embargo darat, laut dan udara. Mereka menuduh Qatar mendukung terorisme.

Doha membantah keras tuduhan tersebut dan telah berulang kali meminta dialog tanpa syarat yang didasarkan pada rasa saling menghormati kedaulatan.